Kode Iklan anda yang ingin ada di sebelah kiri disini
Kode Iklan anda yang ingin ada di sebelah kanan disini
Wyasa segera menjelaskan
mengapa Durwasa tertawa aneh. "Bagaimana pun juga Durwasa mengabulkan
permohonan Duryodhana. Ia berangkat ke hutan sambil berkata. 'Baiklah. Saya
akan berbuat demikian. Permohonan Duryodhana ini mengandung maksud yang jahat.
Penjelasannya sebagai berikut. Pada suatu pagi saat fajar menyingsing dan
Pandawa sedang memuja matahari, Dewa Surya merasa iba pada keadaan mereka. Dari
kemurahan-Nya yang tidak terhingga, Beliau menganugerahi mereka sebuah periuk
yang isinya tidak akan berkurang betapa pun banyaknya makanan yang dikeluarkan
dari dalamnya. Periuk itu disebut a-kshaya patra. Draupadi sebagai istri
yang tahu kewajiban, biasanya hanya makan setelah kelima bersaudara itu selesai
makan. Sebelum Draupadi selesai makan, periuk itu akan penuh berisi makanan,
betapa pun banyaknya orang yang ikut menyantap hidangan tersebut. Bila ia telah
selesai dan periuk itu dicuci, wadah itu tidak lagi mengeluarkan makanan.
Dengan demikian, sekali sehari, periuk itu mengeluarkan makanan secara
berlimpah hingga Draupadi selesai makan. Sebelum itu, ia dapat memberi makan
ribuan, bahkan jutaan orang dari periuk itu, tetapi sekali ia sudah mengambil
makanannya dari situ, periuk itu kehilangan kekuatannya untuk hari itu. Dengan
kata lain, harus ada sebagian atau sebutir makanan di dalamnya agar dapat
dilipatgandakan sejuta kali dan digunakan. Itulah kehebatannya yang khas.
Duryodhana mohon agar Durwasa datang menemui Pandawa dan minta agar dijamu
setelah Draupadi selesai makan karena di dalam hati ia tahu masalah khusus yang
menyulitkan ini."
"Bila resi yang pemarah
ini datang minta dijamu dan Pandawa tidak mampu memuaskannya beserta
pengikutnya yang sangat banyak, maka dalam keadaan lapar pastilah ia akan
melontarkan kutuk yang mengerikan. Kutukan itu akan memusnahkan Pandawa
bersaudara untuk selamanya. Dengan demikian persoalan yang sulit karena harus
hidup bersama mereka akan terpecahkan dan Kaurawa dapat menguasai seluruh
kerajaan dengan tentram. Itulah maksud jahat Duryodhana. Tetapi Pandawa mencari
bantuan bukannya kepada sesuatu atau seseorang di luar dirinya, melainkan
kepada Tuhan di dalam hati mereka! Bagaimana kutukan seorang resi, betapa pun
saktinya, dapat menimpa mereka? Bila Tuhan Yang Maha Melindungi berada di pihak
mereka, bagaimana mungkin tipu muslihat orang yang busuk hati dapat
mencelakakan mereka? Persekongkolan mereka harus gagal secara memalukan.
Kaurawa yang jahat tidak menyadari bahwa jika mereka membuat rencana ke suatu
arah, Bhagawan merencanakan arah lainnya."
"Durwasa muncul di hadapan
Pandawa bersama sepuluh ribu muridnya tepat ketika Draupadi sedang beristirahat
setelah selesai makan, sudah mencuci periuk keramatnya, dan sedang
bercakap-cakap dengan junjungannya. Dharmaraja melihat resi itu datang menuju
ke gubuk beratap daun tempat Pandawa melewatkan hari-hari mereka. Segera ia
bangkit menyambutnya dengan sangat gembira, membasuh kakinya, mempersembahkan
bunga sebagai penghormatan, dan bersujud di hadapannya. Ia menyatakan,
'Keinginan tertinggi dalam hidup saya telah terpenuhi. Ini benar-benar hari
yang amat mujur.' Ia menitikkan air mata sukacita dan berdiri dengan kedua
tangan tercangkup. Setelah bersujud, adik-adiknya serta Draupadi berdiri di
sampingnya dengan kapala menunduk penuh hormat."
"Durwasa tampak lelah
kehabisan tenaga setelah menempuh perjalanan yang jauh dan berbicara dengan
nada kesal, 'Kami akan pergi ke sungai untuk mandi dan melakukan upacara
sembahyang lohor; siapkan hidangan untuk saya dan kesepuluh ribu pengikut saya
bila kami kembali. 'Setelah mengatakan hal ini, mereka segera pergi ke
sungai."
"Mendengar perkataan ini
Dharmaraja terperanjat, jantungnya hampir saja berhenti berdetak. Ia bertanya
kepada Draupadi dan mendapati bahwa periuk keramat itu telah dicuci bersih dan
disimpan. Mereka semua tenggelam dalam kesedihan, takut memikirkan apa gerangan
yang akan menimpa mereka. 'Sepuluh ribu orang harus diberi makan! Oh Tuhan! Apa
yang akan terjadi pada kami hari ini?', demikian mereka meratap amat sedih.
Bagi Draupadi - seorang ibu rumah tangga yang ideal - kesempatan menjamu
dan menghidangkan makanan bagi tamu merupakan anugerah yang disambut dengan
gembira, tetapi waktu itu hari sudah menjelang senja, orang yang harus segera
diberi makan demikian banyak, dan dalam hutan tidak ada bahan makanan yang
tersedia, semua ini membuatnya putus asa. 'Tamu yang mengunjungi kita adalah
Resi Durwasa yang terkenal; kesaktian dan kemampuannya telah tersohor di
seluruh dunia. Hanya dengan berpikir, orang membangkitkan amarahnya dapat
diubahnya menjadi abu! Aduh, betapa mengerikan malapetaka yang menanti kami,
Tuhanku! Draupadi bertanya dan gemetar ketakutan."
"Ia tidak menemukan akal
bagaimana caranya menjamu ribuan tamu yang datang kepadanya. Siapa lagi yang
dapat menolongnya dari kesulitan ini selain Bhagawan Sri Krishna, pelindung orang-orang
yang baik. 'Oh Gopala! Selamatkan para junjungan saya. Lindungilah kami dari
kehancuran yang mengancam; tunjukkan pada kami suatu cara, untuk memuaskan sang
resi dan para pertapa ini.' Ia berseru kepada Krishna dengan air mata
bercucuran dan hati yang sangat gundah. Ia memohon dengan penuh harapan kepada
Bhagawan. Apa pun yang akan terjadi padanya, ia tidak peduli; tetapi ia mohon
agar suaminya diselamatkan dan manggalyam 'statusnya sebagai wanita yang
bersuami' tetap dipertahankan. Ia menangis keras dalam kesedihan yang tidak
tertahankan. Pandawa bersaudara mendengar ratapannya; kesedihan mereka
berlipat; mereka pun berdoa kepada Krishna', satu-satunya pelindung mereka. 'Oh
Nandanandana, Paduka menyelamatkan kami dari berbagai bencana yang dirancang
oleh Kaurawa. Paduka melindungi kami bagaikan kelopak yang melindungi biji
mata. Mengapa hari ini Paduka menenggelamkan kami dalam kesulitan yang
mengerikan ini? Ampunilah segala dosa dan kesalahan kami; selamatkan kami dari
bahaya yang mengerikan ini; tolonglah kami memuaskan hati sang resi dan
pengikut beliau yang demikian banyak.'"
"Permohonan Pandawa dan
air mata Draupadi melunakkan hati Krishna di Mathura dan menggerakkan Beliau
dari situ. Terdengarlah suara tapak kaki seseorang yang berjalan. Pandawa
bersaudara yang menunduk cemas memikirkan kedatangan Durwasa kembali dari
sungai, menengadah dan melihat Krishna masuk ke gubuk mereka, menebarkan
kegembiraan dang senyum Beliau; pakaian Beliau yang berwarna kuning terseret di
tanah. Mereka berseru, 'Krishna! Krishna!', lalu berlari menemui Beliau.
Draupadi mendengar suara itu dan bergegas keluar dari ruang dalam; ia menduga
pastilah (suaminya berseru seperti itu) karena ada tanda-tanda rahmat Tuhan
yang mungkin telah dilimpahkan kepada mereka. Tetapi ketika melihat Krishna, ia
bergegas bersujud di kaki Beliau dan membasuhnya dengan air matanya.
'Selamatkan saya, selamatkan status perkawinan saya, sedangkan sang resi dan
para pengikut beliau.' Krishna, sutradara sempurna (yang mementaskan) drama
alam semesta ini tampaknya tidak mengindahkan kecemasan mereka, tetapi hanya
memikirkan rasa laparnya sendiri! Ia berkata, 'Draupadi, ini aneh sekali. Saya
lapar. Pertama-tama redakan rasa lapar Saya, setelah itu Anda dapat meminta apa
yang Anda perlukan dari Saya. Berilah saya sedikit makanan sekarang ini
juga!", dan Beliau menadahkan telapak tangan seakan-akan tidak dapat
menunggu lagi."
"Draupadi berkata, 'Oh
Bhagawan! ini bukanlah saat bergurau; ini saat yang gawat bagi kami. Selamatkan
kami, jangan menertawakan keadaan kami yang sulit ini.' Ia menyeka aliran air
matanya dengan ujung sari. Ia berdoa dengan kedua tangan diulurkan untuk
memohon. Krishna menengadahkan kepalanya dengan tangan Beliau dan berkata
lembut dengan nada meyakinkan, 'Nak, air mata wanita merebak pada provokasi
yang paling ringan. Tetapi dapatkah rasa lapar Saya dipuaskan dengan air mata?'
Tampaknya Krishna sedang cenderung sarkastis. Draupadi menjawab, 'Gopala,
Paduka adalah pemohon kedua di gubuk kami hari ini. Bila kami tidak memberikan
apa yang Paduka minta, Paduka tidak akan mengutuk dan menghancukan kami. Tetapi
pemohon yang lain menanti bersama sepuluh ribu pengikutnya untuk memuaskan rasa
laparnya dengan melahap kami semua. Kami semua akan habis menjadi abu; dari
mana kami dapat memperoleh sebutir beras pun dalam hutan ini? Bagaimana saya
dapat memuaskan rasa lapar demikian banyak orang dengan pemberitahuan yang
demikian mendadak, di tempat yang terpencil ini?' Ia menjelaskan penyebab
kemurungan yang meliputi mereka."
"Gopala tertawa keras-keras.
'Sepuluh ribu tamu sudah datang, kata Anda. Tapi saya tidak melihat seorang pun
di sini! Saya hanya dapat tertawa mendengar perkataan Anda. Anda membuang anak
dalam gendongan untuk menimang anak di tempat yang jauh. Pertama-tama berilah
Saya secukupnya untuk memuaskan rasa lapar Saya; setelah itu Anda dapat
berpikir untuk memuaskan mereka di tempat yang jauh.' Krishna berkeras bahwa
Beliau harus dilayani lebih dahulu; Beliau memainkan peran orang yang lapar
secara sempurna. Draupadi terpaksa menjelaskan keadaannya yang sulit.
'Bhagawan, periuk itu mengeluarkan bermacam-macam makanan; semuanya sudah
dihidangkan dan habis; saya yang terakhir makan. Saya sudah mencuci bersih
periuk suci anugerah Surya itu dan menyimpannya. Sekarang bagaimana saya dapat
memperoleh makanan dari wadah itu? Bagaimana saya dapat meredakan rasa lapar
Paduka? Padukalah satu-satunya pelindung kami . Jika Paduka yang mengetahui
segala-galanya membuat kami sedih, bagaimana pula dengan orang lain?' Draupadi
menangis lagi."
"Gopala berkata, 'Ah,
bawalah periuknya ke sini. Jika Saya mendapat sebutir makanan saja dari situ,
Saya akan puas.' Draupadi masuk mengambil periuk itu dan memberikannya kepada
Krishna. Dengan hati-hati Gopala meraba bagian dalam periuk itu dengan jari
jemari Beliau, mencari-cari remah makanan yang mungkin tertinggal di situ walau
sudah digosok dan dicuci. Di bagian leher periuk beliau menemukan sepotong
kecil sayuran yang telah dimasak. Beliau bertanya, 'Draupadi, tampaknya hari
ini Anda makan siang dengan hidangan sayur!'"
"Draupadi sangat heran
karena Krishna dapat menemukan sepotong kecil sayur dalam periuk yang telah
digosok dan dicucinya bersih-bersih. 'Pastilah ini mukjizat Paduka. Pekerjaan
apa pun yang saya lakukan, saya laksanakan dengan baik. Tidak mungkin saya
membersihkan periuk itu asal-asalan saja.' Draupadi tertawa. Ketika ia
mendekati Krishna untuk melihat potongan sayur itu, Krishna memperlihatkannya
kepada Draupadi sambil berkata, 'Lihat! Saya mendapatkan ini dari periuk Anda.
Ini cukup untuk meredakan tidak hanya rasa lapar Saya, tetapi rasa lapar segala
makhluk dalam alam semesta.' Kemudian dengan ujung jari Beliau, Krishna
meletakkan remah sayur itu di atas lidah dan menelannya sambil berseru, 'Ah!
Enak sekali. Lapar Saya lenyap!'"
"Pada saat itu juga
Durwasa yang sedang berada di tepi sungai bersama sepuluh ribu muridnya merasa
perut mereka penuh sekali dengan makanan. Rasa lapar mereka lenyap; mereka
merasa sangat gembira, bebas dari perihnya lapar yang mereka derita menit
sebelumnya. Mereka saling menyampaikan rasa heran mereka dengan gerakan isyarat
dan kemudian berkat-kata. 'Perut kita sudah kenyang sekali, tidak ada tempat
lagi untuk tambahan sebutir nasi pun! Dharmaraja akan menunggu kita di sana
dengan pesta besar aneka hidangan yang sangat lezat dan ia akan mendesak akar
kita menerima perjamuan itu. Tetapi di mana lagi tempat untuk hidangan pesta
yang ia siapkan? Benar-benar kita berada dalam keadaan yang sangat sulit!',
demikian kata mereka. Kemudian ada seseorang yang teringat peristiwa ketika
guru mereka, Durwasa, mengutuk Ambarisha dan justru menderita malu di tangan
korban kutukannya karena campur tangan Sri Krishna.
Mereka melaporkan keadaan dan
dugaan mereka kepada Durwasa. Resi (waskita itu) mengetahui rahmat Tuhan yang
diperoleh Dharmaraja lalu memberkatinya secara berlimpah. Durwasa bersama para
muridnya meninggalkan tempat itu melalui jalan lain, menghindari tempat tinggal
Pandawa bersaudara.
Tetapi Krishna telah mengutus
Bhima agar pergi ke sungai dan segera menjemput sang resi beserta rombongannya
untuk makan siang. Ketika Bhima melihat mereka menjauh melalui jalan lain, ia
berjalan lebih cepat. Murid-murid Durwasa ketakutan karena mengetahui niatnya
dan segera berlari ke hutan menyelamatkan diri. Bhima menghadap Durwasa lalu
berkat, 'Guru, kakak saya menyuruh saya menemui dan menjemput Guru karena
santapan siang telah tersedia bagi semuanya. Durwasa menyatakan tidak sanggup.
'Bhima! Kami tidak dapat makan lagi walau hanya sesuap. Kami sangat kenyang
hingga rasanya akan meletus. Kami sama sekali tidak marah kepada Anda. Saya
berkati Anda agar Anda memperoleh segala kebahagiaan. Saya akan datang
mengunjungi Anda ketika Anda memerintah dunia sebagai penguasa yang tidak
diganggu gugat lagi dan kemudian saya akan menerima perjamuan sambutan Anda.
Mereka yang mengutus saya kepada Anda dengan maksud jahat akan menghadapi
kehancuran total.' Setelah merestui Pandawa dengan kemujuran besar, Durwasa
meninggalkan tempat itu bersama seluruh pengikutnya."
"Apakah Ananda perhatikan
Parikshit, bakti serta kepasrahan para kakek Ananda tiada bandingnya maka
rahmat yang dicurahkan Krishna kepada mereka pun tidak terkalahkan."
Ketika Wyasa mengungkapkan kejadian-kejadian ini kepada Parikshit untuk
memperlihatkan keteguhan iman Pandawa serta rahmat Sri Krishna, Parikshit
mendengarkan dengan penuh perhatian, dengan rasa segan, hormat, takjub, serta
cemas berganti-ganti memenuhi pikiran serta perasaannya. Pada waktu dilema yang
dihadapi Pandawa diceritakan, Parikshit menjadi resah; ketika dikisahkan suatu
bencana yang akan menimpa, ia menitikkan air mata simpati; jika sukses yang
dipaparkan, merebaklah air matanya karena sukacita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar