Ada
beberapa hal yang membuat saya kembali tertarik untuk mempublikasikan tulisan yang bertemakan Gayatri dan Tri Sandya ini
sebab dalam beberapa tahun terakhir ini, asumsi masyarakat hindu bali untuk
melakukan puja Trisandya sudah terasa semakin meningkat terbukti dengan
banyaknya corong-corong loudspeaker yang dipasang di Pura desa untuk
mengumandangkan Bait Gayatri mantra ini di saat-saat “Sandya” atau pergantian waktu dari gelap ke
terang ataupun sebaliknya. Namun dibalik kebangkitan itu, ternyata masih banyak
juga umat Hindu yang belum memahami arti
dan manfaat ber-Tri Sandya sehingga ketika mereka mendengar lantunan mantram
itu, orang masih moh untuk menunda pekerjaannya lalu terdiam sejenak merenungi
kebesaran sang Pencipta dalam rasa syukur.
Bait-bait
dalam puja Tri Sandhya, bukanlah hasil karangan tetapi “disusun” sebagaimana
yang telah saya jelaskan pada tulisan sebelumnya. Sama halnya dengan penyebutan
bahwa Maharsi Vyasa adalah “Pengarang Veda” yang sangat tidak tepat
dipergunakan sebab Vyasadeva sama sekali tidak melakukan karangan atau
mengarang dan mengada-ada menurut imajinasi pikiran tapi beliau Menyusun
kitab-kitab Veda yang berjumlah ribuan sloka tersebut untuk dikodifikasikan
dengan cara yang lebih sistematis bagi kepentingan manusia jaman Kali yang
menurut penerawangan beliau pada waktu itu melihat bahwa di jaman Kali,
kecerdasan manusia akan sangat merosot sehingga tidak memiliki daya ingat yang
baik untuk menerima pengetahuan Veda yang demikian banyaknya, Sehingga mereka
akan membutuhkan sebuah media yang bernama “catatan”. Sebelum Maharsi Vyasadewa
menyaksikan kemerosotan manusia di jaman Kali ini, system penyampaian Veda
dilakukan hanya dengan cara sravanam (mendengarkan saja) dari guru-guru
kerohanian yang mempunyai kwalifikasi bagus.
Menurut Svami Sathya Narayana,
guru kerohanian Weda di India, Trisandhya adalah persembahyangan tiga kali
sehari yaitu pagi hari disaat matahari terbit disebut “Brahma Muhurta”
bertujuan menguatkan “guna Sattvam” menempuh kehidupan dari pagi hingga siang
hari. Siang hari sebelum jam 12 sembahyang bertujuan untuk mengendalikan “guna Rajas”
agar tidak menjurus ke hal-hal negatif. Sore hari sebelum matahari tenggelam
sembahyang bertujuan untuk mengendalikan “guna Tamas” yaitu sifat-sifat bodoh
dan malas. Jadi Puja Trisandhya adalah persembahyangan pada saat pergantian
waktu (pagi-siang-malam) yang bertujuan untuk menghilangkan aspek-aspek negatif
yang ada pada manusia.
Puja Trisandhya terdiri dari enam bait. Bait pertama atau sebagai Sandya Vandanam (awal) diambil dari Gayatri atau Savitri Mantram (Rg Veda, Sama Veda dan Yayur Veda).
Gayatri Mantram terdiri dari tiga unsur mantram yaitu :
Pranawa (OM)
Puja Trisandhya terdiri dari enam bait. Bait pertama atau sebagai Sandya Vandanam (awal) diambil dari Gayatri atau Savitri Mantram (Rg Veda, Sama Veda dan Yayur Veda).
Gayatri Mantram terdiri dari tiga unsur mantram yaitu :
Pranawa (OM)
Vyahrti (BHUR BHUVAH SVAH),
Tripada (TAT SAVITUR VARENYAM, BHARGO
DEVASYA DIMAHI, DHYO YONAH PRACODAYAT).
Pranama mantra adalah lambang kesucian dan kemahakuasaan Hyang Widhi. Vyahrti mantra untuk pencerahan lahir-bathin, dimana pengucapan “Bhur” bermakna sebagai Anna Sakti memproses sari-sari makanan bagi kekuatan tubuh. Pengucapan “Bhuvah” bermakna sebagai Prana Sakti yaitu menggunakan kekuatan tubuh bagi kesehatan jasmani dan rohani. Pengucapan “Svah” atau “Svaha” bermakna sebagai Jnana Sakti yaitu memberikan kecerahan pada pikiran dan pengetahuan menjadi cemerlang. Berjapa dengan mengucapkan “Svaha” akan bermanfaat menghilangkan “avidya” (kegelapan) menuju kepada “vidya” yaitu kesadaran pada hakekat kesucian dan kemahakuasaan Hyang Widhi.
Bait kedua diambil dari Narayana Upanisad (Sruti) bertujuan untuk memuja Narayana, manifestasi Hyang Widhi, agar manusia senantiasa dibimbing menuju pada Dharma.
Bait ketiga diambil dari Siva Stava (Smrti) yang melukiskan Tuhan dengan berbagai sebutan : Siva, Mahadeva, Isvara, Paramesvara, Brahma, Wisnu, Rudra, Purusa.
Bait keempat, kelima dan keenam diambil dari Veda Parikrama berisi pernyataan bahwa keadaan manusia di bumi disebabkan oleh kepapaan, dan kehinaan dari sudut pandang spiritual. Oleh karena itu maka manusia wajib mohon maaf dan mohon agar terhindar dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan trikaya parisudha.
Pranama mantra adalah lambang kesucian dan kemahakuasaan Hyang Widhi. Vyahrti mantra untuk pencerahan lahir-bathin, dimana pengucapan “Bhur” bermakna sebagai Anna Sakti memproses sari-sari makanan bagi kekuatan tubuh. Pengucapan “Bhuvah” bermakna sebagai Prana Sakti yaitu menggunakan kekuatan tubuh bagi kesehatan jasmani dan rohani. Pengucapan “Svah” atau “Svaha” bermakna sebagai Jnana Sakti yaitu memberikan kecerahan pada pikiran dan pengetahuan menjadi cemerlang. Berjapa dengan mengucapkan “Svaha” akan bermanfaat menghilangkan “avidya” (kegelapan) menuju kepada “vidya” yaitu kesadaran pada hakekat kesucian dan kemahakuasaan Hyang Widhi.
Bait kedua diambil dari Narayana Upanisad (Sruti) bertujuan untuk memuja Narayana, manifestasi Hyang Widhi, agar manusia senantiasa dibimbing menuju pada Dharma.
Bait ketiga diambil dari Siva Stava (Smrti) yang melukiskan Tuhan dengan berbagai sebutan : Siva, Mahadeva, Isvara, Paramesvara, Brahma, Wisnu, Rudra, Purusa.
Bait keempat, kelima dan keenam diambil dari Veda Parikrama berisi pernyataan bahwa keadaan manusia di bumi disebabkan oleh kepapaan, dan kehinaan dari sudut pandang spiritual. Oleh karena itu maka manusia wajib mohon maaf dan mohon agar terhindar dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan trikaya parisudha.
Sesungguhnya
inti dari mantram Trisandya itu adalah pada bait pertamanya yakni bait yang mencantingkan
Gayatri Mantram, sebab mantra ini juga dikenal dengan nama Vedamatta atau
ibunya Veda. Sebuah mantra yang semua orang harus mengetahuinya sebab Gayatri mantram adalah do’a universal
yang memohon kejernihan akal budhi agar kebenaran dapat tercermin tanpa adanya
penyimpangan, agar kecerdasan kita dibangkitkan dan dikuatkan sehingga bisa
dijadikan pembimbing menuju kesuksesan melalui sadhana intensif. Ia ditujukan
kepada energi Surya ( Karena Tuhan juga dikenal dengan nama Surya-Narayana
) dan juga Anna Purna ; Tuhan sebagai Ibu jagat raya yang memelihara dan
menjiwai segala kehidupan. Setiap kata dalam Gayatri mantram harus diucapkan
dengan benar, jelas, tegas dan tidak tergesa-gesa karena jika tidak demikian
maka mantram itu akan menimbulkan efek yang sebaliknya yakni menyelubungi orang
yang bersangkutan dalam kegelapan batÃn. Gayatri mantram meresapi segala
sesuatu di seluruh alam semesta dan berada pada landasan Veda sehingga disebut
dengan “Veda Matta” ibu dari Veda
Mantram Gayatri
sendiri sama artinya dengan ketuhanan karena itu Ia harus diucapkan dengan
penuh hormat, dan rendah hati, juga dilandasi oleh kasih dan keyakinan terhadap
mantram tersebut sehingga manfaat yang diperoleh bisa maksimal. Disamping
menganugrahkan cahaya batÃn, mantram ini juga bisa memberikan kesaktian bagi
orang yang mengucapkannya dengan penuh keyakinan seperti Rsi Viswamitra yang
mampu menggunakan berbagai jenis senjata kedewataan. Mantram ini juga bisa
menjadi penyelamat dari kesengsaraan dan mara bahaya dan juga pengusir roh
jahat karena mantram yang sama juga pernah dipakai oleh Rsi Visvamitra untuk
menginisiasi Sri Rama dalam pemujaan Surya melalui mantra Aditya
Hrdayam(Satya Sai Vahini. Hl.183-184. –
baca juga penjelasan dalam buku yang berjudul ‘Keampuhan mantram Gayatri). Oleh
karena keampuhannya yang sangat besar, maka mantram ini dianjurkan untuk
diulang sesering mungkin dimanapun dan dalam segala keadaan. Tuhan tidak pernah
ternoda atau tercemari, jadi anggapan atau lebih tepat dikatakan perasaan
tidak enak mengucapkan mantram suci di tempat yang menurut kita kurang suci,
tidak berlaku untuk hal ini. Karena Tuhan meresapi segala sesuatu di seluruh
alam, beliau ada dimana mana, di kotoran sapi, kamar mandi, dapur, apalagi di
tempat sembahyang. Tentu saja dari semua tempat yang ada, terdapat beberapa
tempat khusus yang memang memiliki energi ketuhanan lebih dari yang lainnya
seperti di ruang puja, dan berbagai tempat persembahyangan lainnya. Mengucapkan
Gayatri mantram saat mandi akan menjadikan kita lebih suci. Ketika air
diberikan mantram, molekul air itu akan berkembang baik sehingga bisa memberikan
efek yang baik pula terhadap badan. Seperti halnya air yang sama yang
ditempatkan dalam sangku kecil lalu diberikan mantram, oleh Sang Rsi,
maka air itu akhirnya menjadi lebih bernilai sebagai ‘Tirta” dengan
manfaat tambahannya. Air pada waktu kita mandi membersihkan seluruh anggota
badan, pada saat yang sama saat mandi juga menjadi waktu yang baik untuk
membersihkan pikiran dengan chanting Gayatri mantram sehingga akhirnya mandi
menjadi proses penyucian lahir dan bhatin. (Sanatana Sarathi.1995).
Walaupun Gayatri Mantram adalah
mantram yang sangat sakral yang terdapat dalam Rg.Veda dan merupakan mantram
suci yang biasanya hanya dibisikkan oleh seorang guru kerohanian kepada
muridnya dalam proses inisiasi. Tapi sekarang, mantram suci ini disebar luaskan
kepada seluruh umat manusia untuk membentengi diri mereka dari pengaruh buruk
Kali Yuga.
Yang menjadi hal pokok dalam
penchantingan Gayatri mantram ini sebernarnya adalah apa yang menjadi motivasi
orang bersangkutan melantunkan mantram Gayatri dan seberapa besar keyakinannya
terhadap manfaat dari mantram tersebut. Walaupun orang mengucapkannya dengan
irama khusus sembahyang, tapi jika ia kurang yakin dan tidak menyadari kekuatan
besar yang terkandung dalam mantram tersebut, apalagi jika badannya saja
bermeditasi tapi pikirannya ada di tempat lain, tentu kekuatan dari mantram
Gayatri tidak akan muncul dan dirasakan oleh orang yang bersangkutan.
Sebaliknya walaupun seseorang kelihatan sibuk bekerja, tapi saat mengucapkan
Gayatri mantram pikirannya mantap dalam ketuhanan, bukan tidak mungkin orang
seperti itulah yang justru telah menikmati rasa bhakti yang sesungguhnya.
Selanjutnya, pengucapan Shanti Mantram dalam
puja Trisandya ataupun dalam setiap kali penutupan mantra dimaksudkan untuk hal
berikut :Shanti yang pertama, memohon agar manusia terhindar dari sifat/sikap
tidak bijaksana (Avidya). Shanti yang kedua memohon agar manusia terhindar dari
bencana yang berasal dari mahluk ciptaan Hyang Widhi : manusia, binatang,
tetumbuhan (Adi Bhautika). Shanti yang ketiga memohon agar manusia terhindar
dari bencana alam (Adi Dhaivika)
1 komentar:
Tulisan yang sangat inspiratif memberikan banyak pengetahuan dan mudah dicerna. artikel selanjutnya selalu saya nantikan untuk memperdalam pengetahuan tentang jati diri. Terimakasih banyak.
Posting Komentar