Kode Iklan anda yang ingin ada di sebelah kiri disini
Kode Iklan anda yang ingin ada di sebelah kanan disini
Ketika
raja memohon seperti ini, Maharesi Vyaasa berkata, "Oh Maharaja, sesuai
dengan persetujuan, Paandava melewatkan masa pembuangan selama dua belas tahun
di hutan dan juga melewatkan hidup dalam penyamaran selama setahun penuh.
Ketika akhirnya mereka mengungkapkan identitas diri mereka (pada waktu kaurava
yang jahat merampok ternak dari wilayah kerajaan Viraata), Duryodhana, anak
sulung dalam keluarga kejam itu, si monster penipu, bersumpah bahwa waktu
(untuk melewatkan masa penyamaran) belum genap setahun dan Paandava telah
melanggar perjanjian mereka, karena itu, katanya, sesuai dengan perjanjian
sebelumnya, Paandava terkena hukuman pembuangan setahun lagi. Ia bersikeras
dengan kesimpulan itu."
"Para
sesepuh, Bhiisma dan lain-lainnya, menegaskan bahwa Paandava telah memenuhi
syarat-syarat perjanjian dengan seksama; Paandava tidak mengungkapkan tempat
tinggal mereka selama setahun penuh; mereka telah hidup dalam pembuangan genap
dua belas tahun lamanya. Tetapi Kaurava tidak menerima kebenaran yang nyata
ini. Mereka merintis jalan menuju keruntuhan dan kehancurannya sendiri. Mereka
tidak mau mendengar siapa pun, mereka tidak mau menerima nasehat. Mereka
bersumpah bahwa hanya peperanganlah yang dapat menyelesaikan masalah itu."
"Apa
yang dapat dilakukan orang bila menghadapi keadaan semacam itu? Karena itu
kedua belah pihak sibuk melakukan persiapan-persiapan perang, sang raja
Duryodhana yang memiliki kekuasaan serta pengaruh, dan penuntut yang berada
dalam pembuangan, Paandava bersaudara! Tetapi keadilan dan kebenaran bersekutu
dengan pihak yang terbuang, karena itu, beberapa raja yang digerakkan oleh
prinsip-prinsip moral bergabung dengan mereka. Lainnya dalam jumlah yang sangat
besar memihak raja yang berkuasa sehingga Kaurava dapat menguasai sebelas
akshauhini sedangkan Paandava hanya dapat menghimpun tujuh (satu akshauhini
terdiri dari 109.350 prajurit infantri, 65610 kuda dan prajurit penunggangnya,
2180 gajah serta prajurit penunggangnya, dan 2180 kereta beserta sais serta
perwira penumpangnya)."
"Dengarkan!
Kereta Arjuna dikusiri oleh Sri Krishna, Gopiivallabha 'Beliau yang dikasihi
oleh para gadis pengembala sapi'. Tidak hanya itu, Beliau juga menjadi
pengemudi nasib Paandava bersaudara. Karena itu, tidak ada titik lemah dalam
pertahanan Paandava; Beliaulah seluruh kekuatan yang mereka butuhkan. Meskipun
demikian, dalam drama agung Tuhan, peran Arjuna secara tiba-tiba mengalami
perubahan tidak terduga yang mengherankan semuanya."
"Ketika
Krishna menghentikan kereta di antara dua jajaran pasukan yang siap tempur dan
menyuruh Arjuna memeriksa para pemimpin laskar lawan yang harus dihadapinya,
Arjuna melayangkan pandangannya ke arah para perwira yang ingin menantangnya
dalam pertempuran itu dan dengan serta merta air matanya bercucuran! Hatinya
hancur karena putus asa dan enggan. Sungguh suatu pemandangan yang membuat setiap orang yang melihatnya merasa haru."
"Tetapi
ingatlah bahwa kakek Tuan tidak menderita atau terpengaruh oleh rasa takut atau
sifat pengecut. Di hadapannya ia melihat Bhiisma, kakek yang dihormatinya yang
dahulu senang memangku dan menimangnya bagaikan putranya sendiri. Ia melihat
Drona, guru yang dihormatinya, yang telah mengajarnya segala seluk beluk ilmu
panahan; karena itu hatinya meratap, 'Aduh! Haruskah saya menanggung peperangan
berdarah dengan para sesepuh agung ini, para tokoh yang sesungguhnya harus saya
puja dengan persembahan bunga-bunga yang lembut dan indah? Bagaimana saya dapat
mengarahkan panah saya kepada mereka? Haruskah saya melukai kaki yang
semestinya saya letakkan di atas kepala bila saya sungkem di hadapan
mereka?" Perasaan yang melandanya sesungguhnya adalah emosi hormat dan
bakti. Perasaan inilah yang membuatnya putus asa dan bukan emosi-emosi lemah
lainnya."
"Rasa
aku dan milikku tumbuh demikian kuat dalam dirinya sehingga ia berpaling kepada
Krishna dan berkata, "Krishna, arahkan kereta ini kembali ke Hastinaapura,
saya ingin meninggalkan semua ini. 'Krishna tertawa mengejek dan memberi
komentar yang jelas mencemooh, 'Adik ipar-Ku, tampaknya Anda takut bertempur;
baiklah, saya akan membawa Anda kembali ke Hastinaapura dan sebagai gantinya
membawa permaisuri Anda, Draupadii, ia tidak kenal takut. Mari, kita kembali.
Saya tidak mengira Anda pengecut seperti ini; kalau saya tahu, Saya tidak akan
menerima kedudukan sebagai sais kereta Anda. Ternyata Saya sangat keliru
menilai Anda."
"Ketika
Krishna berbicara seperti itu dan mengucapkan berbagai teguran keras lainnya,
Arjuna menjawab, 'Apakah Paduka kira saya yang telah berkelahi dengan Shiva dan
memperoleh anugerah senjata paashupata dari Beliau akan gentar menghadapi
manusia biasa ini? Rasa hormat dan belas kasihanlah yang membuat saya tidak mau
membunuh sanak keluarga saya ini. Bukan rasa takutlah yang menahan saya.
'Arjuna berbicara lama, berdebat perihal aku dan milikku (rasa keakuan dan
kemilikan), tetapi Krishna tidak menghargai sanggahannya. Beliau menjelaskan
kepadanya prinsip-prinsip dasar segala kegiatan serta moralitas dan membuat
Arjuna mengangkat lagi senjata yang telah diletakkannya. Beliau menghimbaunya
agar mengikuti ketentuan kewajiban moral dan sosial yang telah digariskan bagi
kastanya yaitu kasta satria."
"Dalam
pertempuran ketika semua perwira Kaurava bergerombol dan secara serentak
menghujani Arjuna dengan panah, Krishna menyelamatkannya dari curahan senjata
itu. Hal itu telah Beliau lakukan dahulu ketika Beliau mengangkat Bukit
Govardhana untuk menyelamatkan penduduk desa Gokula serta ternaknya dari banjir
hujan badai yang dicurahkan kepada mereka oleh Dewa Indra yang murka. Krishna
menarik semua senjata ke arah diri Beliau dan menyelamatkan Arjuna yang duduk
di belakang Beliau dalam kereta, dari serangan yang mematikan itu. Luka-luka
pada tubuh Beliau mengucurkan darah, sekalipun demikian Beliau tetap bertahan
menghadapi curahan anak panah yang dilepaskan musuh. Tujuan Beliau yaitu Arjuna
harus dilindungi dari segala bahaya. Beliau juga bermaksud mengurangi kekuatan
dan kesombongan pihak musuh yang jahat dan meningkatkan kemuliaan serta
reputasi Arjuna."
"Krishna
tidak membawa senjata, tetapi Beliau menyebabkan terbasminya lawan dan Beliau
menyatakan di hadapan dunia betapa mulia jalan dharma yang diikuti oleh
Paandava bersaudara. Dalam pertempuran tersebut sering kakek Tuan merasa sedih
karena peran yang dipilih Krishna bagi diri Beliau sendiri. 'Aduh, kami
menggunakan Paduka untuk tujuan yang tidak berarti ini. Seharusnya kami
menempatkan Paduka dalam mahligai hati kami, kini kami tempatkan Paduka di
tempat duduk kusir kereta! Kami menurunkan martabat Paduka ke taraf pembantu!
Kami telah merendahkan Bhagawan ke taraf yang demikian hina; aduh, mengapa kami
jadi mengalami kesulitan ini?', demikian Arjuna sering meratap dalam hati."
"Lebih
menyedihkan dari semuanya adalah suatu tindakan menyakitkan yang setiap kali
harus dilakukan oleh Arjuna. Bila harus melakukan hal itu, Arjuna yang malang
diliputi penyesalan yang tidak tertahankan. Sambil mengatakan hal itu Maharesi
Vyaasa menunduk seakan-akan beliau tidak ingin menyebutkan hal tersebut. Ini
membuat Pariikshit semakin ingin tahu sehingga ia memohon, 'Resi Yang Agung,
tepatnya apakah perilaku menyakitkan yang terpaksa dilakukan kakek saya
walaupun merupakan sakrilegi?'
Maharesi
Vyaasa menjawab pertanyaan ini. "Oh Maharaja, dalam medan pertempuran,
bila perwira penumpang kereta harus memberi petunjuk kepada orang yang berperan
sebagai sais, ke mana kereta itu harus dibelokkan, suaranya tidak akan
terdengar jika ia berseru ke kanan atau kiri. Hiruk pikuk di tempat itu terlalu
bising dan membingungkan. Karena itu, ketika sedang tenggelam sepenuhnya dalam
pertempuran yang dahsyat dengan lawan, ia harus menekan kening sais kereta
dengan ibu jari kaki kanan atau kiri. Untuk tujuan ini ia selalu menempelkan
kedua ibu jari kakinya pada kening sais kereta. Tempat duduk sais terletak di
bagian yang lebih rendah. Bila kereta akan dijalankan lurus, kedua ibu jari
harus ditekankan sama kuatnya. Itulah kebiasaan yang berlaku. Karena tekanan
semacam itu harus dilakukan dengan kaki yang bersepatu, setiap hari kedua
pelipis Sri Krishna lecet-lecet. Arjuna mengutuk dirinya sendiri karena merasa
malu; ia membenci gagasan tentang perang dan berdoa agar permainan jahat itu
selesai saat itu juga. Ia merasa sangat sedih karena kepala yang dipuja oleh
orang-orang suci dan para resi bijak waskita itu harus disentuhnya dengan
kakinya."
"Tangan Krishna yang lembut dan halus bagaikan bunga teratai, semuanya melepuh
karena harus menggenggam tali kendali erat-erat dan karena kuda-kuda berusaha
menarik sekuat tenaga bila laju mereka ditahan atau dikendalikan. Bhagawan
mengabaikan makan dan tidur, melakukan pelayanan baik yang tinggi maupun
rendah, menyiapkan agar kuda-kuda serta kereta selalu dalam keadaan sempurna.
Beliau juga melakukan berbagai pekerjaan lain yang sangat penting bagi
kemenangan. Beliau memandikan kuda-kuda di sungai, merawat luka-luka mereka,
dan mengoleskan obat untuk menyembuhkannya, (mengapa menyebutkan satu demi satu
seluruh pekerjaan yang Beliau lakukan?). Beliau membantu sebagai pelayan yang
melakukan pekerjaan kasar dalam rumah tangga para kakek Tuan! Beliau tidak
pernah mengambil peran sebagai penguasa jagat raya yang merupakan sifat dan
status sejati Beliau. Bukankah Sri Krishna sendiri meyakinkan para kakek Tuan,
'Berbaktilah kepada Saya dan terimalah kekuatan dari Saya. Sejauh Anda dengan
penuh semangat meningkatkan dan mempercepat proses memberi dan menerima ini,
sejauh itu pula Anda akan suskses dan bahagia. Serahkan segala kecemasan,
kesulitan, penderitaan, dan keinginan Anda kepada saya, dan sebagai gantinya,
terimalah kegembiraan, kedamaian, serta kekuatan batin dari Saya. Dalam
kedatangan ini, hanya para peminta kehidupan rohani dan orang-orang yang bajik
merupakan kerabat, teman, dan penerima rahmat Saya.' Itulah ukuran kasih Beliau
bagi mereka yang berbakti kepada Beliau," kata Maharesi Vyaasa kepada
raja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar