Kode Iklan anda yang ingin ada di sebelah kiri disini
Kode Iklan anda yang ingin ada di sebelah kanan disini
Pada hari ini masyarakat Indonesia sedang bersemangat untuk merayakan hari keutamaan bagi seorang Ibu. sebuah peran yang begitu mulia sehingga menjadikan sorga berada di telapak kakinya. namun seberapa besarkah prosentase ibu-ibu yang sangat pantas menerima penghargaan dan penghormatan sebagai ibu ideal sekarang ini, mengingat begitu banyaknya kaum perempuan terutama ibu-ibu yang telah lalai akan kewajiban alaminya sebagai ratu rumah tangga dan sebaliknya malah lebih gemar mengejar karir, dan pergumulan materi sebagai manusia modern.
berikut adalah petikan wacana dari seorang Mahatma dan Guru besar yang mengungkapkan keagungan seorang ibu beserta tugas-tugas yang harus diembannya.
Pengaruh
orang tua pada pikiran anak
Pengaruh
orang tua pada pikiran anak sangatlah penting.Sesungguhnya pengaruh merekalah
yang utama dan paling dominan dalam kepribadian dan pola tingkah laku anak.
Kini anak-anak tumbuh dalam lingkungan yang dicemari polusi kecemasan, korupsi,
dan juga kemegahan duniawi yang hampa, karena kebanyakan orang di jaman ini
telah tergila-gila pada kebudayaan material yang dangkal yang terutama diimport
dari dunia barat (Western).
Pada
usia tiga sampai lima tahun, kepribadian seorang anak sangat dipengaruhi oleh
lingkungannya. Jika ayahnya seorang penjudi, penipu, atau pemabuk, begitu pula
jika ibu yang mengasuhnya adalah seorang yang suka berbicara tidak benar,
senang mendengarkan skandal dan gossip, serta tidak bisa mengendalikan
keinginannya, maka berapapun kitab-kitab moral yang diberikan padanya, akan
sangat sulit diterapkan guna memperbaiki si anak. Orang tua memikul 90% (Sembilan puluh persen) tanggung jawab karena
merusak tingkah laku dan akhlak si anak, disebabkan banyak orang tua yang
memperlihatkan kasih sayang yang amat keliru sehingga seringkali memberikan
kebebasan tanpa pertimbangan kepada si anak. Bahkan ada orang tua yang
cenderung memberikan dorongan bagi kelakuan anak-anaknya yang tidak pantas, dan
bukannya menegur serta memperbaiki mereka. Para orang tua dewasa ini paling
bertanggung jawab atas jalan sesat yang ditempuh oleh anak-anaknya.
Para orang tua
seyogyanya membantu anaknya mengembangkan sikap hormat kepada anggota keluarga
yang lebih tua.
(Hal.5-6) menanamkan dalam diri sang anak tentang keyakinan keagamaannya agar
anak dikuatkan bahwasannya ia memiliki Tuhan yang selalu siap untuk menopang
dan menolongnya. Anak-anak tidak boleh dibiarkan berada dalam kekhawatiran,
ataupun rasa ketidak puasan akan hal-hal material duniawi. Ia harus dibebaskan
dari kebencian, iri hati, dendam dan kemunafikan dengan jalan memberinya
makanan yang murni dan sattvik.
Peran
seorang Ibu.
….
Dewasa ini para wanita bahkan lebih senang mengejar pekerjaan dibandingkan
dengan pria. Namun apa gunanya uang yang mereka peroleh bila mereka lalai dan
tidak dapat mengasuh anak-anaknya yang merupakan kewajiban utama dan suci bagi
seorang ibu?. Beberapa ibu yang bekerja sebagai guru, sibuk mengurus dan
mendidik anak-anak orang lain tetapi tidak memiliki waktu luang untuk mendidik
dan mengurus anak-anaknya sendiri. Akibatnya anak-anak mereka menjadi rusak
baik dalam hal studi maupun tabiatnya. Kewajiban
seorang ibu, pertama-tama adalah memelihara anak-anaknya sendiri, menjaga dan
mengarahkan mereka pada jalan yang benar, sebelum mencoba mengurus anak-anak
orang lain. Pertama-tama anak sendirilah yang harus dididik agar menjadi
anak yang ideal. Tentu saja mencari nafkah itu perlu. Tetapi jika seperti
sekarang bahwa wanita lebih terobsesi untuk mengejar karir daripada
mementingkan peran alaminya sebagai guru bagi anak-anaknya sendiri, ini
benar-benar menyedihkan.
Mendisiplinkan
anak
Kini para ibu (HARUS)
bertanggung jawab atas kelakuan anak-anaknya, baik atau buruk.
Sungguh memalukan jika seorang ibu berkata “ Anak saya tidak lagi mengacuhkan
perkataan saya”. Sebenarnya hal seperti ini tidak akan terjadi jika sejak
semula sang ibu mendidik anaknya dengan benar, sebagaimana labu ular yang harus
diluruskan tumbuhnya sejak masih muda dengan mengikatkan sebuah batu pada
ujungnya. Demikian pula batu disiplin
dan bhakti harus diikatkan pada sang anak dari sejak bayi. Para ibu mengalami
ketidak patuhan dari anak-anaknya karena mereka telah gagal menanamkan disiplin
pada tahun-tahun awal. Kita pasti sudah melihat ladang tempat labu ular
tumbuh pada penyangga yang tinggi. Bila
labu mulai tumbuh, tukang kebun akan menggantungkan batu kecil pada ujungnya
sehingga berat batu itu akan menarik buah labu agar tumbuh lurus. Bila labu
tumbuh makin besar maka tukang kebun akan memasang batu yang lebih berat.
Demikian pula sesuai dengan tingkat usia anak, disiplin yang diberlakukan harus
makin keras agar anak dapat tumbuh lurus, mantap dan kuat.
Ibu, dampingi anakmu di masa emas mereka.
(Oleh Siti Aisah)
Para ahli psikologi anak
bilang: lima tahun pertama adalah masa emas bagi seorang anak.Tahun-tahun emas.
Ibuku selalu mengingatkan aku dulu ketika mereka (putra-putriku) masih kecil:
Masa kecil mereka tak terulang dua kali.
Benar sekali. Waktu yang
pergi tak akan kembali, masa kecil yang berlalu tak mungkin diulang. Seberapa
pentingnya-kah masa emas ini?
Sesudah si kecil
menghirup udara kotor dunia pada detik-detik pertama hidupnya, sejak saat
itulah ia mulai belajar dari pahit getirnya dunia.
Tarikan nafas pertama
memperkenalkannya dengan kebutuhan dasar. Bernafas.
Para pakar menganjurkan
pada detik-detik pertama tersebut si kecil segera diperkenalkan pada bundanya.
Maka bayi merah yang bahkan masih licin tersebutpun diletakkan di atas dada
bunda yang sedang sumringah bahagia. Tatapan pertama antara keduanya.
Apa yang kau lihat pada
dirinya wahai bunda?
Banggakah dikau?
Kecewakah? Kebencian kah? Sadarlah bunda, kesan pertama ini seringkali mewarnai
sikapmu padanya dan akan berbalas dengan sikapnya padamu….
Apapun juga, ukirlah
rasa syukur dalam dadamu pada menit-menit pertama ini.
Syukur karena masa
kritis sudah berlalu bagi kalian dan syukur karena Dia telah Menghadiahkanmu
amanah baru ini. Bangga karena engkau telah diberi kepercayaan olehNya.
Tutuplah syukurmu dengan doa harapan untuk masa depan kalian.
Bersyukurah niscaya Tuhan
Akan Menambahkan NikmatNya padamu.
Hari-hari berikut tetap
penting baginya. Senyum pertamanya, sakit pertamanya, ocehan pertamanya,
makanan pertamanya, jatuh pertamanya, langkah pertamanya, semua yang pertama
baginya. Baik dan buruk, senang dan susah.
Tahukah dikau bunda
bahwa semua pengalamannya akan ia rujuk padamu? Apakah engkau senang jika ia
mengigitmu (ketika menyusuinya). Ia akan menatapmu untuk mencari tau apa
reaksimu. Apakah engkau senang jika ia mempermainkan kucing? Ia akan menunggu
reaksimu. Apa pendapatmu jika ia naik tangga? Engkaulah rujukan pertamanya….dan
bagimana engkau menterjemahkan padanya dunia ini. Apakah dunia ini tempat penuh
optimisme, atau keluh kesah? Apakah dunia ini berbahaya atau penuh tantangan?
Ia akan mencarimu ketika
ia jatuh dan luka. Tangisannya keras sekali demi menarik perhatianmu segera.
Dan ketika engkau akhirnya datang juga menghibur dirinya dan mengobati lukanya,
ia akan senantiasa mengingat bagaimana reaksimu melihat penderitaannya. Apakah
engkau menyalahkan, atau berempati?
Bunda, semua itu menjadi
rujukan baginya untuk bersikap terhadap dunia dan segala isinya.
Engkaulah guru
pertamanya in a true sense!
Mungkin engkau tidak
sadar seberapa besar peranmu bagi kepribadiannya. Karena engkau sibuk mencuci,
menyetrika, memasak….dan seribu satu pekerjaan rumah lainnya. Maka kau sikapi
anakmu dengan seadanya. Jika sempat kau tanggapi dengan senyum optimis, jika
tidak maka kau malah bentak dia ketika bermain dengan piring yang sedang kau
cuci. betapa beratnya untuk selalu sadar peran, disaat tugas menumpuk, badan
penat, kepala berat, sejuta lagi alasan.
Bunda, itu sebabnya kita
perlu selalu bertaubat sebab terlalu banyak saat kita tidak memenuhi panggilan
tugas dengan semestinya. Tugas seorang ibu, pendidik generasi yang akan datang,
tugas yang harus dijalankan 24 jam sehari, 7 hari seminggu. Tanpa cuti.
Bagaimana pula kau
tanggapi protesnya ketika kau akan meninggalkan dia? Kantor sudah menunggu,
boss bukan orang yang murah hati, sementara si kecil rewel “tanpa alasan”.
Benarkah jika ia tidak
sakit maka ia tak boleh protes ketika kau akan pergi? Apakah itu “tanpa
alasan”? Ia punya sejuta alasan untuk memintamu tetap mendampinginya…Kita punya
seribu alasan untuk boleh meninggalkannya. Kita memang harus punya alasan yang
TEPAT untuk meninggalkan balita kita.
Ketika kau pergi, dengan
siapakah ia kau titipkan? Baby sitter? Nenek –kakek? Bibi atau tempat penitipan
anak?
Apapun pilihanmu,
bertanggung-jawablah. Artinya, ajukanlah seribu pertanyaan mengapa engkau
meninggalkannya, kepada siapa dan dengan persiapan apa. Tanyakan itu semua pada
dirimu sendiri dan jawablah untuk dirimu sendiri. Janganlah engkau
meninggalkannya hanya karena “sayang karirku jika berhenti sekarang”, atau
“sayang dong otakku jika aku hanya tinggal di rumah”, atau “aku kan butuh
aktualisasi diri”.
Ingatlah pesan ibuku
puluhan tahun lalu: “masa kecil mereka hanya sekali”.
Aku ingat pesan itu hari
ini, duapuluhan tahun setelah itu. Saat aku menikahkan anakku dengan pria
pilihan hatinya, terbayang masa kecilnya dan pertanyaan di kepala: apakah aku
sudah mendidiknya dengan benar sehingga ia sudah bisa meninggalkan rumah ini
untuk menjalani penghidupannya sendiri. Sudah cukupkah bekal yang kuberikan
padanya untuk menghadapi hidup?
Hari demi hari berlalu,
masa kecilnya semakin jauh dibelakang. Hari demi hari berlalu kita semakin
sadar betapa banyak yang belum kita lakukan untuknya. Tapi waktu tak pernah
menunggu, tugas terus bertumpuk dan badan tak bertambah gesit.
Sampai datang masanya
kita terhentak dan tersadar betapa cepatnya waktu telah berganti. Bersiaplah
untuk di evaluasi olehnya, puluhan tahun setelah hari pertamanya
bersamamu, atas segala perlakuan yang telah engkau berikan padanya.
Puluhan tahun dari hari
ini, ia bukan lagi makhluk kecil yang tak berdaya. Puluhan tahun setelah hari
ini mungkin kitalah yang sudah tak berdaya dan berharap tidak ditinggalkan
sendirian di rumah karena badan ini sudah renta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar