Jumat, 01 Februari 2013

Bhagavatam Part 39 : Teladan Sang Avatar

Kode Iklan anda yang ingin ada di sebelah kiri disini
Kode Iklan anda yang ingin ada di sebelah kanan disini


“Rsi yang agung, saya belum merasa puas betapapun banyaknya cerita yang saya dengar mengenai permainan masa kanak-kanak Sri Krishna! Sungguh, Krishna bocah yang menyenangkan hati. Beliau adalah Tuhan yang telah berkenan mewujudkan diri guna memberikan teladan hidup bagi para manusia. Walaupun segala ciptaan berada dalam diri beliau,namun beliau bermain-main seakan-akan beliau anak manusia biasa! Oh alangkah beruntungnya saya bila saya memikirkannya, saya merasa bahwa segala kemujuran yang saya peroleh bukannya karena pahala perbuatan baik yang saya lakukan dalam kehidupan ini. Ah! Saya melewatkan hari-hari akhir saya dengan mendengarkan kisah perbuatan Sri Krishna yang begitu agung, yang memiliki naga sesa sebagai pembaringan beliau! Dengan demikian, kutukan anak Rsi Samika kepada saya sebenarnya secara tidak langsung telah membikan kesempatan istimewa kepada saya untuk membersihkan segala dosa. Sekali lagi saya persembahkan seribu sembah sujud pada Rsi yang telah memberikan kutukan sekaligus kesempatan istimewa ini.

Sementara saat terakhir semakin mendekat, kerinduan saya terpusat (sebagai keinginan untuk) meneguk dengan riang semua kisah permainan Sri Krishna yang begitu manis. Kisah ini begitu memabukkan saya, membuat saya gila. Karena saya terbakar oleh keinginan ini, maka berikanlah saya minuman sejuk yang menyenangkan selama beberapa jam yang masih tersisa dalam hidup saya ini.” Parikshit, bersujud di kaki Rsi Sukha, terdorong oleh bhakti yang memenuhi hatinya, dan mohon lebih banyak lagi kisah mengenai masa kanak-kanak Sri Krishna. Mendengar permohonan ini, mengalirlah sumber belas kasihan dalam hati sang Rsi. Beliau bertanya “Oh Maharaja! Di antara aneka kejadian surgawi yang tidak terbilang banyaknya, yang mana yang ingin tuanku dengarkan sekarang ? kisah itu demikian banyak sehingga seandainya diceritakan terus menerus selama ribuan tahunpun masih akan ada banyak kisah yang tetap tidak terungkapkan. Tiada seorangpun, betapapun pandainya yang dapat meringkas kisah kemuliaan beliau dalam beberapa jam saja.


Mendengar hal ini, Parikshit menjawab “Wahai Rsi yang agung! Saya pernah mendengar bagaimana Krishna yang sangat kita cintai, bersama Balarama kakak beliau mempelajari berbagai keahlian dan cabang ilmu dari Sandipani, seorang guru yang sangat mujur. Apakah ini berarti beliau, yang adalah penguasa seluruh pengetahuan, guru agung dan penguasa semuanya perlu belajar dari seseorang yang kurang terpelajar? Ini pastilah salah satu permainan beliau, namun begitu saya tetap ingin mendengar kisah permainan ini. Hanya Gopala sang sutradara agung yang paling tahu siapa jiwa yang harus diberkahi dan diselamatkan, dengan cara apa, dan bilamana. Pastilah beliau memainkan drama ini untuk membebaskan Sandipani dari belenggu kelahiran dan kematian melalui hubungannya dengan Tuhan. Izinkan saya mendengar berbagai kisah kemuliaan beliau yang berkisar pendidikan ini agar saya bisa diselamatkan dengan mendengarkannya. Rsi Sukha berkata “Oh Maharaja, hal yang tuan katakan merupakan kebenaran yang tidak dapat disangkal. Ya semuanya itu hanyalah permainan beliau. Dalam drama yang disutradarai dan dimainkan oleh-Nya sendiri, alam semesta merupakan pentasnya dan disitu terdapat tirai, pentas tambahan, rak, srta ruang-ruang terpisah yang tidak terbilang banyaknya untuk memainkan berbagai alur cerita guna menyelamatkan dan membebaskan. Karena nasib baik Sandipani telah matang. Krishna menganugrahinya kesempatan hebat itu dan memberkatinya dengan cara tersebut. Dengarkanlah! Akan saya ceritakan drama surgawi itu kepada tuanku sekarang.

Krishna dan Balarama, dua saudara luar biasa, tumbuh bagaikan matahari yang membumbung ke puncak dan bersinar semakin cemerlang. Orang tua mereka, Nanda dan Yasoda prihatin memikirkan masa depan kedua anak itu, karena (pandangan) mereka tertutup kekaburan bathin yang sudah lazim. Mereka memutuskan bahwa anak-anak itu harus diajar seni dan ilmu pengetahuan, ketrampilan, dan kecakapan yang sesuai dengan kedudukan serta keadaan mereka. Garga pendeta keluarga dipanggil dan setelah berkonsultasi dengannya,  ditetapkanlah hari dan jam yang baik untuk melangsungkan upacara yang diperlukan. Upacara inisiasi dalam kebijaksanaan Brahman yang disebut Upanayana ‘Upacara menuntun murid kepada guru’ dilangsungkan besar-besaran secara resmi. Pada hari itu diselenggarakan berbagai kegiatan amal dan banyak benda yang berharga di dermakan sesuai dengan petunjuk sashtra. Hiburan rakyat diselenggarakan untuk menyenangkan para penduduk Gokul.

Bersamaan dengan itu, Nanda dan Yasodha mengundang banyak pendeta dan berunding dengan mereka beserta Rsi Garga yang merupakan pendeta keluarga untuk mengetahui guru yang paling pandai yang diinginkan guna memberikan pendidikan bagi putra-putra mereka. Setelah beberapa saat melakukan perundingan, Garga kemudian menyatakan bahwa yang terbaik yaitu mengirim kedua anak tersebut kepada Sandipani, seorang pandit hebat dari Avantii yang tinggal di Khaasi, sebuah kota kecil di tepian sungai gangga.
Sandipani, demikian kata Garga adalah orang yang saleh, orang tua anak-anak itu tidak dapat mengirim para putra yang demikian dicintainya ke tempat yang demikian jauh, tetapi mereka menyadari kebenaran bahwa belajar tanpa seorang guru hanyalah belajar secara sembarangan. Karena itu akhirnya mereka setuju dan merencanakan akan ikut mengantar mereka ke Khaasi. Ketika tiba pada saat yang ditentukan, Krishna dan Balarama akhirnya dikirim ke ashram Rsi Sandipani untuk mendapatkan pendidikan. Sejak hari itu Krishna dan Balarama belajar di bawah bimbingan dan asuhan Sandipani. Mereka menunjukkan penghargaan kepada guru dengan sikap segan dan hormat. Oh Maharaja, ada ribuan, puluhan ribu, bahkan jutaan anak yang belajar di bawah bimbingan para guru, tetapi siswa yang prilakunya sedemikian rupa sehingga memuaskan dan menyenangkan guru sangatlah langka, bahkan tidak ada satupun dalam seratus orang murid. Membuat guru senang dan puas, mempelajari dengan baik hal-hal yang diajarkan, tidak mengejar kesenangan indera, dan hanya asyik mengejar pengetahuan, selalu sadar bahwa belajar merupakan tugas dan kewajiban, demikianlah seharusnya seorang siswa yang ideal sebagaimana yang dicontohkan oleh Krishna dan Balarama.

Dalam kesempatan apapun mereka tidak pernah menyela ceramah sang guru atau mengemukakan kemauan untuk menentangnya. Mereka tidak melanggar kehendak atau petunjuk dalam hal apapun. Mereka tidak pernah meragukan keahliannya atau berani melanggar perintah sang guru, walaupun mereka sendiri merupakan gudangnya segala keahlian dan pengetahuan duniawi maupun rohani, dan walaupun mereka sendiri adalah pemegang wewenang tertinggi baik di dunia maupun di alam semesta lainnya yang lebih tinggi. Mereka tetap mematuhi dan menghormati guru sesuai dengan kecakapan, kemashyuran, dan kedudukannya. Mereka penuh kesungguhan dan ketaatan, mereka tidak membiarkan apapun mengganggu atau mengalihkan perhatiannya dari pelajaran.

Melihat disiplin dan semangat belajar yang ditunjukkan oleh Krishna dan Balarama, Sandipani merasakan gelora suka cita yang tidak terhingga di hatinya. Bila dilihatnya mereka, timbullah keinginan yang tidak tertahankan untuk melatih mereka dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan yang lebih banyak lagi. Dibuatnya mereka menguasai keempat Veda, Vedanta, Ilmu Logika, tata bahasa, ilmu hukum dan ekonomi; diajarkannya kepada mereka segala hal yang diketahuinya. Oh Maharaja, apa yang dapat saya katakana? Mungkin dunia mengenal para genius yang dapat menguasai satu bidang ilmu dalam waktu lima tahun, atau satu tahun, atau barangkali hanya satu bulan. Tetapi dengarkan! Krishna dan Balarama hanya tinggal bersama Saandipani selama 64 hari, dan dalam waktu sesingkat itu mereka telah menguasai 64 kesenian serta ilmu pengetahuan! Demikianlah mereka memerankan drama proses belajar. Hal ini hanya permainan bagi mereka. Bagaimana kita bisa menjelaskan kepura-puraan yang menakjubkan ini, permainan dan sandiwara Tuhan? Dapatkah manusia biasa belajar secepat itu? Dapatkah manusia mengetahui demikian banyak hal dalam waktu beberapa hari saja? Pada waktu Sandipani merasa gembira karena kerendahan hati dan kesetiaan Krishna serta Balarama, pada waktu ia menerima salam dan hormat mereka yang disampaikan dengan tulus ikhlas, dan ketika sedang asyik dalam percakapan yang menyenangkan dengan kedua bersaudara ini, ia sering menitikkan air mata, walaupun ia selalu berusaha menahan kesedihan yang memenuhi hatinya. Krishna dan Balarama mengetahui hal ini dan akhirnya pada suatu hari Krishna berdiri di hadapan sang guru dengan kedua tangan terkatup (dalam sikap hormat) dan bertanya “Oh Guru, setiap kali kami bercakap-cakap dengan guru, kami dapati kadang-kadang air mata guru merebak bila sedang mengingat suatu peristiwa. Jika guru beranggapan bahwa kami layak untuk mengetahui penyebab kedukaan itu, mohon ceritakanlah kepada kami”

Ketika mendengar permohonan ini, kesedihan yang terpendam di hati Sandipani tercurah keluar. Dukacita yang melandanya tidak tertahankan sehingga dirangkulnya Krishna sambil menangis dalam penderitaan bhatin yang tidak dapat dikuasainya lagi. Sebenarnya Krishna mengetahui seluruh kejadian itu, tetapi beliau berpura-pura tidak tahu dan berkata “Guru, katakanlah kepada kami apa penyebab kesedihan ini. Kami akan berusaha meringankannya sedapat mungkin dengan segenap kekuatan dan kemampuan kami. Tidak ada tugas yang lebih suci dan lebih penting bagi kami selain memulihkan kegembiraan hati guru. Beritahukanlah kepada kami tanpa ragu. Jangan menganggap kami sebagai anak kecil dan merasa bimbang.” Ketika Krishna memprotesnya seperti itu, Sandipani merasa sangat terhibur dan dapat menguasai emosinya lagi. Ditariknya kedua bocah itu agar duduk dekat disebelah kiri dan kanannya sambil berkata :” Anak-anakku terkasih! Sungguh saya sangat beruntung mendapatkan kalian sebagai murid. Dari perkataan kalian saja saya sudah memperoleh kegembiraan (karena yakin) bahwa keinginan saya akan segera diwujudkan. Suara hati saya mengatakan bahwa kalian bukanlah bocah biasa. Saya merasa yakin bahwa kalian pasti sanggup menyelesaikan misi ini. Keyakinan itu mendorong saya (untuk memberitahu kalian); namun terkadang saya terguncang keraguan, saya tidak tahu apa yang akan terjadi pada diri saya.” Setelah menyatakan hal itu Sandipani terdiam lalu air matanya merebak lagi. Melihat kejadian ini, Balarama bersujud di kakinya dan berkata “Guru yang terhormat, mengapa guru meragukan kami? Kami ini sudah seperti putra guru sendiri. Untuk membahagiakan guru, kami bersedia mengorbankan hidup kami.”

Kesungguhan kedua anak itu membuat sang guru malu karena tidak memberitahukan penyebab kesedihannya. ‘Nak! Setelah menikah dan berkeluarga selama bertahun-tahun, saya mendapatkan seorang anak laki-laki. Saya rawat ia dengan penuh kasih dan perhatian seperti saya menjaga hidup saya sendiri. Suatu hari ia pergi ke Prabhasa ksetra di laut, dan ketika masuk ke dalam air yang bergelombang untuk upacara penyucian, ia tenggelam dan saya tidak pernah melihatnya lagi sampai sekarang. Ketika melihat kalian berdua dan mengamati kerendahan hati serta disiplin kalian, saya merasa sangat terhibur, bahkan senang sekali. Saya hampir melupakan kehilangan itu. Kalian telah mempelajari semua yang harus dipelajari dengan cepat sekali. Sekarang bahkan kalianpun tidak dapat tinggal lebih lama dengan saya. Setelah kalian berangkat, siapa yang akan saya asuh dan sayangi lagi? Tangis sang guru meledak menutup kata-katanya, sedu sedan sang guru tidak dapat tertahankan lagi.

Krishna berdiri dihadapannya dengan gagah perkasa. Lalu berkata “Oh guru terbaik! Kami harus menyampaikan rasa terima kasih kepada guru karena telah mengajarkan segala kesenian dan ilmu pengetahuan yang langka kepada kami dengan cara yang tiada bandingnya. Bukankah itu Darma kami? Kami akan segera berangkat dan bertarung dengan samudra yang telah menelan putra yang sangat guru kasihi. Akan kami bawa anak itu kembali kepada guru. Biarkanlah kami mempersembahkan perbutan ini sebagai guru daksina “hadiah resmi yang diberikan murid kepada guru ketika menyelesaikan pendidikannya. Berkatilah kami dan ijinkan kami berangkat sekarang! Mereka bersujud di kaki sang guru, bangkit, kemudian sambil menanti. Sandipani yakin bahwa kedua anak lelaki itu bukan bocah biasa; ia percaya mereka akan berhasil. Dipeluknya kedua anak itu lalu diusap-usapnya rambut mereka sambil memberikan restunya.

Mendengar penuturan ini, Raja parikshit berkata “Maharesi, Oh alangkah mujurnya para kakek saya karena mereka telah menyaksikan hal ini. Krishna adalah tuhan yang memainkan peran seorang manusia, walaupun di dalam diri beliau terkandung segala sesuatu yang ada sekarang, dahulu, maupun yang akan datang.

Oh Maharaja, setelah mendapat persetujuan dan restu guru mereka, Balarama dan Krishna bergegas pergi ke laut dekta Prabhaksetra. Di tempat itu mereka berdiri penuh keagungan dan memberi perintah dengan penuh wibawa dengan nada yang tidak dapat dibantah :”Wahai samudra, kembalikanlah putra guru kami yang dulu telah tenggelam di tempat ini, bawalah ia kemari atau engkau akan mendapat ganjaran!” Mendengar perintah itu, (dewa penguasa lautan) yang mengetahui identitas kedua anak dihadapannya, menampakkan diri dan gemetar ketakutan, disentuhnya kaki Krishna dan Balarama, kemudian berkata “ Ampuni saya paduka, ini bukanlah kesalahan saya, ketika bocah itu sedang mandi, takdir menariknya ke dalam pusaran air dan membawanya ke kedalaman. Pada waktu itu ia ditelan oleh raksasa Panchajana yang selama ini tinggal dalam gua besar dibawah samudra. Anak itu ada di perutnya. Inilah kejadian yang sebenarnya. Selebihnya hamba serahkan kepada paduka.

“setelah samudra mengatakan hal itu, Krishna mengangguk, Baik! Aku telah mendengar keteranganmu! Kembalilah, Aku akan pergi menemui raksasa itu.” Setelah mengatakan hal itu, Krishna terjun ke dalam samudra menuju sebuah gua besar di dasar samudra yang ditunjukkan dewa laut. Disana ia melihat raksasa yang sangat besar dengan tatapan marah karena merasa kediamannya diganggu. Ketika tidak ada kesepakatan untuk mengembalikan anak guru Sandipani, akhirnya mereka berkelahi. Samudra menjadi sangat gaduh oleh kejadian ini, oleh karena itu, Sri Krishna segera mengakhiri pertarungan itu dengan membunuh sang raksasa. Ketika Krishna membelah perut raksasa itu untuk mencari anak gurunya, sebuah lokan yang besar datang ke tangan beliau menyerahkan diri. Setelah memeriksa semua bagian dari gua itu dan juga usus sang raksasa tetapi tidak menemukan anak gurunya, Sri Krishna segera naik ke permukaan lalu mengajak Balaram pergi ke kota kematian. Disana beliau berdiri di gerbang pintu kematian sambil meniup lokan yang baru didapatkannya dari badan Panchajanya. Suara yang ditimbulkan kulit lokan itu begitu menggelegar bagaikan gemuruh halilintar.

Yama, dewa kematian, berlari ketakutan menuju gerbang menemui Krishna dan Balarama. Dengan sopan ditanyakannya tujuan kedatangan mereka dari tempat yang begitu jauh. Kedua bersaudara itu memerintahkan agar putra guru mereka dibawa dan diserahkan kepada mereka. “sesuai perintah paduka” jawab dewa Yama dengan tangan tertangkup dalam sikap hormat. Diperintahkan bawahannya untuk menjemput dan mengantarkan anak Sandipani dan dalam beberapa detik, putra sang guru yang telah dikuduskan ini diserahkan kepada Krishna dan Balarama. Setelah mengucapkan terima kasih dan memberkati dewa Yama, mereka segera pergi ke ashram gurunya mengantarkan anak sang guru. Setibanya di ashram mereka dudukkan sang anak dekat gurunya lalu sambil berdiri di sisi lain, Krishna berkata :” inilah Guru daksina kami” mohon diterima sebagai persembahan dari kami.

Tidak terkatakan senangnya sang guru melihat hal itu. Mereka dilanda luapan kebahagiaan yang mendadak. Sandipani begitu merasa mujur karena diberi kesempatan menjadi guru bagi bocah surgawi yang adalah Tuhan sendiri. Di dalam hati ia bersujud kepada Krishna dan Balarama dan dengan air mata mengalir di pipi, dipeluknya mereka dan diaturnya keberangkatan mereka untuk meninggalkan ashram setelah menyelesaikan pendidikannya.

Oh maharaja, renungkan sejenak betapa menimbulkan inspirasi teladan yang diberikan gopala Krishna ketika beliau menempuh pendidikan. Betapa prilaku dan kesungguhan beliau menyenangkan orang-orang yang lebih tua. Setiap tindakan beliau, betapapun dari luar Nampak sepele dan tidak penting, tetapi tetap mempunyai arti dan makna yang sangat mendalam. Orang-orang bodoh yang tidak dapat mengetahui hal ini, karena itu mereka anggap perbuatan tersebut tidak ada bedanya dengan kegiatan manusia biasa. Di dunia ini adakah orang yang dapat mengatakan bahwa ia bisa mengajarkan cara berenang kepada ikan ? demikian pula, siapa yang dapat mengajar dan menjadi guru bagi Tuhan? Walaupun segala pengetahuan timbul dari beliau dan hanya dapat diperoleh melalui rahmat beliau, sebagai gambaran dari murid yang ideal, beliau menggunakan diri beliau sebagai wakil, contoh, dan teladan bagi dunia bagaimana cara memilih,dan mengabdi kepada sang guru dengan sikap rendah hati yang harus ditanamkan dengan pendidikan dan rasa terima kasih serta hormat yang harus diberikan murid kepada gurunya. Dengan maksud membimbing dan member dorongan kepada para pelajar masa kini, maka Krishna menempuh proses pendidikan sebagai siswa yang ideal. Perhatikan betapa misteri dan permainan Tuhan tidak mudah dipahami. “Ketika mengucapkan hal ini, air mata sukacita Rsi Sukha tidak bisa dibendung lagi.”

Tidak ada komentar: