Beberapa
pertapa yang mendengar raja menuturkan kisah kutukan itu menjadi sangat marah
kepada putra Shamiika sehingga mereka berkata bahwa dia pasti gadungan, tidak
pantas menjadi putra resi, karena tidak ada anak yang lahir dari seorang resi
dengan bobot seperti Shamiika akan mengucapkan kutuk membinasakan seperti itu
untuk kesalahan yang demikian ringan. Mereka pastilah seseorang yang tolol atau
sinting. Bagaimana mungkin kutuk yang timbul dari lidah orang semacam itu dapat
terlaksana, tanya mereka. Tidak mungkin raja celaka akibat kutukannya, demikian
mereka tegaskan. Mereka berusaha meyakinkan raja bahwa beliau tidak perlu
merasa takut karena hal itu.
Senin, 31 Desember 2012
Sabtu, 29 Desember 2012
Bhagavatam Part 26 : Kutukan ataukah Rahmat ?
Utusan
dari pertapaan itu berkata, "Oh Maharaja, guru kami mempunyai seorang
putra; walaupun ia masih remaja, prestasi spiritual yang dicapainya besar
sekali. Ia menghormati ayahnya sebagai dewata dan tujuan utama hidupnya adalah
melayani ayahnya serta menjaga kemasyhuran beliau. Nama anak itu Shringii.
Baginda datang ke pertapaan itu; tergerak oleh suatu dorongan yang tidak dapat
dijelaskan, Baginda kalungkan bangkai ular pada leher ayah Shringii yang juga
guru saya. Beberapa anak melihat kejadian itu; mereka berlari menemui Shringii
yang sedang bermain dengan kawan-kawannya dan memberitahunya. Mula-mula ia
tidak percaya dan melanjutkan permainannya. Tetapi anak-anak dari pertapaan
mengulang berita itu berkali-kali secara mendesak. Mereka mengejeknya karena
terus bermain dengan gembira sementara ayahnya dihina demikian kasar. Bahkan
teman sepermainannya menertawakan ketidakpeduliannya. Karena itu, ia berlari
secepat mungkin menuju ke pondoknya dan mendapati bahwa laporan anak-anak itu
ternyata benar."
Bhagavatam Part 25 : Belas Kasihan Sang Pertapa
Perkataan
ayahnya yang tajam menimbulkan kepedihan tak terhingga di hati Shringii,
putranya yang lembut hati. Perkataan itu terasa bagaikan tusukan sembilu atau
pukulan gada; bocah malang itu tidak sanggup lagi menahannya. Ia merebahkan
diri di lantai, merengkuh kaki ayahnya sambil meratap, "Ayah, ampunilah
saya. Saya dilanda rasa marah karena raja bertingkah laku demikian keterlaluan,
begitu kasar dan sombong, begitu tidak sopan dan tidak berperikemanusiaan. Saya
tidak dapat menahan rasa dendam atas penghinaan yang dilontarkannya kepada
Ayah. Tidak pantas bukan, seorang raja bertingkah laku seperti itu, dengan cara
yang demikian tidak layak, setelah ia memasuki suatu pertapaan?"
Melihat
keadaannya yang menyedihkan, Shamiika sang pertapa, membimbing bocah itu ke
sampingnya lalu berkata, "Nak, paksaan keadaan saat itu tidak dapat
dielakkan. Orang sering mengesampingkan petunjuk akal budinya karena desakan
keadaan semacam itu. Renggutan takdir akan menghancurkan kendali akal sehat.
Paksaan keadaan saat itu menghadapi manusia dengan segenap kekuatannya dan tak
dapat tidak, ia menyerah. Raja ini adalah abdi Tuhan yang taat dan amat saleh.
Ia telah meraih kecemerlangan spiritual. Ia selalu teguh dalam tingkah laku
yang bersusila. Ia adalah penguasa seluruh kawasan; kemasyhurannya telah
tersebar di tiga loka. Ia selalu dilayani dengan tulus hati oleh ribuan abdi
yang setia. Bila ia meninggalkan istana untuk bepergian, banyak pengawal
mengiringi dan menatapnya dengan tangan terkatup menyembah, menanti perintah
yang paling remeh sekalipun, agar mereka dapat menyenangkan hatinya dengan melaksanakan
perintah itu sebaik-baiknya. Begitu ia memasuki suatu kerajaan, penguasa
wilayah itu memberikan sambutan yang megah, mempersembahkan segala yang
terbaik, dan menyampaikan hormat bakti dengan penuh khidmat. Seseorang yang
terbiasa dengan acara harian semegah itu tentunya sangat terkejut ketika ia
tidak mendapat sambutan sama sekali di tempat ini; ia bahkan tidak dikenal dan
tidak dihormati. Pengabaian ini demikian serius hingga segelas air untuk
melenyapkan dahaga pun tidak diperolehnya. Ia tersiksa rasa lapar dan terhina
karena tidak mendapat tanggapan walaupun ia telah memanggil berulang-ulang.
Karena tidak mampu menanggung penderitaan dan pengalaman yang mengejutkan ini,
ia terdorong melakukan perbuatan yang tidak patut itu. Tentu saja itu merupakan
kesalahan, tetapi jika engkau bereaksi demikian keras untuk kekhilafan kecil
semacam itu, engkau membawa nama buruk yang tidak dapat diperbaiki lagi bagi
seluruh komunitas rahib dan pertapa. Aduh! Alangkah mengerikan bencana yang kau
datangkan ini!"
Bhagavatam Part 24 : Kutukan Sringii kepada Parikshit
Dari
Maharesi Vyaasa Parikshit mendengar uraian tentang bakti Paandava yang mendalam
dan iman mereka yang teguh. Ia terharu bila mendengar betapa mereka dilimpahi
rahmat Sri Krishna yang tidak terbatas. Raja demikian tenggelam dalam
kegembiraan sehingga tidak menyadari siang atau pun malam! Tiba-tiba ia
dibangunkan oleh kicauan burung yang indah dan suara gagak yang keras. Ia
mendengar nyanyian yang biasa dikidungkan rakyatnya pada dini hari untuk
menyambut para Dewa; genta tempat ibadah berdenting di sekitar istana.
Maharesi
Vyaasa pun menyadari bahwa hari yang baru telah dimulai. Ia berkata, "Nak,
Maharaja, sekarang saya harus pergi," dan sambil memungut kendi tempat air
yang biasa dijinjingnya dalam perjalanan, beliau bangkit lalu memberkati sang
raja yang bersujud di kakinya dengan amat sedih. "Aduh, fajar menyingsing
begitu cepat. Saya belum memahami sepenuhnya kebesaran dan kemuliaan para kakek
saya. Saya belum dapat menduga betapa mendalam bakti mereka (kepada Tuhan) dan
betapa besar pengabdian mereka pada tugas serta kewajiban," ratapnya.
Direnungkannya
lagi kejadian-kejadian yang telah didengarnya dan dinikmatinya keunikannya.
Hatinya begitu penuh kebahagiaan yang mendalam sehingga ia tidak dapat
mengalihkan pikirannya pada urusan kerajaan. Sesungguhnya ia bahkan dapat
menyendiri. Diputuskannya akan pergi berburu ke hutan sebagai pilihan.
Diperintahkannya agar dilakukan persiapan-persiapan untuk ekspedisi di hutan.
Jumat, 28 Desember 2012
Bhagavatam Part 23 : Pelayanan Sri Krishna kepada bhakta-Nya
Ketika
raja memohon seperti ini, Maharesi Vyaasa berkata, "Oh Maharaja, sesuai
dengan persetujuan, Paandava melewatkan masa pembuangan selama dua belas tahun
di hutan dan juga melewatkan hidup dalam penyamaran selama setahun penuh.
Ketika akhirnya mereka mengungkapkan identitas diri mereka (pada waktu kaurava
yang jahat merampok ternak dari wilayah kerajaan Viraata), Duryodhana, anak
sulung dalam keluarga kejam itu, si monster penipu, bersumpah bahwa waktu
(untuk melewatkan masa penyamaran) belum genap setahun dan Paandava telah
melanggar perjanjian mereka, karena itu, katanya, sesuai dengan perjanjian
sebelumnya, Paandava terkena hukuman pembuangan setahun lagi. Ia bersikeras
dengan kesimpulan itu."
"Para
sesepuh, Bhiisma dan lain-lainnya, menegaskan bahwa Paandava telah memenuhi
syarat-syarat perjanjian dengan seksama; Paandava tidak mengungkapkan tempat
tinggal mereka selama setahun penuh; mereka telah hidup dalam pembuangan genap
dua belas tahun lamanya. Tetapi Kaurava tidak menerima kebenaran yang nyata
ini. Mereka merintis jalan menuju keruntuhan dan kehancurannya sendiri. Mereka
tidak mau mendengar siapa pun, mereka tidak mau menerima nasehat. Mereka
bersumpah bahwa hanya peperanganlah yang dapat menyelesaikan masalah itu."
Kamis, 27 Desember 2012
Bhagavatam Part 22 : Arjuna melawan Dewa Shiva
Wyasa
melanjutkan, "Oh raja, para kakek Ananda bersedia menyerahkan
segala-galanya kepada Tuhan bila diperlukan; mereka juga siap bertempur dengan
Tuhan jika diperlukan karena bila mereka bertempur seperti itu, sebenarnya
mereka hanya mengikuti dharma bagi satria. Pastilah Ananda telah mendengar
cerita tentang kakek Nanda berkelahi melawan Dewa Siwa dan memperoleh anugerah
senjata surgawi pasupata-astra dari Beliau?" Mendengar ini sang
raja tiba-tiba menegakkan kepalanya dan berkata, "Maharesi, apa yang Guru
katakan? Apakah kakek nanda berperang melawan Dewa Siwa? Sejauh ini belum pernah
nanda mendengarnya. Ceritakanlah tentang hal itu; puaskanlah keinginan ananda
untuk mengetahui kejadian tersebut." Parikshit bersujud di kaki Wyasa
mendesak agar beliau memaparkan kisah itu.
Bhagavatam Part 21 : Durwasa dipermalukan.
Wyasa segera menjelaskan
mengapa Durwasa tertawa aneh. "Bagaimana pun juga Durwasa mengabulkan
permohonan Duryodhana. Ia berangkat ke hutan sambil berkata. 'Baiklah. Saya
akan berbuat demikian. Permohonan Duryodhana ini mengandung maksud yang jahat.
Penjelasannya sebagai berikut. Pada suatu pagi saat fajar menyingsing dan
Pandawa sedang memuja matahari, Dewa Surya merasa iba pada keadaan mereka. Dari
kemurahan-Nya yang tidak terhingga, Beliau menganugerahi mereka sebuah periuk
yang isinya tidak akan berkurang betapa pun banyaknya makanan yang dikeluarkan
dari dalamnya. Periuk itu disebut a-kshaya patra. Draupadi sebagai istri
yang tahu kewajiban, biasanya hanya makan setelah kelima bersaudara itu selesai
makan. Sebelum Draupadi selesai makan, periuk itu akan penuh berisi makanan,
betapa pun banyaknya orang yang ikut menyantap hidangan tersebut. Bila ia telah
selesai dan periuk itu dicuci, wadah itu tidak lagi mengeluarkan makanan.
Dengan demikian, sekali sehari, periuk itu mengeluarkan makanan secara
berlimpah hingga Draupadi selesai makan. Sebelum itu, ia dapat memberi makan
ribuan, bahkan jutaan orang dari periuk itu, tetapi sekali ia sudah mengambil
makanannya dari situ, periuk itu kehilangan kekuatannya untuk hari itu. Dengan
kata lain, harus ada sebagian atau sebutir makanan di dalamnya agar dapat
dilipatgandakan sejuta kali dan digunakan. Itulah kehebatannya yang khas.
Duryodhana mohon agar Durwasa datang menemui Pandawa dan minta agar dijamu
setelah Draupadi selesai makan karena di dalam hati ia tahu masalah khusus yang
menyulitkan ini."
Bhagavatam Part 20 : Rahmat Sri Krishna kepada Drupadi.
Maharesi
Wyasa melanjutkan penuturannya "Dengarlah oh Maharaja. Draupadi sangat
takjub ketika mengalami rahmat Sri Krishna yang memberinya anugerah pakaian
untuk melindungi kehormatannya. Ia mengucurkan air mata syukur dan berseru
dalam kebahagiaan batin yang tidak terhingga, 'Krishna! Krishna!' dengan luapan
perasaan dan semangat sedemikian rupa sehingga orang-orang yang hadir di
pendopo keraton itu ketakutan. Cahaya cemerlang yang memancar dari wajahnya
membuat mereka menduga bahwa ia adalah dewi (shakti) yang memberi kekuatan alam
semesta."
"Sementara
itu Krishna menampakkan diri Beliau dalam wujud yang kasat mata di hadapan
nenek Nanda, Draupadi, dan berkata, 'Adinda, mengapa bersedih hati? Saya telah
lahir ke dunia dengan tujuan menghancurkan orang-orang jahat yang dibutakan
oleh kesombongan ini. Saya akan mengusahakan agar kemuliaan dan kemasyhuran
Pandawa dijunjung tinggi sehingga generasi mendatang yang menghuni bumi ini
dapat mengaguminya. Tenangkan diri Anda."
"Mendengar
ini Draupadi bersujud di kaki Sri Krishna dan membasuh kaki Beliau dengan air
matanya yang menjadi hitam tercampur celak yang dikenakannya. Untaian rambutnya
yang lebat panjang yang terlepas karena jambakan tangan-tangan keji, jatuh
tergerai menutup kaki Sri Krishna. Ia berguling-guling di lantai mengelilingi
kaki Beliau.
Rabu, 26 Desember 2012
Bhagavatam Part 19. Pandawa teladan zaman Kali
Dear Brothers and
Sisters, Menanggapi usulan beberapa teman yang ingin agar Krishna Katta tentang
Bhagavatam ini dilanjutkan, maka dengan kerendahan hati saya akhirnya bekerja
untuk memenuhi permintaan mulia itu, maka kelanjutan Bhagavatam yang sempat
mandek beberapa hari lalu akan saya sambung kembali dari bagian ke 19. semoga
besar manfaatnya bagi spiritualitas anda.
Selamat merenungi hakikat spiritual di dalamnya.
Pada waktu
Wyasa menceritakan kisah Takshaka, Parikshit mendengarkan dengan penuh
perhatian. Ketika beliau menyudahinya, Parikshit bertanya dengan heran, “Apakah
alasan yang menyebabkan Kaurawa menganiaya dan menghina nenek ananda, Draupadi?
Bagaimana para kakek ananda menanggung penghinaan yang ditimpakan Kaurawa
kepada permaisuri mereka? Bagaimana kejadiannya sehingga mereka hanya diam
menyaksikan tanpa mampu membalas atau menghukum Kaurawa ketika permaisuri
mereka dihina di depan umum dalam sidang keraton? Nanda benar-benar tidak
mengerti bagaimana peristiwa ini terjadi. Ceritakanlah kejadian yang
sesungguhnya kepada nanda agar menjadi jelas. Ananda yakin maharesi dapat
melenyapkan keraguan nanda.”
Selasa, 25 Desember 2012
Keagungan Gita Jayanti dalam Gita Mahatmya
Dari sekian banyaknya
cabang ilmu dalam kitab suci Veda, Bhagavad Gita merupakan kitab suci yang
paling popular serta acuan yang paling banyak dipakai dipakai oleh semua mazab
dalam keyakinan hindu, entah itu yang menganut paham Shivaisme, Ganapati,
Sakta, Brahma, apalagi golongan Vaishnava. Bahkan golongan dari non hindu-pun
lebih sering mempergunakan kitab ini untuk mempelajari peradaban Veda.
Veda begitu
diapresiasi oleh kaum cendikiawan dunia sebagaimana kita lihat dalam komentar
beberapa tokoh dunia dalam ulasannya tentang Gita yang dimuat sebagai lampiran
dalam Kitab suci Bhagavad Gita menurut aslinya (Bhagavad Gita as it is) karya
Srila Prabhupada.
Sabtu, 22 Desember 2012
Renungan untuk semua wanita di hari ibu
Pada hari ini masyarakat Indonesia sedang bersemangat untuk merayakan hari keutamaan bagi seorang Ibu. sebuah peran yang begitu mulia sehingga menjadikan sorga berada di telapak kakinya. namun seberapa besarkah prosentase ibu-ibu yang sangat pantas menerima penghargaan dan penghormatan sebagai ibu ideal sekarang ini, mengingat begitu banyaknya kaum perempuan terutama ibu-ibu yang telah lalai akan kewajiban alaminya sebagai ratu rumah tangga dan sebaliknya malah lebih gemar mengejar karir, dan pergumulan materi sebagai manusia modern.
Senin, 17 Desember 2012
Keajaiban air?
Ketika
media massa lagi dihangatkan oleh pemberitaan tentang penemuan De Emoto
mengenai keajaiban air, umat Hindu merasa hal itu bukan menjadi sesuatu yang
baru lagi mengingat dalam kegiatan keagamaannya sehari-hari, umat hindu tidak
bisa dilepaskan dari penggunaan unsure yang satu ini yakni air yang akan
dipergunakan sebagai “Tirta” atau symbol berkah yang diberikan oleh Tuhan
setelah mereka selesai melakukan persembahyangan.
Air
tentu saja sangat besar manfaatnya dalam kehidupan manusia. Alam semesta ini
saja ¾ nya ditopang oleh keberadaan air sebagaimana juga tubuh yang merupakan
cerminan mikro dari jagad raya yang adalah makrokosmosnya. Air dalam pandangan
umat hindu sama pentingnya dengan kehidupan itu sendiri, ia adalah unsure alam
yang mewakili kehadiran Tuhan dalam aspeknya sebagai “Pelindung dan pemelihara
kehidupan” yang mana dalam ajaran Hinduisme dikenal dengan nama dan wujud dari
Sri Vishnu.
Sabtu, 15 Desember 2012
Menjadi Vegetarian? apa salahnya makan daging
Buah-buahan
dan Sayur mayur sangat bermanfaat untuk tubuh kita Para pakar kesehatan dan
nutrisi mengatakan bahwa manusia memiliki beberapa organ-organ tubuh yang
khusus dengan fungsi dan proses kerja menurut hukum alam tertentu. Jika kita
melangkah sesuai hukum alam, maka alam akan memelihara tubuh kita menjadi sehat
dan bekerja dalam tingkat yang normal. Menyimpang dari hukum alam ini bisa
memberikan pengaruh yang merusak pada tubuh manusia. Kita diciptakan untuk
menjadi vegetarian. Ada perbedaan antara herbivora (binatang pemakan tanaman)
dan karnivora (binatang pemakan daging), misalnya:
Jumat, 14 Desember 2012
Sakit maag
Ciri-ciri penyakit maag yang dialami
oleh para penderita penyakit maag, pada umumnya dirasa sangat mengganggu dan
menyiksa. Meskipun begitu, dalam beberapa kasus, seseorang dapat saja menderita
penyakit maag hingga tingkat yang mengkhawatirkan tanpa mengalami gejala
khusus atau menampakkan ciri-ciri penyakit maag yang biasanya relatif mudah
dikenali. Beberapa dari ciri-ciri penyakit maag acap kali hadir pada waktu yang
bersamaan sekaligus, akan membuat penderitanya merasa sangat menderita dan
terganggu. Untunglah, mayoritas kasus penyakit maag adalah kasus yang cukup
ringan dan dapat segera diobati sampai tuntas.
Kamis, 13 Desember 2012
Sath Sang ( Pergaulan dengan orang-orang benar)
Tanggal cantik, tahun
keramat, sekaligus tanggal yang pernah menjadi fenomena menakutkan bagi
beberapa orang karena dikaitkan dengan ramalan kiamat mini 2012 akhirnya
terlampaui juga tanpa meninggalkan peristiwa super heboh sebagaimana prediksi
yang pernah muncul untuk tanggal 12 bulan 12 tahun 2012 itu. Tapi jangan
takabur apalagi sudah terlena dalam kesibukan menyambut tahun baru yang akan
datang karena lembaran bulan
ke dua belas ini masih menyisakan rentang waktu18 hari yang masih menjadi
misteri dan teka-teki bagi sebagian orang yang menyikapinya dengan serius. Tapi
apapun itu, postingan tulisan saya hari ini bukanlah untuk membahas hal
dimaksud. Biarlah kiamat terjadi ataupun tidak yang penting kita tetap punya
persiapan untuk menyambut kematian yang sudah pasti bagi mereka yang pernah
menyatakan hidup. Salah satu persiapan tambahan yang akan saya bagi hari ini
selain cerita ketuhanan sebagaimana yang sudah saya postingkan beberapa hari
yang lalu adalah mengenai pentingnya menjalin pergaulan dengan orang-orang baik
untuk menyadari kesunyataan diri sendiri.
Selasa, 11 Desember 2012
BHAGAVATAM Parti 18: KRISHNA KATTA : DEWA AGNI MENGEJAR ULAR TAKSHAKA
Melihat ini Parikshit mohon dengan mengiba-iba sambil menghapus air mata
bahagia yang mengenangi matanya, “Maharesi, cerita Maharesi yang melukiskan
permainan mukjizat serta rahmat Sri Krishna membuat ananda dapat membayangkan
Beliau dengan jelas. Mohon ceritakan lebih banyak lagi tentang berbagai
peristiwa
ketika Bhagawan melimpahkan belas kasih Beliau kepada para kakek nanda, bagaimana Beliau bergaul akrab dengan mereka dan menyelamatkan mereka dari bencana. Rasa kantuk lenyap meninggalkan mata ananda dan membuat nanda ingin mendengarkan cerita-cerita tentang Tuhan. Buatlah malam ini suci dengan menceritakan kemuliaan Tuhan kepada ananda. Hanya itulah yang dapat memuaskan hati ananda. Biarlah ananda melewatkan malam ini dengan memikirkan dan merenungkan Beliau… sikap diam Maharesi membuat ananda amat sedih.”
ketika Bhagawan melimpahkan belas kasih Beliau kepada para kakek nanda, bagaimana Beliau bergaul akrab dengan mereka dan menyelamatkan mereka dari bencana. Rasa kantuk lenyap meninggalkan mata ananda dan membuat nanda ingin mendengarkan cerita-cerita tentang Tuhan. Buatlah malam ini suci dengan menceritakan kemuliaan Tuhan kepada ananda. Hanya itulah yang dapat memuaskan hati ananda. Biarlah ananda melewatkan malam ini dengan memikirkan dan merenungkan Beliau… sikap diam Maharesi membuat ananda amat sedih.”
BHAGAVATAM Part 17; KRISHNA KATTA : KENANGAN INDAH PARIKSHIT BERSAMA KRISHNA
Maharaja Parikshit mengadakan kunjungan
kenegaraan ke seluruh jasirah India, berusaha mempelajari keunggulan
administratif dalam pemerintahan para kakeknya dan hubungan unik yang telah
mereka jalin dengan Bhagawan Sri Krishna yang pada waktu itu turun ke dunia sebagai
manusia. Maharaja mendengarkan pengalaman banyak orang suci serta cendikiawan
yang hidup pada masa tenang dan bahagia itu, kemudian ia melanjutkan perjalanan
sambil merenungkan kenangan menggembirakan tersebut. Sering ia dilanda
penyesalan bila memikirkan bahwa ia tidak hidup pada masa itu, ketika para
kakeknya menikmati kebahagiaan surgawi.
Ketika Parikshit sedang tenggelam dalam kegembiraan mengenang sejarah para kakeknya dan kemuliaan masa yang silam bersama Krishna, tiba-tiba secara tidak terduga munculah Resi Agung Weda Wyasa di hadapannya. Ia menyambut beliau dengan sangat takzim dan mempersilahkan Beliau duduk di kursi kehormatan. Maharesi memuji pemerintahan Parikshit dan berkata bahwa ia teringat pada masa pemerintahan Pandawa. Maharaja yang masih muda itu mendengarkan pembicaraan Beliau dengan penuh hormat. Setelah beberapa waktu Wyasa berkata, “Nak, sekarang saya harus pergi.” Parikshit berkata, “Ini seperti meletakkan sepiring hidangan lezat di hadapan orang yang kelaparan dan tepat pada waktu ia mengulurkan tangannya, makanan itu ditarik serta dijauhkan dari jangkauannya. Kisah Maharesi mengenai kepahlawanan para kakek ananda dan tentang kemuliaan Sri Krishna ibarat permata berharga yang ditebarkan di hadapan ananda, tetapi Maharesi menyebabkan ananda sangat kecewa karena tidak memberi ananda kesempatan untuk memilikinya. Kepergian Maharesi meninggalkan ananda sekarang ini membuat ananda sangat sedih.”
Ketika Parikshit sedang tenggelam dalam kegembiraan mengenang sejarah para kakeknya dan kemuliaan masa yang silam bersama Krishna, tiba-tiba secara tidak terduga munculah Resi Agung Weda Wyasa di hadapannya. Ia menyambut beliau dengan sangat takzim dan mempersilahkan Beliau duduk di kursi kehormatan. Maharesi memuji pemerintahan Parikshit dan berkata bahwa ia teringat pada masa pemerintahan Pandawa. Maharaja yang masih muda itu mendengarkan pembicaraan Beliau dengan penuh hormat. Setelah beberapa waktu Wyasa berkata, “Nak, sekarang saya harus pergi.” Parikshit berkata, “Ini seperti meletakkan sepiring hidangan lezat di hadapan orang yang kelaparan dan tepat pada waktu ia mengulurkan tangannya, makanan itu ditarik serta dijauhkan dari jangkauannya. Kisah Maharesi mengenai kepahlawanan para kakek ananda dan tentang kemuliaan Sri Krishna ibarat permata berharga yang ditebarkan di hadapan ananda, tetapi Maharesi menyebabkan ananda sangat kecewa karena tidak memberi ananda kesempatan untuk memilikinya. Kepergian Maharesi meninggalkan ananda sekarang ini membuat ananda sangat sedih.”
Senin, 10 Desember 2012
BHAGAVATAM Part 16: KRISHNA KATTA ; TELADAN BAGI DUNIA.
Bila
Parikshit mengunjungi wilayah mana saja, para penguasa dan raja wilayah itu
siap menyambutnya dengan penuh semangat, dengan penghormatan sipil dan militer
yang sesuai. Mereka menyatakan selalu siap mengabdi dengan setia, apapun juga
jenis pelayanan yang dikehendakinya dari mereka. Parikshit menjawab bahwa ia
tidak memerlukan pelayanan mereka bahwa ia hanya ingin agar mereka
mengembangkan kebahagiaan dan kesejahteraan rakyat yang dipercayakan kepada
mereka. Ia menasehati mereka agar memberi perhatian khusus pada perlindungan
bagi kaum brahmin serta wanita dan agar merka dilindungi dari marabahaya. Ia
menghimbau agar mereka membantu mengembangkan ibadat kepada Tuhan di seluruh
wilayah kekuasaan mereka. Hanya itulah permintaan yang diajukannya kepada para
raja taklukannya.
Di
beberapa wilayah yang penting dalam kemaharajaannya, penduduk mempersembahkan
pertunjukan lagu-lagu rakyat yang mengisahkan kemasyhuran dan keperkasaan nenek
moyangnya; mereka menyanyikan keberanian dan keunggulan Pandawa bersaudara.
Kidung ini menyanjung-nyanjung belas kasih dan rahmat yang dilimpahkan Sri
Krishna kepada Pandawa bersaudara dan hormat bakti serta kepercayaan Pandawa
kepada Sri Krishna sepanjang waktu. Mereka juga memainkan drama rakyat,
memerankan Pandawa serta Kaurawa dengan Krishna di antaranya, mengungkapkan
kisah yang telah Beliau rencanakan dengan mereka sebagai alatnya.
Sabtu, 08 Desember 2012
BHAGAVATAM Part 15; MASA PEMERINTAHAN PARIKSHIT
Dari takhta kemaharajaan
Bharat, Parikshit memerintah wilayah kekuasaannya dengan mengikuti
prinsip-prinsip keadilan dan moralitas. Ia membantu mengembangkan kesejahteraan
rakyatnya dengan penuh kasih dan mengayomi serta menjaga mereka dari bahaya
dengan perhatian dan kasih sayang kebapakan. Apapun tugas yang akan
dilaksanakannya, Parikshit tidak akan maju selangkahpun
tanpa mengingat Sri Krishna serta kakek-kakeknya dan berdoa agar mereka
memberkatinya dengan keberhasilan. Ia berdoa kepada mereka setiap pagi dan
sore, mohon agar dibimbing mengikuti jalan kebajikan yang benar. Ia merasa
seakan-akan ia adalah jantung rakyatnya dan mereka adalah tubuhnya.
Di seluruh kemaharajaan, angin pun enggan mengubah letak barang apa saja karena takut terlibat dalam pencurian. Sedikitpun tidak ada rasa khawatir akan maling. Dalam kerajaannya juga tidak terdapat ketidakadilan, pelanggaran susila, atau orang yang mempunyai niat jahat. Kerajaannya menjadi amat tersohor karena hal itu. Jika ada tanda-tanda kejahatan semacam itu, walaupun ringan sekali, Parikshit mengatasinya dengan hukuman yang sangat berat dan langkah-langkah pencegahan yang tegas untuk memberantasnya. Karena darma dipelihara dengan penuh kasih dan hormat, alam pun bersikap ramah; hujan datang pada waktunya, tanaman di ladang tumbuh subur dan hasilnya melimpah; lumbung-lumbung terisi penuh; rakyatpun senang, bahagia dan tidak merasa takut.
Di seluruh kemaharajaan, angin pun enggan mengubah letak barang apa saja karena takut terlibat dalam pencurian. Sedikitpun tidak ada rasa khawatir akan maling. Dalam kerajaannya juga tidak terdapat ketidakadilan, pelanggaran susila, atau orang yang mempunyai niat jahat. Kerajaannya menjadi amat tersohor karena hal itu. Jika ada tanda-tanda kejahatan semacam itu, walaupun ringan sekali, Parikshit mengatasinya dengan hukuman yang sangat berat dan langkah-langkah pencegahan yang tegas untuk memberantasnya. Karena darma dipelihara dengan penuh kasih dan hormat, alam pun bersikap ramah; hujan datang pada waktunya, tanaman di ladang tumbuh subur dan hasilnya melimpah; lumbung-lumbung terisi penuh; rakyatpun senang, bahagia dan tidak merasa takut.
Jumat, 07 Desember 2012
BHAGAVATAM Part 14; BERPULANGNYA PANDAWA KE KERAJAAN TUHAN
Sesungguhnya
mereka sendiri terlalu sedih sehingga tidak terpikir oleh mereka untuk
menghibur Parikshit. Kata mereka, “Kata-kata tajam yang diucapkan anak ini
melukai kami bagaikan anak panah; kesedihannya membuat kami terpaku. Apa yang
dapat kami katakan kepadanya? Bagaimana kami dapat menghiburnya? Apa yang dapat
membesarkan hatinya saat ini?” Mereka pun dilanda kesedihan.
Akhirnya Kripacharya, guru keluarga kerajaan, dapat menekan kesedihannya. Disekanya matanya yang basah, dengan ujung pakaiannya, lalu berkata kepada Arjuna, “Tuanku menghendaki kami mengatakan apa kepada anak ini? Kami tidak mampu mengatakan apa-apa. Hari ini Tuanku meninggalkan kerajaan yang Tuan peroleh. Setelah mencapai kemenangan yang dibayar dengan sungai darah, jutaan orang mengorbankan hidup, dan tuanku pun memperjuangkannya selama bertahun-tahun. Tuan belum memerintahnya selama seribu tahun, tidak, bahkan beberapa abad pun belum, atau bahkan belum genap tujuh puluh tahun. Siapa yang dapat mengatakan apa yang akan terjadi kelak? Tentu saja perbuatan tokoh-tokoh agung mempunyai tujuan yang mendalam. Maafkan kami; Tuanku adalah junjungan kami; Tuanku tahu yang terbaik.” Kripacharya berdiri dengan kepala tertunduk karena hatinya dibebani kesedihan.
Akhirnya Kripacharya, guru keluarga kerajaan, dapat menekan kesedihannya. Disekanya matanya yang basah, dengan ujung pakaiannya, lalu berkata kepada Arjuna, “Tuanku menghendaki kami mengatakan apa kepada anak ini? Kami tidak mampu mengatakan apa-apa. Hari ini Tuanku meninggalkan kerajaan yang Tuan peroleh. Setelah mencapai kemenangan yang dibayar dengan sungai darah, jutaan orang mengorbankan hidup, dan tuanku pun memperjuangkannya selama bertahun-tahun. Tuan belum memerintahnya selama seribu tahun, tidak, bahkan beberapa abad pun belum, atau bahkan belum genap tujuh puluh tahun. Siapa yang dapat mengatakan apa yang akan terjadi kelak? Tentu saja perbuatan tokoh-tokoh agung mempunyai tujuan yang mendalam. Maafkan kami; Tuanku adalah junjungan kami; Tuanku tahu yang terbaik.” Kripacharya berdiri dengan kepala tertunduk karena hatinya dibebani kesedihan.
BHAGAVATAM Part 13 : DINOBATKANNYA PARIKSHIT MENJADI RAJA
Dharmaraja
menghibur setiap orang dan menanamkan keberanian. Ia memberitahu mereka agar
tidak terbawa kesedihan. Ia tidak menitikan air mata; ia sibuk berjalan kian
kemari dengan tabah, memberi petunjuk-petunjuk kepada setiap orang dan
membangkitkan kekuatan batin. Hal ini membuat setiap orang mengagumi
pengendalian dirinya. Para menteri menemuinya dan berkata, “Maharaja,
ketenangan Paduka membuat kami kagum. Baginda amat menghormati ibu Paduka dan
memperlakukan Beliau bagaikan napas hidup Paduka sendiri. Bagaimana Paduka
dapat menerima kepergian Beliau tanpa merasa sedih?” Dharmaraja tersenyum
melihat kecemasan mereka. “Menteri, saya sangat iri bila memikirkan Ibunda yang telah wafat. Bunda benar-benar amat beruntung. Begitu mendengar
bahwa Sri Krishna pergi ke Surga, segera Bunda meninggalkan dunia ini. Ibunda
langsung menyusul Krishna ke surga karena tidak dapat menanggung pedihnya
perpisahan dengan Beliau,” kata Dharmaraja.
BHAGAVATAM Part 12 : KEMATIAN IBU DEWI KUNTI DAN DIMULAINYA JAMAN KALI
Bhima berkata, “ketika di istana Dhritarastra Krishna ditanya oleh Duryodhana,
Dussasana, dan lain-lainnya, mengapa Beliau menjadi penengah dalam pertengkaran
keluarga antara Kaurawa serta Pandawa dan lebih menyayangi pihak yang satu
daripada pihak yang lain seakan-akan Pandawa merupakan kerabat yang lebih dekat
dengan Beliau daripada Kaurawa, apakah jawaban Sri Krishna. Sekarang
berusahalah mengingat jawaban itu. Bayangkanlah kejadian itu di hadapan
Kakanda, Beliau berjalan hilir mudik seperti anak singa dan mengaum, “Apa yang
Anda katakan? Apakah Kaurawa sama dekatnya kepada saya, seperti Pandawa? Tidak,
mereka tidak akan pernah berada pada tingkat yang sama. Dengar akan saya
beritahukan kepada kalian pertalian keluarga yang mengikat saya pada Pandawa;
untuk badan saya ini, Dharmaraja dapat diibaratkan dengan kepala, Arjuna dapat
iibaratkan dengan bahu dan kedua tangan; Bhima seperti tubuh; Nakula dan
Sahadewa ibarat kedua kaki. Bagi badan yang tersusun seperti itu, Krishna
adalah jantungnya. Anggota tubuh bergerak dengan kekuatan jantung; tanpa jantung
mereka tidak bernyawa.”
“Apakah arti pernyataan ini bagi kita? Itu berarti kita Pandawa tidak akan hidup karena jantungnya tidak berfungsi lagi. Kita akan menghadapi kehancuran. Bhagawan yang merupakan pengejawantahan waktu berusaha melebur kita ke dalam Beliau. Kita harus siap menjawab panggilan Beliau.”
“Apakah arti pernyataan ini bagi kita? Itu berarti kita Pandawa tidak akan hidup karena jantungnya tidak berfungsi lagi. Kita akan menghadapi kehancuran. Bhagawan yang merupakan pengejawantahan waktu berusaha melebur kita ke dalam Beliau. Kita harus siap menjawab panggilan Beliau.”
Kamis, 06 Desember 2012
BHAGAVATAM Part 11 : AMANAT SRI KRISHNA UNTUK ARJUNA.
Mendengar perkataan
Arjuna, Dharmaraja yang tenggelam dalam renungan dan sedang mengingat-ingat
pertolongan, rahmat, kasih serta simpati yang telah mereka peroleh dari Sri
Krishna, tiba-tiba menegakkan kepalanya dan bertanya, "Arjuna? Apa yang
Adinda katakan! Malapetaka apa yang Dinda alami di jalan? Ceritakan
selengkapnya kepada kami Adik terkasih!", dan perlahan-lahan diangkatnya dagu Arjuna ketika menanyakan hal itu. Arjuna
menatap wajah kakaknya sambil berkata, "Kakanda, segala keahlian dan kemampuan saya telah meninggalkan saya bersama dengan Sri Krishna. Sekarang
saya tidak memiliki kesaktian apa-apa, tidak mampu berprestasi lagi, lebih lemah
daripada yang paling lemah, sungguh, saya tidak memiliki daya hidup lagi."
"Kakanda, dengarlah. Orang yang amat sial ini tidak mendapat kesempatan mendampingi Bhagawan Waasudewa ketika Beliau mangkat ke akhirat walaupun pada waktu itu Beliau berada di Dwaraka. Saya belum memperoleh cukup pahala untuk mendapatkan kesempatan itu. Saya tidak dapat memperoleh darsan ayah surgawi kita sebelum beliau pergi. Setelah itu, Daruka, kusir Beliau, menyampaikan kepada saya amanat yang telah Beliau berikan untuk saya ketika akan berpulang. Dalam amanat itu Beliau menulis sendiri sebagai berikut."
"Kakanda, dengarlah. Orang yang amat sial ini tidak mendapat kesempatan mendampingi Bhagawan Waasudewa ketika Beliau mangkat ke akhirat walaupun pada waktu itu Beliau berada di Dwaraka. Saya belum memperoleh cukup pahala untuk mendapatkan kesempatan itu. Saya tidak dapat memperoleh darsan ayah surgawi kita sebelum beliau pergi. Setelah itu, Daruka, kusir Beliau, menyampaikan kepada saya amanat yang telah Beliau berikan untuk saya ketika akan berpulang. Dalam amanat itu Beliau menulis sendiri sebagai berikut."
BHAGAVATAM Part 10 : MISTERI DAN LEELA SRI KRISHNA
Bhima
berhasil mengumpulkan keberanian. Katanya, “Kakanda, berilah saya izin, maka
saya akan segera pergi ke Dwaraka lalu kembali lagi dengan cepat. Saya akan
membawa informasi selengkapnya tentang segala yang telah terjadi untuk
melenyapkan rasa takut Kakanda.” Pada waktu Bhima berlutut memohon izin,
matahari terbenam dan pelita mulai berkelip kelip di berbagai tempat
memancarkan cahayanya yang temaram.
Sementara itu seorang pengawal di gerbang utama berlari masuk memberitahukan bahwa Arjuna telah datang dan sedang menuju tempat kediaman raja. Setiap orang bangkit seakan-akan hidup lagi secara mendadak; mereka bergegas menemui Arjuna ingin sekali mendengar kabar dari Dwaraka. Arjuna masuk, muram, amat sedih dan putus asa, sedikitpun tiada kegembiraan yang tersirat pada roman mukanya. Tanpa menatap wajah saudara-saudaranya, ia bersujud di kaki Dharmaraja.
Sementara itu seorang pengawal di gerbang utama berlari masuk memberitahukan bahwa Arjuna telah datang dan sedang menuju tempat kediaman raja. Setiap orang bangkit seakan-akan hidup lagi secara mendadak; mereka bergegas menemui Arjuna ingin sekali mendengar kabar dari Dwaraka. Arjuna masuk, muram, amat sedih dan putus asa, sedikitpun tiada kegembiraan yang tersirat pada roman mukanya. Tanpa menatap wajah saudara-saudaranya, ia bersujud di kaki Dharmaraja.
BHAGAVATAM Part 9: KENAIKAN SRI KRISHNA
Dharmaraja
yang amat sedih atas kepergian paman dan bibinya, Dhritarastra dan Gandhari,
tertimpa penderitaan lain yang tidak tertahankan bagaikan jarum yang ditusukkan
di dalam kuku. Kemanapun berpaling, ia mulai melihat berbagai pertanda buruk
dalam kerajaannya. Ia melihat noda-noda kebohongan, kekejaman, dan
ketidakadilan dalam perbuatan orang-orang di sekitarnya. Pertanda buruk
menghadang setiap langkahnya dan mengacaukan pandangannya.
Akibatnya, ia dicekam kesedihan yang tidak dapat dijelaskan. Parasnya memucat dirongrong kekhawatiran. Ia selalu resah dan cemas. Adik-adiknya melihat hal ini dan karena mereka sendiri juga menjadi gelisah maka Bhima, Nakula dan Sahadewa menemui kakaknya yang tertua dan mengutarakan keinginan mereka untuk mengetahui penyebab kemurungannya yang aneh. Mereka berdiri di hadapannya dengan tangan tertangkup dan bertanya, “Raja dan junjungan! Dari hari ke hari kami lihat roman muka Kakanda makin suram; tampaknya Kakanda tenggelam dalam kesedihan yang tidak dapat diduga, tenggelam makin lama makin dalam dengan berlalunya waktu. Kakanda menjadi terlalu lemah untuk berdiri tegak. Jika ada diantara kami yang telah menyedihkan hati Kakanda, mohon beritahukan kepada kami; kami akan berhati-hati agar tidak mengulangnya lagi dan kami nohon agar diampuni. Jika semua kesedihan ini disebabkan oleh hal lain, Kakanda hanya perlu memberitahukannya kepada kami, kami bersedia korban jiwa untuk memperbaiki keadaan dan memulihkan ketenangan hati Kakanda. Bila Kakanda memiliki pahlawan-pahlawan yang patuh seperti kami untuk mengoreksi siapa saja yang bersalah betapapun tinggi kedudukannya dan betapapun besar kekuasaannya, tidak layaklah Kakanda bersedih hati. Beritahukanlah sebabnya kepada kami dan perintahkanlah apa yang harus kami perbuat.” Demikian mereka memohon.
Dharmaraja menjawab, “Apa yang dapat saya katakan kepada Adinda, adik-adikku terkasih? Dimana-mana saya melihat berbagai alamat buruk. Dari rumah penduduk biasa hingga ke pertapaan orang-orang suci dan kaum arif bijaksana, kemanapun saya melayangkan pandangan, saya hanya melihat hal-hal yang tidak baik, kesialan, kemalangan, dan tiadanya kegembiraan. Saya menghibur diri bahwa ini hanyalah akibat imaginasi saya yang kacau dan saya berusaha sekuat tenaga mengumpulkan keberanian serta kepercayaan pada diri sendiri. Saya tidak suka menjadi korban rasa takut saya sendiri. Tetapi saya tidak berhasil. Mengingat-ingat hal itu hanya membuat rasa takut saya makin bertambah.”
Kesedihan saya menjadi lebih parah karena saya juga melihat beberapa kejadian yang bertentangan dengan moralitas dan dahma yang telah ditetapkan. Hal ini tidak hanya saya saksikan sendiri, sidang pengadilan di kerajaan in pun telah menerima berbagai permohonan dan tuntutan berkenaan dengan kejahatan, ketidakadilan, kebengisan, dan pelanggaran yang membuat saya amat sedih.”
Akibatnya, ia dicekam kesedihan yang tidak dapat dijelaskan. Parasnya memucat dirongrong kekhawatiran. Ia selalu resah dan cemas. Adik-adiknya melihat hal ini dan karena mereka sendiri juga menjadi gelisah maka Bhima, Nakula dan Sahadewa menemui kakaknya yang tertua dan mengutarakan keinginan mereka untuk mengetahui penyebab kemurungannya yang aneh. Mereka berdiri di hadapannya dengan tangan tertangkup dan bertanya, “Raja dan junjungan! Dari hari ke hari kami lihat roman muka Kakanda makin suram; tampaknya Kakanda tenggelam dalam kesedihan yang tidak dapat diduga, tenggelam makin lama makin dalam dengan berlalunya waktu. Kakanda menjadi terlalu lemah untuk berdiri tegak. Jika ada diantara kami yang telah menyedihkan hati Kakanda, mohon beritahukan kepada kami; kami akan berhati-hati agar tidak mengulangnya lagi dan kami nohon agar diampuni. Jika semua kesedihan ini disebabkan oleh hal lain, Kakanda hanya perlu memberitahukannya kepada kami, kami bersedia korban jiwa untuk memperbaiki keadaan dan memulihkan ketenangan hati Kakanda. Bila Kakanda memiliki pahlawan-pahlawan yang patuh seperti kami untuk mengoreksi siapa saja yang bersalah betapapun tinggi kedudukannya dan betapapun besar kekuasaannya, tidak layaklah Kakanda bersedih hati. Beritahukanlah sebabnya kepada kami dan perintahkanlah apa yang harus kami perbuat.” Demikian mereka memohon.
Dharmaraja menjawab, “Apa yang dapat saya katakan kepada Adinda, adik-adikku terkasih? Dimana-mana saya melihat berbagai alamat buruk. Dari rumah penduduk biasa hingga ke pertapaan orang-orang suci dan kaum arif bijaksana, kemanapun saya melayangkan pandangan, saya hanya melihat hal-hal yang tidak baik, kesialan, kemalangan, dan tiadanya kegembiraan. Saya menghibur diri bahwa ini hanyalah akibat imaginasi saya yang kacau dan saya berusaha sekuat tenaga mengumpulkan keberanian serta kepercayaan pada diri sendiri. Saya tidak suka menjadi korban rasa takut saya sendiri. Tetapi saya tidak berhasil. Mengingat-ingat hal itu hanya membuat rasa takut saya makin bertambah.”
Kesedihan saya menjadi lebih parah karena saya juga melihat beberapa kejadian yang bertentangan dengan moralitas dan dahma yang telah ditetapkan. Hal ini tidak hanya saya saksikan sendiri, sidang pengadilan di kerajaan in pun telah menerima berbagai permohonan dan tuntutan berkenaan dengan kejahatan, ketidakadilan, kebengisan, dan pelanggaran yang membuat saya amat sedih.”
BHAGAVATAM Part 8: MENINGGALNYA DHRITARASTRA
Sementara itu di
Hastinapura begitu matahari terbit, Dharmaraja bangun, menyelesaikan ritual
pembersihan diri, lalu melakukan upacara pemujaan pada api keluarga. Ia
memberikan sedekah harian kepada orang-orang miskin seperti biasanya. Setelah
itu ia berjalan ke istana Dhritarastra, kakak ayahnya, seperti biasa, karena ia
tidak pernah memulai tugas harian tanpa terlebih dahulu bersujud di kaki
pamannya.
Ia tidak menemukan raja dan ratu dalam kamar mereka, maka ia menunggu sebentar dengan harapan mereka akan kembali ke kamar itu. Sambil menanti kedatangan mereka dengan cemas, ia juga mencari mereka di berbagai tempat. Merkipun demikian, ia mendapati bahwa tempat tidur emreka masih rapi, pada bantal-bantalnya tidak ada bekas yang menunjukkan bahwa alas kepala itu sudah digunakan, perabot kamar juga tampak tidak berubah. Mula-mula ia mengira bahwa mungkin ada yang mengatur dan merapikan kembali kamar itu setelah digunakan, tetapi tidak. Ia dicekam rasa takut bahwa mereka telah pergi meninggalkannya, maka ia bergegas menuju ke kamar Widura untuk mendapati bahwa paman inipun telah raib, tempat tidurnya tidak digunakan.
Ia tidak menemukan raja dan ratu dalam kamar mereka, maka ia menunggu sebentar dengan harapan mereka akan kembali ke kamar itu. Sambil menanti kedatangan mereka dengan cemas, ia juga mencari mereka di berbagai tempat. Merkipun demikian, ia mendapati bahwa tempat tidur emreka masih rapi, pada bantal-bantalnya tidak ada bekas yang menunjukkan bahwa alas kepala itu sudah digunakan, perabot kamar juga tampak tidak berubah. Mula-mula ia mengira bahwa mungkin ada yang mengatur dan merapikan kembali kamar itu setelah digunakan, tetapi tidak. Ia dicekam rasa takut bahwa mereka telah pergi meninggalkannya, maka ia bergegas menuju ke kamar Widura untuk mendapati bahwa paman inipun telah raib, tempat tidurnya tidak digunakan.
BHAGAVATAM Part 7: NASEHAT VIDHURA KEPADA DHRITARASTRA Part 2
Widura melanjutkan
peringatannya kepada Dhritarashtra, “kakanda telah mencapai usia selanjut ini,
tetapi tetap saja kakanda menempuh hidup seperti anjing tanpa merasa malu atau
ragu. Mungkin Kakanda tidak merasa malu mengenai hal itu, tetapi saya malu.
Cih, tidak tahu malu! Cara kanda melewatkan hari-hari Kanda lebih jelek
daripada burung gagak.”
Dhritarashtra tidak dapat menahannya lagi. Ia berseru, “Oh, cukup, cukup. Berhentilah. Adinda menyiksa saya sampai mati. Ini bukanlah kata-kata yang layak dikemukakan di antara saudara sendiri. Mendengar ucapan Adinda, saya merasa Adinda bukan Widura adik saya. Ia tidak akan menegur saya demikian kejam. Sekarang saya tinggal dengan Dharmaraja, apakah ia orang yang tidak dikenal? Apakah saya berlindung pada orang asing? Apa yang Adinda katakan ini? Mengapa begitu kasar? Dharmaraja merawat saya dengan kasih sayang dan perhatian besar, bagaimana Adinda dapat menyatakan saya menempuh hidup seperti seekor anjing atau gagak? Berdosalah bila Adinda memiliki gagasan semacam itu. Memang nasib saya begini, itu saja.” Dhritarashta menunduk dan mengeluh.
Dhritarashtra tidak dapat menahannya lagi. Ia berseru, “Oh, cukup, cukup. Berhentilah. Adinda menyiksa saya sampai mati. Ini bukanlah kata-kata yang layak dikemukakan di antara saudara sendiri. Mendengar ucapan Adinda, saya merasa Adinda bukan Widura adik saya. Ia tidak akan menegur saya demikian kejam. Sekarang saya tinggal dengan Dharmaraja, apakah ia orang yang tidak dikenal? Apakah saya berlindung pada orang asing? Apa yang Adinda katakan ini? Mengapa begitu kasar? Dharmaraja merawat saya dengan kasih sayang dan perhatian besar, bagaimana Adinda dapat menyatakan saya menempuh hidup seperti seekor anjing atau gagak? Berdosalah bila Adinda memiliki gagasan semacam itu. Memang nasib saya begini, itu saja.” Dhritarashta menunduk dan mengeluh.
BHAGAVATAM Part 6: NASEHAT VIDURA
Di dalam istana
Widura menanyakan kesejahteraan setiap sanak saudaranya. Kemudian Kunti Dewi,
ibu suri, masuk dan memandangnya dengan rasa sayang sambil berkata, “Akhirnya
kami dapat melihat anda, oh Widura!” Ia tidak dapat berbicara lagi.
Setalah beberapa waktu dilanjutkannya “Bagaimana anda dapat tinggal demikian lama di tempat yang jauh, mengabaikan anak-aak yang telah anda asuh dengan penuh kasih dan saya sendiri serta orang-orang lain yang demikian menghormati anda? Karena doa restu andalah, maka anak-anak saya sekarang menjadi penguasa negeri ini. Dimana mereka akan berada kini seandainya dahulu anda tidak menyelamatkan mereka dalam berbagai keadaaan genting? Kami telah menjadi sasaran berbagai malapetaka, tetapi bencana yang terbesar adalah kepergian anda jauh dari kami. Itulah yang paling mempengaruhi kami. Bahkan kami sudah tidak mempunyai harapan untk bisa melihat anda lagi. Kini hati kami bersemi kembali. Harapan dan hasrat yang dicerai berikan oleh keputusasaan telah terhimpun kembali. Hari ini sempurnalah kegembiraan kami. Oh, alangkah membahagiakanya hari ini!” Kunti duduk sebentar menyeka air matanya.
Widura memegang tangan Kunti, tetapi tidak dapat menahan air matanya sendiri. Ia mengenang kembali berbagai peristiwa masa lalu dalam kelompok Pandawa dan Kaurawa. Katanya, “Ibu Kunti Dewi, siapa yang dapat mengalahkan ketentuan nasib? Apa yang harus terjadi pasti terjadi. Perbuatan baik dan buruk yang dilakukan manusia harus menghasilkan kebaikan dan keburukan. Bagaimana manusia dapat dikatakan bebas bila ia terikat oleh hukum sebab dan akibat ini? Ia merupakan boneka di tangan hukum ini, talinya ditarik, maka ia bergerak. Rasa suka tak suka kita tidak ada artinya. Segala sesuatu adalah kehendak Tuhan, rahmat-Nya.” Ketika Widura memaparkan kebenaran spiritual mendasar yang menguasai kehidupan manusia, Pandawa bersaudara : Dharmaraja, Bhima, Nakula, dan Sahadewa duduk di dekatnya, mendengarkan dengan penuh perhatian.
Akhirnya Kunti menegakkan kepalanya dan berkata, “Dengan restu Anda kami menang perang, tetapi kami tidak mampu menyelamatkan hidup para putra Draupadi dan putra Subhadra. Kemalangan benar-benar membayangi kami. Tentu saja seperti yang Anda katakan, tidak seorangpun dapat menghindari nasibnya. Yah, biarlah yang telah lalu kita lupakan. Tidak ada gunaya mencemaskan hal yang tidak dapat kita perbaiki lagi. Saya harus mengatakan bahwa kerinduan saya sudah sangat teringankan, pada akhirnya saya dapat menjumpai Anda. Dimanakah Anda selama ini? Ceritakanlah kepada kami.”
Setalah beberapa waktu dilanjutkannya “Bagaimana anda dapat tinggal demikian lama di tempat yang jauh, mengabaikan anak-aak yang telah anda asuh dengan penuh kasih dan saya sendiri serta orang-orang lain yang demikian menghormati anda? Karena doa restu andalah, maka anak-anak saya sekarang menjadi penguasa negeri ini. Dimana mereka akan berada kini seandainya dahulu anda tidak menyelamatkan mereka dalam berbagai keadaaan genting? Kami telah menjadi sasaran berbagai malapetaka, tetapi bencana yang terbesar adalah kepergian anda jauh dari kami. Itulah yang paling mempengaruhi kami. Bahkan kami sudah tidak mempunyai harapan untk bisa melihat anda lagi. Kini hati kami bersemi kembali. Harapan dan hasrat yang dicerai berikan oleh keputusasaan telah terhimpun kembali. Hari ini sempurnalah kegembiraan kami. Oh, alangkah membahagiakanya hari ini!” Kunti duduk sebentar menyeka air matanya.
Widura memegang tangan Kunti, tetapi tidak dapat menahan air matanya sendiri. Ia mengenang kembali berbagai peristiwa masa lalu dalam kelompok Pandawa dan Kaurawa. Katanya, “Ibu Kunti Dewi, siapa yang dapat mengalahkan ketentuan nasib? Apa yang harus terjadi pasti terjadi. Perbuatan baik dan buruk yang dilakukan manusia harus menghasilkan kebaikan dan keburukan. Bagaimana manusia dapat dikatakan bebas bila ia terikat oleh hukum sebab dan akibat ini? Ia merupakan boneka di tangan hukum ini, talinya ditarik, maka ia bergerak. Rasa suka tak suka kita tidak ada artinya. Segala sesuatu adalah kehendak Tuhan, rahmat-Nya.” Ketika Widura memaparkan kebenaran spiritual mendasar yang menguasai kehidupan manusia, Pandawa bersaudara : Dharmaraja, Bhima, Nakula, dan Sahadewa duduk di dekatnya, mendengarkan dengan penuh perhatian.
Akhirnya Kunti menegakkan kepalanya dan berkata, “Dengan restu Anda kami menang perang, tetapi kami tidak mampu menyelamatkan hidup para putra Draupadi dan putra Subhadra. Kemalangan benar-benar membayangi kami. Tentu saja seperti yang Anda katakan, tidak seorangpun dapat menghindari nasibnya. Yah, biarlah yang telah lalu kita lupakan. Tidak ada gunaya mencemaskan hal yang tidak dapat kita perbaiki lagi. Saya harus mengatakan bahwa kerinduan saya sudah sangat teringankan, pada akhirnya saya dapat menjumpai Anda. Dimanakah Anda selama ini? Ceritakanlah kepada kami.”
BHAGAVATAM Part 5: YAJNA DAN KEDATANGAN VIDURA.
Dharmaraja menerima
nasihat Vaasudeva (Sri Krishna) dan restu Vyasa. Diutusnya saudara- saudaranya
beserta bala tentara untuk mengambil emas yang telah dibuang oleh para brahmin.
Mereka berangkat setelah menyucikan diri dengan makan hidangan yang telah
dipersembahkan kepada Tuhan. Mereka menemukan timbunan emas yang dahulu telah
dihadiahkan oleh Maharaja Marut kepada para pendeta pada penutupan upacara
pengurbanan. Emas itu telah dibuang oleh para pendeta di sepanjang sisi jalan
yang mereka lalui ketika pulang. Bala tentara Pandawa mengumpulkan emas ini dan
mengirimkannya dengan unta, gajah, kereta dan gerobak. Mereka memerlukan waktu
beberapa hari untuk sampai ke Hastinapura dengan seluruh muatan itu. Mereka
membongkar emas itu di tengah sambutan dan sorak-sorai rakyat.
Warga kerajaan mengagumi keberhasilan ekspedisi tersebut; mereka memuji-muji kemujuran Pandawa. Mereka menyambut para pangeran yang kembali ke kota membawa emas tersebut dengan berseru, “Jaya, jaya,” hingga suara mereka serak, sambil meloncat-loncat dan menari dengan sangat gembira. Mereka saling membicarakan kebesaran dan keindahan upacara pengurbanan yang akan diselenggarakan dengan emas tersebut.
Hari itu juga dimulailah persiapan untuk mendirikan altar upacara dan tambahan lain yang diperlukan di tepi Sungai Gangga. Wilayah suci itu luasnya beberapa kilometer persegi. Tanahnya diratakan dan dibersihkan. Panggung didirikan dan berbagai bangunan yang indah ditegakkan di wilayah yang luas itu. Serambi yang terpisah dan beranda juga ditambahkan.Hiasan aneka bendera serta karangan bunga memperelok bangunan tersebut.
Warga kerajaan mengagumi keberhasilan ekspedisi tersebut; mereka memuji-muji kemujuran Pandawa. Mereka menyambut para pangeran yang kembali ke kota membawa emas tersebut dengan berseru, “Jaya, jaya,” hingga suara mereka serak, sambil meloncat-loncat dan menari dengan sangat gembira. Mereka saling membicarakan kebesaran dan keindahan upacara pengurbanan yang akan diselenggarakan dengan emas tersebut.
Hari itu juga dimulailah persiapan untuk mendirikan altar upacara dan tambahan lain yang diperlukan di tepi Sungai Gangga. Wilayah suci itu luasnya beberapa kilometer persegi. Tanahnya diratakan dan dibersihkan. Panggung didirikan dan berbagai bangunan yang indah ditegakkan di wilayah yang luas itu. Serambi yang terpisah dan beranda juga ditambahkan.Hiasan aneka bendera serta karangan bunga memperelok bangunan tersebut.
BHAGAVATAM. Part 4 : YAJNA UNTUK MENEBUS DOSA
Upacara
pemberian nama sang pangeran menimbulkan kegembiraan yang besar pada warga
kerajaan, penghuni istana, dan anggota keluarga raja. Tetapi Yudhistira, sang
sulung diantara Pandawa bersaudara, merasa bahwa ia harus melakukan sesuatu
lebih dari itu; ia tidak merasa puas dengan sekadar pesta yang meriah. Sore itu
juga ia memanggil para sesepuh, cendikiawan, pendeta, para raja bawahannya, dan
tokoh-tokoh masyarakat agar datang menghadiri rapat; ia mohon agar Sri Krishna
memimpin pertemuan itu dan menganugerahkan kegembiraan kepada semuanya.
Maharesi Wyasa dan Resi Kripa juga hadir.
Yudhistira
datang ke ruang sidang, berdiri diam beberapa saat di hadapan hadirin, kemudian
bersujud di kaki Bhagawan Krishna dan Maharesi Wyasa. Setelah itu ia berpaling kepada
para raja, cendikiawan, dan tokoh-tokoh masyarakat sambil berkata, “Saya telah
berhasil mengalahkan musuh dengan pertolongan, kerja sama, dan doa restu Anda
sekalian, maupun dengan rahmat Bhagawan yang hadir disini, serta berkat restu
para resi dan kaum bijak yang telah menyemayamkan Bhagawan dalam hati mereka.
Dengan kemenangan ini kita dapat memperoleh kembali kerajaan kita yang hilang.
Juga dengan rahmat dan berkat ini cahaya harapan telah bersinar dalam hati kita
yang digelapkan oleh rasa putus asa memikirkan kelangsungan dinasti ini. Garis
keturunan Pandawa akan diteruskan oleh pangeran yang hari ini oleh Bhagawan
dinamai Parikshit.
Rabu, 05 Desember 2012
BHAGAVATAM Part 3: BOCAH PARIKSHIT DAN RAMALANNYA.
“Aduh!
Apakah akhirnya ia harus mengalami nasib yang tragis ini? Apakah ini merupakan
ganjaran bagi segala kebaikan yang kelak dilakukannya? Setelah menempuh hidup
yang bajik selama bertahun-tahun, dapatkan akibatnya tiba-tiba berubah menjadi
kematian yang malang ini? Ada dikatakan bahwa mereka yang mati tenggelam,
mereka yang menemui ajal karena jatuh dari pohon, dan mereka yang meninggal
karena digigit ular, tidak baik kehidupannya di akhirat kelak. Semua ini
dianggap ebagai kematian yang sial, mereka yang menemui ajalnya seperti itu
akan menjadi hantu dan akan menderita, demikian kata orang. Mengapa anak ini
harus mengakhiri hidupnya seperti itu? Oh, alangkah mengerikan. Oh, alangkah
tidak adilnya semua ini!” , ratap Yudhistira sambil menggigit bibirnya menahan
sedih.
BHAGAVATAM Part 2: KELAHIRAN SEORANG BHAGAVATA
Judul buku ; Pancaran Bhagavata
oleh ; Sathya Narayana Svami.
Maharaja Parikshit adalah putra Abimanyu yang telah mencapai surga para pahlawan. Ketika Parikshit masih berwujud janin yang tumbuh di rahim Uttara, ia melihat anak panah tajam yang dilepaskan oleh Aswathama meluncur ke arahnya. Senjata itu memancarkan percikan keganasan dan teror, siap membinasakannya, tetapi pada saat itu juga tampaklah tokoh yang cemerlang dan sangat mempesona bersenjatakan cakra yang dahsyat. Beliau menghancurkan panah maut itu menjadi seratus keping. Janin ninggrat itu diliputi kekaguman dan rasa terimakasih.
Ia memikirkan identitas penyelamatnya secara serius. “Siapakah Beliau? Pastilah Beliau juga tinggal dalam rahim ini bersamaku karena Beliau dapat melihat anak panah itu pada saat aku melihatnya! Tetapi Beliau demikian pemberani dan cekatan sehingga dapat menghancurkan panah itu sebelum mencapai aku. Apakah Beliau saudara kembarku? Bagaimana Beliau dapat membawa cakra itu? Bila Beliau dikaruniai cakra, mengapa aku tidak memilikinya? Tidak, Beliau bukan manusia biasa.” Demikianlah ia berdialog lama dengan dirinya sendiri.
SRIMAD BHAGAVATAM Part 1
sebutan Bhagavata dapat digunakan untuk setiap
kisah pengalaman orang-orang yang telah menjalin hubungan dengan Tuhan dan dengan
mereka yang saleh (Bhagawan dan bakta). Tuhan mengambil berbagai wujud dan
memerankan berbagai kegiatan. Nama Bhagavata diberikan pada uraian pengalaman
orang-orang yang telah menyadari Tuhan dalam aneka wujud tersebut dan juga pada
kisah pengalaman mereka yang telah memperoleh karunia Beliau serta terpilih
menjadi alat Beliau.
Karya agung yang terkenal ini (Bhagavata) dihormati oleh para ahli Weda. Kitab ini merupakan obat mujarab yang menyembuhkan berbagai penyakit fisik, mental, dan spiritual. Bhagavata sarat dengan kemanisan nektar dan bersinar dengan kecrmelangan serta keindahan Tuhan.
Karya agung yang terkenal ini (Bhagavata) dihormati oleh para ahli Weda. Kitab ini merupakan obat mujarab yang menyembuhkan berbagai penyakit fisik, mental, dan spiritual. Bhagavata sarat dengan kemanisan nektar dan bersinar dengan kecrmelangan serta keindahan Tuhan.
Selasa, 04 Desember 2012
Krishna Oh Krishna....
Menyambung tulisan saya
yang berjudul “Di ambang Kiamat 2012” dimana dalam satu bagian akhirnya saya
kutipkan pernyataan sekaligus rumus dari Tuhan Sri Krishna guna mendapati peta
pulang ke kerajaan Tuhan, maka hari ini saya akan mulai mengulas tentang Leela
atau permainan Ilahi beliau. Sesuatu yang seringkali menjadi perdebatan antara
mereka yang yakin dengan mereka yang menolak kenyataan bahwasannya Penguasa
semesta raya ini pernah mewujudkan diri-Nya di bhumi sebagai bocah penggembala sapi (yang
merupakan symbol dari jiwa jiwa mahluk hidup). Pemilihan Sri Krishna sebagai
media untuk memusatkan pikiran dalam menyambut datangnya hari kiamat ataupun
kematian bagi diri sendiri ini adalah karena Sri Krishna merupakan Poorna
Avatar atau Penjelmaan Tuhan ke dunia dengan menyertakan segala
kesempurnaan-Nya. Sehingga semua hal yang dilakukan-Nya di muka bhumi begitu
mengesankan untuk disimak. Segala keajaiban, kemewahan, cinta, dan pengampunan
yang terkadang begitu sulit untuk dimengerti oleh daya nalar manusia biasa
bahkan oleh para dewa setinggi dewa Brahma sekalipun. Hal ini dapat kita
temukan pada Kitab Brahma Samhita dimana setelah gagal menguji Sri Krishna
dalam wujud bocah kecil penggembala sapi, akhirnya dewa Brahma menyusun
syair-syair indah yang mengakui dan mengagungkan Sri Krishna sebagai
persoanalitas Tuhan Yang Maha Esa yang paling tinggi yang dipenuhi dengan
pengetahuan, kekekalan, dan kebahagiaan. Tuhan yang merupakan sumber dari
segala sebab, yang dikenal dengan nama Govinda.
Ishvara Parama Krishna //
Sat cit ananda Vigraha
Anadir adir Govinda //
Sarva karana karanam. (Brahma Samhita 5.1)
Demikian halnya dengan
pernyataan-pernyataan beliau sendiri yang menyatakan bahwa diantara beribu-ribu
orang, mungkin ada satu yang ingin mencapai kesempurnaan. Dan diantara mereka
yang sudah mencapai kesempurnaan, hampir tak satupun yang mengetahui tentang Diri-ku
dengan sebenarnya (B.G 7.3)
Orang yang sadar
kepada-Ku sepenuhnya, yang mengenal diri-Ku sebagai Yang Mahakuasa,sebagai
prinsip yang mengendalikan manifestasi material, Para dewa, dan segala cara
korban suci, dapat mengerti dan mengenal diri-Ku sebagai kepribadian Tuhan yang
Mahaesa, bahkan pada saatnya meninggal dunia sekalipun (B.G 7.30)
Baik para dewa maupun
Rsi-rsi yang mulia tidak mengenal asal mula maupun kehebatan-Ku. Sebab dalam
segala hal, Aku adalah sumber semua Dewa dan Rsi.(B.G 10.2)
Arjuna berkata “Engkau
adalah Kepribadian Tuhan YME, tempat tinggal tertinggi, Yang maha suci,
Kebenaran mutlak. Engkau adalah yang maha abadi, rohani, dan melampaui dunia
ini. Kepribadian yang asli, tidak dilahirkan dan Maha besar. Semua Rsi yang
mulia seperti Narada, Asita, Dewala, dan Vyasadewa membenarkan kenyataan ini
tentang Engkau, dan sekarang Engkau sendiri menyatakan hal demikian kepada
hamba (B.G 10.12-13)
Selanjutnya pernyataan
beliau dalam Bab 9.34 yang dipertegas kembali dengan bunyi sloka yang hampir
sama di Bab 18.65 menyiratkan agar kita sebagai anak-anak Beliau, senantiasa
berfikir tentang-Nya dan menjadi penyembah-Nya yang tekun karena inilah syarat
untuk bisa mencapai-Nya. Mengingat nama, rupa, leela, dan segala hal tentang
Tuhan yang bisa membangkitkan kerinduan kita untuk kembali ke tempat asal yakni
“Kerajaan Tuhan”. Oleh karena itu, marilah kita mulai Krishna Katta ini dengan
menjadi seorang pembaca dan pendengar yang tunduk hati sebagaimana Raja
Parishit melakukannya sebagai teladan bagi manusia jaman sekarang. Saya tidak
akan perduli, apakah anda termasuk orang yang mencintai Tuhan Sri Krishna
ataukah anda termasuk golongan yang sangat membenci Krishna? Tapi apapun itu,
hari ini saya ingin memberikan gambaran singkat tentang Leela atau Kegiatan
rohani beliau selama berada di bhumi yang seringkali menjadi bahan pertentangan
antara mereka yang mencitai dengan mereka yang membenci. Walaupun objek yang
mereka perdebatkan itu sama sekali tidak terpengaruh oleh kedua hal ini (Benci
atau Cinta) sebab bagi Krishna yang maha Kasih hanya ada satu slogan yakni
mencintai dan mengasihi karena semua dari kita adalah anak-anak beliau, entah kita
mengakui-Nya ataupun tidak. Lihatlah nasib si supala yang benci seumur hidup
dengan Krishna tapi karena dia selalu mengingat beliau, maka akhirnya ia juga
mencapai kaki padma Sri Krishna. Bagaimana dengan anda? Jangan mengambil
langkah setengah-setengah kalau mau mencintai maka cintailah sepenuh hati. Tapi
kalo mau membenci juga monggo saja tapi bencilah dengan sepenuh hati juga sehingga
tak ada waktu tersisapun untuk tidak memikirkan beliau.
Krishna Katta ini akan
dimulai dari sebuah kitab suci yang bernama Srimad Bhagavatam. Bhagavatam adalah salah
satu purana terbesar dari 18 purana utama. Bhagavatam sendiri mengandung inti
“Paropakarah punyaya, Papaya Para Pidanam” yang maksudnya adalah “Berbuat baik
kepada orang lain merupakan sebuah kebahagiaan sedangkan menyakiti atau
melakukan perbuatan yang menyebabkan penderitaan bagi orang lain adalah
merupakan dosa”. Kitab suci Srimad Bhagavatam menceritakan tentang kemuliaan
tertinggi Sri Hari (Tuhan Sri Krishna) dengan para bhakta-Nya. Misalnya hal-hal
yang berhubungan dengan penciptaan dan alam semesta, cerita tentang awatara,
tentang Narada, terutama Leela Sri Krishna. Bhagavatam ditulis oleh Vyasa dewa
setelah mendapat Ilham dari Dewa Brahma yang menceritakan hal tersebut,
kemudian Vyasa dewa menceritakan kembali kepada anaknya yakni Sukadewa Gosvami,
selanjutnya Sukadewa Gosvami menceritakan kembali kisah ini kepada Raja
Parikesit yang akan menemui ajalnya dalam waktu 7 hari setelah terkena kutukan
dari Tapasvin Srngi anak dari Rsi Samika. (Diriwayatkan bahwa pada waktu itu
Raja Parikshit sedang pergi berburu ke hutan dan ketika beliau kelelahan dan
haus, ia mencari sebuah asram, pada saat itu ia melihat seseorang dan masuk ke
Asram tersebut,
Parikeshit berteriak memanggil, namun tak seorangpun yang
menyahut. Ia melihat seorang Rsi sedang khusuk bersemadi. Sang raja berusaha
membangunkan sang Rsi dengan sapaannya, agar ia menyadari bahwa ada tamu yang
sedanga berkunjung ke dalam asramnya. Namun ketika usaha sang Raja seakan tidak
dihiraukan,dan dalam keadaan yang lapar serta haus itu, pengaruh buruk jaman
Kali meringsek masuk ke dalam pikiran sang raja. Ia merasa tersinggung karena
sebagai penguasa wilayah itu, ia sama sekali diabaikan oleh warganya. Pada saat
itu, Raja Parikeshit melihat seekor ular mati di tanah, ia mengambil bangkai
ular itu dengan tongkat lalu melilitkannya di leher sang Rsi, kemudian sang
raja pergi dengan kesalnya. Ketika Srngi datang, ia melihat penghinaan yang
ditujukan kepada ayahnya itu, maka dengan serta merta kemarahannya meluap lalu
melontarkan kutuk bahwasannya siapapun yang telah melakukan perbuatan tidak
baik itu dengan mengalungkan bangkai ular di leher ayahnya yang sedang
melakukan meditasi, maka ia harus mati dengan cara yang sama dengan digigit
ular dalam waktu 7 hari semenjak kutukan itu dikeluarkan. Srngi walaupun masih
anak-anak, tapi memiliki kekuatan yang sangat baik sebagai seorang Brahmin
kecil sehingga apapun yang dikatakannya akan menjadi kenyataan.
Ketika Rsi Samika
kembali kepada keadaan sadarnya setelah melakukan Meditasi yang mendalam, Ia
sangat terkejut mendengar penuturan anaknya yang telah melontarkan kutuk kepada
penguasa negeri sebab baginya kutukan itu akan menjadi sebuah bencana besar dan
berpengaruh kepada seluruh negeri. Sebab Parikeshit adalah seorang raja yang
baik dan ramah. Tetapi untuk satu tindakan yang dilakukan karena desakan emosi
karena rasa khilaf, seharusnya Srngi tidak boleh memperturutkan emosinya itu,
oleh karena itu Rsi Samika meminta anaknya untuk mencabut kutukan yang telah
dilontarkannya. Tetapi bagaimanapun senjata yang telah dilepaskan tidak bisa
ditarik kembali sebelum mendapatkan korban, oleh karena itu dengan sangat berat
hati akhirnya Rsi Samika menghadap Sang raja dan memberitahukan tentang kutuk
anaknya. Mendengar hal itu, Raja Parikeshit merasa sangat menyesal atas
tindakannya yang menuruti hawa nafsu lalu berpasrah menerima kutukan itu
sebagai sebuah anugrah, karena ia diberi kesempatan untuk mengetahui saat
ajalnya akan tiba sehingga ia bisa menyiapkan diri ataupun terlibat dalam
berbagai kegiatan suci sebelum meninggal.(Kisah lengkapnya bisa anda baca dalam
artikel Bhagavatam di bagian lain dari blog ini.)
Pada bab 11 dari kitab
Bhagavatam ini, kita akan mendapati uraian yang sangat bagus tentang leela Sri
Krishna selama berada di bhumi, yang mana gambaran singkatnya adalah sebagai
berikut.
Pada masa menjelang
berakhirnya Dwapara Yuga, keadaan bhumi (Ibu pertiwi) begitu memprihatinkan
sampai-sampai perwujudan dewi Bhumi pergi menghadap Dewa Brahma untuk meminta
bantuan agar ia dibantu untuk menahan beratnya beban yang ditimbulkan oleh
manusia yang berprilaku seperti raksasa di ketika itu (Tentu yang dimaksud ibu pertiwi
adalah para raksasa yang nantinya dibunuh oleh Sri Krishna, sekutu Kamsa, dan
juga gerombolan suku Kaurawa). Kita bisa menjadikan hal ini sebagai bandingan
bahwasannya pada masa Dwapara yuga yang jumlah manusianya tidak terlalu banyak
dibandingkan sekarang, yang mana tingkat kejahatannya juga tidak sejahat
manusia sekarang, yang mana kadar orang baik juga masih berimbang 50:50 dengan
manusia yang memiliki sifat tidak baik, Ibu Pertiwi sudah merasakan beban yang
sangat berat karena dihuni golongan manusia dengan prilaku durjana demikian. Jadi
bisa dibayangkan bagaimana keadaan ibu pertiwi sekarang yang harus menopang
manusia yang jumlahnya kian meningkat namun dengan ahlak dan moralitas yang
semakin merosot sebagaimana jaman Dwapara yuga dimana banyak mahluk yang
memakai badan manusia tetapi sifat yang menghuni di dalamnya adalah iblis dan
setan neraka.(bukankah sifat raksasa atau iblis neraka adalah tidak pernah
merasa puas sebagaimana keserakahan yang ditunjukkan manusia modern sekarang
ini, sifat raksasa lainnya adalah selalu ingin menang sendiri, berkata kata
kasar, culas, tidak tau sopan santun, pelahap segala, suka berkelahi dan bila
perlu sampai membunuh bangsanya sendiri, bersetubuh dengan anggota keluarga sendiri,
dan lain-lain yang kesemua ciri itu juga dilakoni oleh beberapa manusia modern
Kali yuga ini. Jadi jika akhirnya bermunculan aneka bencana seperti Gempa dan
Tsunami, lumpur lapindo, Bom teroris, Tanah longsor, dll tentu hal ini merupakan
hal yang wajar sebagai peringatan dari ibu kita yang bernama Pertiwi, karena
kita telah mengeksploitasi badan beliau dengan sangat tidak manusiawi hanya
demi keuntungan material semata. Namun jika tanda-tanda kecil ini juga
terabaikan oleh kemunafikan dan keserakahan manusia, maka Tindakan penyelamatan
oleh sang Bapak akan dilakukan. Entah beliau akan melakukannya sendiri
sebagaimana ketika beliau mewujudkan dirinya sebagai awatara ataukah hanya
mempergunakan alat dan hukum yang telah ditetapkannya yakni gabungan bencana
untuk membersihkan dan menyaring manusia. Bencana yang dilabel dengan nama
Kiamat.
Kembali kepada topic bahasan
tentang Leela Sri Krishna, setelah Ibu pertiwi menghadap dewa Brahma, kemudian
dewa Brahma mengajak Ibu Pertiwi dan semua dewa dan para rsi lainnya untuk
membahas persoalan itu, dan yang mana akhirnya disepakati bahwa mereka harus
segera menghadap Sri Vishnu yang memang memiliki tugas sebagai pengendali dan
pemelihara semesta raya. Pada waktu itu dalam kumpulan para dewa dan para Rsi
juga mahluk-mahluk sorgawi lainnya yang bertandang ke kediaman Sri Vishnu di
Vaikuntha loka, Sri Vishnu berjanji bahwa Ia sendiri yang akan muncul di bhumi
guna menegakkan kembali prinsip-prinsip dharma atau kebenaran yang telah
disimpangkan, guna melindungi para sadhu atau orang suci yang taat akan agama,
guna menghancurkan kejahatan, sekaligus melindungi ajaran ketuhanan Veda. Maka demikianlah
sesuai janji beliau, Sri Vishnu atau Narayana yang adalah Sri Krishna muncul di
bhumi sebagai putra Devaki dan Vasudeva pada bulan Sravana, Tithi-Astami, Bintang
Rohini, Krsna Paksa. Sri Krishna muncul di dalam penjara kerajaan Kamsa karena
pasangan suami istri yang dipakai alat sebagai orang tua Sri Krishna di Bhumi
sedang dipenjarakan lantaran raja Kamsa mendengar suara dari langit bahwa anak
kedelapan dari Devaki dengan Vasudeva yang akan menjadi malaikat pencabut nyawa
bagi dirinya. Kamsa begitu ketakutan menghadapi kematiannya sehingga ia harus
memastikan bahwa anak dari Devaki dengan Vasudeva yang walaupun masih merupakan
adiknya sendiri harus dibunuh saat lahir. Namun siapa dari kita yang bisa
mengerti apalagi berusaha menghalangi rencana Ilahi? Sri Krishna yang muncul
tiba-tiba di dalam sebuah keranjang kecil di samping Ibu Devaki menampakkan
dirinya sebagai Narayana berlengan empat dengan segala kemuliaan-Nya lalu
menyuruh Vasudeva membawa diri-Nya (Krishna yang masih bayi) ke Repalle Gokul. Berbagai
keajaibanpun terjadi pada waktu itu, dimana para penjaga penjara menjadi
terlelap tidurnya lalu rantai yang mengikat mereka dan juga pintu sel penjara
menjadi terbuka, selanjutnya ketika ingin menyebrangi sungai yang lagi meluap
karena banjir, tiba-tiba seekor ular besar berkepala seribu muncul untuk
menaungi Krishna yang masih bayi agar tidak kehujanan dan juga tidak terseret
arus sungai yang deras. (bagi manusia modern yang kebanyakan nonton film
misteri, pasti akan sangat menyangsikan peristiwa ini dengan cibiran sinis “Ah
engga’ mungkin! Memangnya sinetron” padahal jika mereka mau jujur mengakui
bahwa walaupun jaman telah banyak berubah namun hal-hal di luar daya nalar dan
logika manusia nyatanya masih sering terjadi. Sesuatu yang rasanya tidak
mungkin bagi otak manusia dengan segala keterbatasannya namun nyata tanpa bisa
dinalar. Misalnya bagaimana si David Coverfield bisa terbang tanpa sayap, lalu
bagaimana mungkin manusia bisa berubah menjadi monyet atau api ketika
menyaksikan ‘Leak bali’ trus bagaimana serabut kelapa atau benda-benda aneh
lainnya bisa nyangkut dalam tubuh orang karena teluh. Memangnya bisa
dijelaskan dengan teknologi. Tentu sulit
sekali. Maka demikianlah jika di jaman sekarang saja kenyataan itu masih bisa
terjadi maka India sebagai gudangnya para Yogi dan kekuatan mistik tentu sangat
masuk akal jika terjadi hal-hal ajaib seperti ketika kemunculan Sri Krishna. Jadi
bukan sekedar cerita khayal manusia. That was history NOT ONLY STORY.
So! Setelah
peristiwa dipindahkannya Krishna bayi dari penjara Krishna, dan setelah
kembalinya Vasudeva dari repalle, segala sesuatunya tampak seperti sedia kala
hanya saja, sampai pada saat dimana bayi perempuan yang dipakai untuk menukar
Krishna, tiba-tiba menangis melengking membangunkan para penjaga penjara yang
kemudian memberitahu tentang kelahiran anak Devaki yang kedelapan. Bayi perempuan
itu yang sebenarnya adalah perwujudan Narayani, segera menampakkan diri setelah
dicoba untuk dibunuh oleh Kamsa. Narayani memberitahukan kamsa bahwa malaikat
kecil pencabut nyawanya telah dipindahkan ke suatu tempat yang aman dan siap
untuk memenuhi tugas-Nya. Dari ini rasa panic dan ketakutan Kamsa terus menjadi
jadi sehingga ia mengutus berbagai raksasa suruhannya untuk menghabisi semua
bayi yang baru lahir di kerajaannya.
Inilah beberapa Leela
atau permainan Ilahi Sri Krishna yang pernah ditunjukkan kepada umat manusia
beserta makna dan kasih beliau.:
1.
Krishna membunuh raksasi
Putana yang menyamar sebagai seorang ibu muda yang ingin menimang dan menyusui
Sri Krishna dengan air susu beracun yang telah dibubuhkan dalam susunya. Sri
Krishna yang murah hati mengabulkan keinginannya itu dengan menjadi anaknya
tetapi karena air susunya beracun dan diniatkan dengan tidak baik, maka Sri
Krishna bukan saja menyusu tetapi juga menghisap sari kehidupan raksasi itu
sampai mati. Bilamanakah sejarah masa lalu Putana di kehidupan terdahulu sampai
menerima karunia demikian ? Putana dalam kehidupan sebelumnya adalah Ratnavali,
puteri dari Maharaja Bali. Saat Sri Krishna muncul di bhumi ini beberapa tahun
sebelumnya sebagai seorang Brahmana cebol yang bernama Vamana. Untuk membatasi
kekuasaan Maharaja Bali yang telah mengambil hampir seluruh wilayah bhumi
sebagai kekuasaannya, Tuhan Sri Krishna muncul sebagai Brahmana cebol yang
meminta tanah seluas 3 jengkal kaki-Nya. Pada waktu Sri Vamana menghadap Maharaja
Bali, Ratnavali begitu terpesona melihat aura kedewataan sang Brahmana cebol
sehingga ia berfikir bahwa “alangkah menyenangkannya jika ia berkesempatan
menjadi ibu bagi anak seperti itu.” Tetapi saat Vamana bertrivikarma menjadi
personalitas yang sangat besar lalu menginjakkan langkah kaki-Nya yang ketiga
di kepala bapaknya dan menekannya sampai di planet neraka, Ratnavali dipenuhi
dengan keinginan untuk membunuh Vamana. Maka begitulah untuk mengabulkan kedua
keinginannya itu, maka pada penjelmaan-Nya sebagai Sri Krishna ia memberikan
kesempatan kepada Putana (Ratnavali) untuk menimangnya sebagai anak dan juga
kesempatan untuk mencoba membunuh-Nya. Walaupun ia sendiri yang akhirnya
terbunuh.
2. Krishna mengangkat bukit
Govardana. Pada waktu itu ada tradisi tahunan bagi penduduk desa Repalle untuk melakukan
persembahan kepada Dewa Indra guna mendapatkan hujan. Karena sebagaimana kita
ketahui bahwa dalam administrasi ketuhanan, Dewa Indra adalah seperti menteri yang
diberikan kewenangan untuk mengatur curah hujan bagi kesejahteraan umat
manusia. Namun sayang bahwasannya dewa Indrapun telah takabur menganggap bahwa
kekuasaannya itu adalah bersumber dari dirinya sendiri, sehingga untuk
menyadarkan hal ini, Sri Krishna menganjurkan penduduk desa agar menghentikan tradisi tahunan tersebut dan sebagai
gantinya, Sri Krishna meminta agar dilakukan pemujaan kepada Bukit Govardana
yang telah menyimpan air hujan lalu memberikan kesuburan bagi penduduk desa
itu. Melihat kenyataan itu, dewa Indra sangat murka lalu menurunkan hujan badai
yang sangat lebat di daerah Gokul selama 7 hari 7 malam. Untuk melindungi
penduduk Repalle (Gokula) inilah akhirnya Sri Krishna mengangkat bukit
Govardana sebagai tempat bagi para penduduk dan binatang piaraan mereka
berteduh dari keganasan hujan badai yang dikirim oleh dewa Indra. Peristiwa ini
berlangsung selama 7 hari dimana Sri Krishna menopang bukit Govardana hanya
dengan jari kelingking-Nya. Sehingga membuat dewa Indra menyadari bahwa yang
sedang dihadapinya adalah Tuhan Yang Maha Kuasa, sehingga ia berlutut dan
memohon ampunan-Nya.mungkin ada sedikit pertanyaan yang mengganjal, kenapa
Tuhan Sri Krishna tidak menghentikan hujannya saja. Ini dikarenakan bahwa Tuhan
tidak selayaknya melawan hokum alam. Ketika bencana terjadi, Tuhan akan
melindungi para penyembah-Nya dan memberikan kekuatan untuk bertahan tetapi
bukan untuk mencegah bencana itu. Di lain sisi, kegiatan Sri Krishna ini juga
sangat berkaitan dengan sejarah bukit Govardana dimaksud. Diriwayatkan bahwa pada
jaman Dvapara ketika Tuhan Sri Krishna muncul sebagai Sri Rama pada waktu akan
membuat jembatan ke Alengkapura guna menyelamatkan Dewi Sita, Bukit Govardhana
menjadi salah satu bukit yang dipilih untuk dilempar ke dalam laut guna membuat
jembatan penghubung antara India dan Sri langka. Namun ketika bukit yang
istimewa itu telah dicabut dan siap dibawa ke lautan, ada instruksi bahwa
jembatan sudah selesai dikerjakan. Hal itu otomatis menghalangi kesempatan sang
bukit untuk mengabdikan dirinya bagi kegiatan Tuhan Sri Rama. Bukit itu menjadi
kehilangan daya dan semangat hidup, semua pepohonan diatasnya seakan mau mati
karenanya. Mendengar hal ini akhirnya Sri Rama berjanji bahwa pada saat kedatangan-Nya
kembali ke bhumi, Ia akan menyertakan bukit itu dalam kegiatan Ilahi-Nya. Dan begitulah
demi menepati janji yang telah diucapkannya, maka Sri Rama yang telah muncul
kembali dalam diri Tuhan Sri Krishna mempergunakan bukit Govardhana untuk
menyadarkan keangkuhan Dewa Indra. Perlu dicatat juga disini bahwasannya
pemujaan kepada para dewa bukanlah DILARANG oleh Tuhan Sri Krishna, yang mana
biasanya para penyembah mempergunakan kisah ini sebagai acuan. Tuhan Sri
Krishna melarang penduduk memuja dewa Indra karena pada waktu itu dewa Indra
telah takabur menganggap bahwa kekuatan dan kekuasaannya untuk menurunkan hujan
berasal dari dirinya sendiri, padahal itu semua berasal dari daya dan kemampuan
yang dianugrahkan oleh Tuhan Sri Krishna. Dari kisah ini juga diharapkan agar
manusia bisa melihat kejelasan bahwa sumber segala penyebab di dunia ini adalah
Tuhan sedangkan para dewa hanyalah mentri-mentri yang diperbantukan untuk
mengurus masalah dimaksud. Sebab jika Tuhan Sri Krishna benar-benar melarang
pemujaan kepada para dewa maka ayat 11 dan 12 dari bab III Bhagavad Gita tentu
tidak akan bermakna. Walaupun di bab selanjutnya Tuhan Sri Krishna memberikan
stressing bahwasannya manusia harus lebih menyerahkan diri kepada beliau
sehingga secara otomatis kebutuhannya akan dipenuhi.
3.
Sri Krishna sangat dekat
dengan para gopi, seakan-akan Sri Krishna adalah sosok anak kecil yang akan
tumbuh menjadi pemuda playboy. Masa kecil Sri Krishna memang tidak pernah bisa
dipisahkan dengan gelak tawa riang para gopi didekatnya. Kebahagiaan itu
diciptakan oleh Tuhan Sri Krishna hanyalah untuk menjawab do’a dari para
bhakta-Nya. Para gopi itu dalam kelahiran mereka sebelumnya adalah para Rsi
pada masa Krta Yuga yang hanya memperoleh kesempatan dharsan dari Tuhan. Dan hal
ini kurang memuaskan mereka. Pada masa Treta Yuga ketika Tuhan muncul sebagai
Sri Rama, para Rsi ini rela dilahirkan sebagai pasukan kera agar dapat
menikmati dharsan (Penampakan) dan juga Sambhasan (Wejangan) langsung dari
Tuhan. Selanjutnya pada masa Dvapara yuga ketika Tuhan muncul dalam wujud Sri
Krishna, merekapun kembali mengikuti beliau dengan terlahir sebagai para gopi
dan gopa penggembala sapi di Vrndavan hanya agar mendapat kesempatan lebih
untuk menikmati Dharsan,(Penglihatan-tatapan langsung) Shambasan (Wejangan),
dan Sparsan (bersentuhan serta bercakap-cakap dengan Tuhan secara langsung)
sebab di dalam loka-loka yang lain, kesempatan seperti itu sangat sulit untuk
dicapai.
4. Krishna membunuh tukang
cuci kerajaan. Hal ini bukanlah tanpa alasan mendasar sebab Krishna bukanlah
seorang pembunuh. Pada waktu Krishna dan Balarama meneruskan perjalanan ke
kerajaan Kamsa, mereka melihat tukang cuci kerajaan membawa sebundelan jubah
kerajaan. Krsna merampas buntelan itu lalu memberikannya satu kepada Balarama
untuk dipakai. Tukang cuci tersebut menjadi marah lalu mengajak bertengkar. Lalu
Sri Krishna menampar pipi tukang cuci tersebut yang menyebabkan kematiannya. Balarama
tidak mengerti akan hal itu lalu meminta penjelasan dari Krishna. Sri Krishna
menjawab bahwa ia telah membunuh tukang cuci tersebut karena ia memang ingin
mati ditangan-Nya. Pada kelahirannya terdahulu, pada masa Treta Yuga, Tukang cuci
itu adalah orang yang telah menyebarkan propaganda serta bertanggung jawab atas
pengasingan (Kelahiran kembali) Ibu Dewi Sita.namun akhirnya ia menyesal dan
berdoa kepada Sri Rama untuk membunuhnya karena dosa yang tak termaafkan itu. Tapi
Sri Rama tidak melakukannya. Ia hanya memastikan bahwa keinginan tukang cuci
itu akan dipenuhinya pada saat kemunculannya sebagai Sri Krishna pada masa
Dvapara Yuga. Demikianlah orang itu akhirnya terlahir sebagai tukang cuci di
kerajaan Kamsa dan Sri Rama muncul kembali sebagai Sri Krishna.
5.
Rasa lila atau Krida,
ini sungguh-sungguh merupakan sebuah episode yang kebanyakan dikelirukan dan disalah
artikan. Pemuda berkulit hitam keabu-abuan (Sri Krishna) yang menari di saat
bulan bersinar cerah dengan para gadis penggembala sapi. Banyak yang tidak
memahami bahwa pada saat itu masing-masing gopi mendapatkan satu orang Krishna,
artinya Krishna pada waktu yang sama telah mengekspansikan dirinya menjadi
puluhan Krishna yang sama yang mana masing-masing gopi itu tidak bisa menyadari
kenyataan yang sesungguhnya. Mereka hanya tenggelam dalam suka citanya
masing-masing dengan berpikir bahwa hanya dirinyalah yang mendapatkan Krishna. Namun
kenyataannya, semua gopi itu mendapatkan Krishna yang sama. sesungguhnya makna
yang terkandung dari permainan Ilahi ini adalah bahwa seluruh alam semesta ini
adalah Vrndavan dan semua gopi adalah jiwa. Setiap jiwa rindu ingin selalu
bersama Tuhan dan menunggu panggilan seruling-Nya. Permainan itu adalah
kesenangan paramaatma yang dibagi kepada para gopi atau jiwatma.
6.
Gopika Vastrapaharanam. Ini
juga merupakan kisah ketuhanan yang sangat dikelirukan dan disalah artikan oleh
orang awam. Mereka yang tidak mengakui ke-Ilahian Sri Krishna dengan gampangnya
mencaci maki Sri Krishna sebagai tokoh asusila, seorang perayu wanita yang
telah mencuri sari para gopika ketika mereka sedang mandi di sungai. Krishna memberikan
sari mereka jika para gopika mau beranjak dari sungai dalam keadaan telanjang
dan mengangkat tangannya keatas sebagai tanda menyerah dan menyelamatkan mereka
dari rasa malu. Sesungguhnya makna mendalam dari kisah ini adalah kalau seorang
sadhaka belum bisa menghilangkan kesadaran badannya artinya masih menganggap
diri sebagai badan yang memiliki nama dan rupa dan bukannya menginsyafi diri
sebagai jiwa penghuni badan, dimana dalam kisah itu diibaratkan sebagai rasa
malu dalam badan yang telanjang, maka ia tidak akan memperoleh rahmat Tuhan
yang digambarkan dengan mendapatkan kembali sari mereka. Kenyataannya Deha
berarti sesuatu yang dipakai atau Vastra. Ketika para gopika tersebut menanyai
Krishna apakah Dharma (kebajikan) dari bagian-Nya yang telah mencuri pakaian
atau sari mereka, Krishna berkata bahwa para gopikalah yang tidak menjalankan
Svadharma sebagai Atma dharma tetapi malah menjalankan Deha dharma atau
kesadaran badan.
7.
Navanitachora, Krishna
mencuri mentega. Ini adalah sebuah kisah yang juga sarat makna. Sebenarnya Tuhan
Sri Krishna tidak menginginkan mentega karena Tuhan maha kaya yang punya
segala-galanya. Sama halnya dengan kegiatan Gopika Vastrapaharanam. Krishna
bisa menciptakan segalanya termasuk bidadari yang paling cantik sekalipun, jadi
apakah masuk akal jika Tuhan melakukan hal tersebut hanya sebagai pelampiasan
nafsu saja seperti manusia. Jawabannya TIDAK!
Segala sesuatu yang diperbuat
oleh Tuhan ada makna dan latar belakangnya yang kadang sulit dimengerti oleh
keterbatasan indera manusia. Sama halnya dengan kegiatan mencuri mentega ini. Mentega
sebenarnya adalah wujud atau simbul dari kemurnian pikiran yang tertanam dalam
periuk hati dari para gopika. Navanita berarti pikiran murni dan pikiran hanya
bisa dibuat murni jika diaduk terus menerus dengan sadhana namasmaranam atau
mengingat-ingat nama dan kegiatan Tuhan. Jadi sesungguhnya Krishna hanya
menginginkan pikiran murni dari manusia yang telah mengingatnya dalam segala
waktu dan keadaan.
8. Krishna menjadikan
diri-Nya suami dari 8 istri dan 16.108 gopika. Maksud dari kisah ini adalah
bahwasannya orang harus mengerti terlebih dahulu makna dari (Bharta) suami,
yaitu : orang yang menjadi panutan dan orang yang menjaga. Siapa lagi yang
benar-benar dapat disebut sebagai suami-Svami selain daripada Tuhan. Disini tubuh
merupakan kediaman bagi kesadaran Ilahi atau Tuhan. Dalam tubuh ada 6 pusat
spiritual yang dilalui Kundalini Sakti atau daya energy Ilahi yang berwujud
ular bergelung, yang muncul dari Muladhara cakra (Pusat energy dasar) sampai ke
Sahasrara (Pusat bunga teratai berdaun bunga seribu) di puncak. Diantaranya ada
4 pusat spiritual cakra. Ketika Kundalini itu bangkit mencapai Sahasrara,
pencerahan akan terjadi. Kundalini mencapai Hrdaya Cakra (teratai hati dengan 8
daun bunga). Makna yang terkandung dalam hal ini adalah 8 daun bunga teratai
berarti 8 jiwa, 8 arah, dan 8 penjaga. Krshna yang menjadi suami atau raja dari
8 permaisuri melambangkan 8 daun bunga. Kundalini sakti naik lagi pada
Sahasrara, setangkai bunga teratai yang berdaun bunga seribu, yang
masing-masing memiliki 16 kala atau sinar. Jadi 16.000 Gopika adalah symbol dari
16.000 kala yang kemudian menimbulkan pencerahan. Jadi disini Krishna
menjadikan dirinya sebagai suami bagi 16.108 gopi itu bukanlah dalam artian
untuk menikmati kepuasan indriawi. Karena Tuhan berada diatas 3 sifat atau guna
alam semesta material.
Langganan:
Postingan (Atom)