Selasa, 20 November 2012

Gayatri Mantram dalam bait Trisandya



Ada beberapa hal yang membuat saya kembali tertarik untuk mempublikasikan  tulisan  yang bertemakan Gayatri dan Tri Sandya ini sebab dalam beberapa tahun terakhir ini, asumsi masyarakat hindu bali untuk melakukan puja Trisandya sudah terasa semakin meningkat terbukti dengan banyaknya corong-corong loudspeaker yang dipasang di Pura desa untuk mengumandangkan Bait Gayatri mantra ini di saat-saat  “Sandya” atau pergantian waktu dari gelap ke terang ataupun sebaliknya. Namun dibalik kebangkitan itu, ternyata masih banyak  juga umat Hindu yang belum memahami arti dan manfaat ber-Tri Sandya sehingga ketika mereka mendengar lantunan mantram itu, orang masih moh untuk menunda pekerjaannya lalu terdiam sejenak merenungi kebesaran sang Pencipta dalam rasa syukur.

Bait-bait dalam puja Tri Sandhya, bukanlah hasil karangan tetapi “disusun” sebagaimana yang telah saya jelaskan pada tulisan sebelumnya. Sama halnya dengan penyebutan bahwa Maharsi Vyasa adalah “Pengarang Veda” yang sangat tidak tepat dipergunakan sebab Vyasadeva sama sekali tidak melakukan karangan atau mengarang dan mengada-ada menurut imajinasi pikiran tapi beliau Menyusun kitab-kitab Veda yang berjumlah ribuan sloka tersebut untuk dikodifikasikan dengan cara yang lebih sistematis bagi kepentingan manusia jaman Kali yang menurut penerawangan beliau pada waktu itu melihat bahwa di jaman Kali, kecerdasan manusia akan sangat merosot sehingga tidak memiliki daya ingat yang baik untuk menerima pengetahuan Veda yang demikian banyaknya, Sehingga mereka akan membutuhkan sebuah media yang bernama “catatan”. Sebelum Maharsi Vyasadewa menyaksikan kemerosotan manusia di jaman Kali ini, system penyampaian Veda dilakukan hanya dengan cara sravanam (mendengarkan saja) dari guru-guru kerohanian yang mempunyai kwalifikasi bagus. 

Menurut Svami Sathya Narayana, guru kerohanian Weda di India, Trisandhya adalah persembahyangan tiga kali sehari yaitu pagi hari disaat matahari terbit disebut “Brahma Muhurta” bertujuan menguatkan “guna Sattvam” menempuh kehidupan dari pagi hingga siang hari. Siang hari sebelum jam 12 sembahyang bertujuan untuk mengendalikan “guna Rajas” agar tidak menjurus ke hal-hal negatif. Sore hari sebelum matahari tenggelam sembahyang bertujuan untuk mengendalikan “guna Tamas” yaitu sifat-sifat bodoh dan malas. Jadi Puja Trisandhya adalah persembahyangan pada saat pergantian waktu (pagi-siang-malam) yang bertujuan untuk menghilangkan aspek-aspek negatif yang ada pada manusia.      
Puja Trisandhya terdiri dari enam bait. Bait pertama atau sebagai Sandya Vandanam (awal) diambil dari Gayatri atau Savitri Mantram (Rg Veda, Sama Veda dan Yayur Veda).     
Gayatri Mantram terdiri dari tiga unsur mantram yaitu :
Pranawa (OM)
Vyahrti (BHUR BHUVAH SVAH),
Tripada (TAT SAVITUR VARENYAM, BHARGO DEVASYA DIMAHI, DHYO YONAH PRACODAYAT).
Pranama mantra adalah lambang kesucian dan kemahakuasaan Hyang Widhi. Vyahrti mantra untuk pencerahan lahir-bathin, dimana pengucapan “Bhur” bermakna sebagai Anna Sakti memproses sari-sari makanan bagi kekuatan tubuh. Pengucapan “Bhuvah” bermakna sebagai Prana Sakti yaitu menggunakan kekuatan tubuh bagi kesehatan jasmani dan rohani. Pengucapan “Svah” atau “Svaha” bermakna sebagai Jnana Sakti yaitu memberikan kecerahan pada pikiran dan pengetahuan menjadi cemerlang. Berjapa dengan mengucapkan “Svaha” akan bermanfaat menghilangkan “avidya” (kegelapan) menuju kepada “vidya” yaitu kesadaran pada hakekat kesucian dan kemahakuasaan Hyang Widhi.
Bait kedua diambil dari Narayana Upanisad (Sruti) bertujuan untuk memuja Narayana, manifestasi Hyang Widhi, agar manusia senantiasa dibimbing menuju pada Dharma.
Bait ketiga diambil dari Siva Stava (Smrti) yang melukiskan Tuhan dengan berbagai sebutan : Siva, Mahadeva, Isvara, Paramesvara, Brahma, Wisnu, Rudra, Purusa.
Bait keempat, kelima dan keenam diambil dari Veda Parikrama berisi pernyataan bahwa keadaan manusia di bumi disebabkan oleh kepapaan, dan kehinaan dari sudut pandang spiritual. Oleh karena itu maka manusia wajib mohon maaf dan mohon agar terhindar dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan trikaya parisudha.
Sesungguhnya inti dari mantram Trisandya itu adalah pada bait pertamanya yakni bait yang mencantingkan Gayatri Mantram, sebab mantra ini juga dikenal dengan nama Vedamatta atau ibunya Veda. Sebuah mantra yang semua orang harus mengetahuinya sebab Gayatri mantram adalah do’a universal yang memohon kejernihan akal budhi agar kebenaran dapat tercermin tanpa adanya penyimpangan, agar kecerdasan kita dibangkitkan dan dikuatkan sehingga bisa dijadikan pembimbing menuju kesuksesan melalui sadhana intensif. Ia ditujukan kepada energi Surya ( Karena Tuhan juga dikenal dengan nama Surya-Narayana ) dan juga Anna Purna ; Tuhan sebagai Ibu jagat raya yang memelihara dan menjiwai segala kehidupan. Setiap kata dalam Gayatri mantram harus diucapkan dengan benar, jelas, tegas dan tidak tergesa-gesa karena jika tidak demikian maka mantram itu akan menimbulkan efek yang sebaliknya yakni menyelubungi orang yang bersangkutan dalam kegelapan batín. Gayatri mantram meresapi segala sesuatu di seluruh alam semesta dan berada pada landasan Veda sehingga disebut dengan “Veda Matta” ibu dari Veda

Mantram Gayatri sendiri sama artinya dengan ketuhanan karena itu Ia harus diucapkan dengan penuh hormat, dan rendah hati, juga dilandasi oleh kasih dan keyakinan terhadap mantram tersebut sehingga manfaat yang diperoleh bisa maksimal. Disamping menganugrahkan cahaya batín, mantram ini juga bisa memberikan kesaktian bagi orang yang mengucapkannya dengan penuh keyakinan seperti Rsi Viswamitra yang mampu menggunakan berbagai jenis senjata kedewataan. Mantram ini juga bisa menjadi penyelamat dari kesengsaraan dan mara bahaya dan juga pengusir roh jahat karena mantram yang sama juga pernah dipakai oleh Rsi Visvamitra untuk menginisiasi Sri Rama dalam pemujaan Surya melalui mantra Aditya Hrdayam(Satya Sai Vahini. Hl.183-184. – baca juga penjelasan dalam buku yang berjudul ‘Keampuhan mantram Gayatri). Oleh karena keampuhannya yang sangat besar, maka mantram ini dianjurkan untuk diulang sesering mungkin dimanapun dan dalam segala keadaan. Tuhan tidak pernah ternoda atau tercemari, jadi anggapan atau lebih tepat dikatakan perasaan tidak enak mengucapkan mantram suci di tempat yang menurut kita kurang suci, tidak berlaku untuk hal ini. Karena Tuhan meresapi segala sesuatu di seluruh alam, beliau ada dimana mana, di kotoran sapi, kamar mandi, dapur, apalagi di tempat sembahyang. Tentu saja dari semua tempat yang ada, terdapat beberapa tempat khusus yang memang memiliki energi ketuhanan lebih dari yang lainnya seperti di ruang puja, dan berbagai tempat persembahyangan lainnya. Mengucapkan Gayatri mantram saat mandi akan menjadikan kita lebih suci. Ketika air diberikan mantram, molekul air itu akan berkembang baik sehingga bisa memberikan efek yang baik pula terhadap badan. Seperti halnya air yang sama yang ditempatkan dalam sangku kecil lalu diberikan mantram, oleh Sang  Rsi, maka air itu akhirnya menjadi lebih bernilai sebagai ‘Tirta” dengan manfaat tambahannya. Air pada waktu kita mandi membersihkan seluruh anggota badan, pada saat yang sama saat mandi juga menjadi waktu yang baik untuk membersihkan pikiran dengan chanting Gayatri mantram sehingga akhirnya mandi menjadi proses penyucian lahir dan bhatin. (Sanatana Sarathi.1995).
Walaupun Gayatri Mantram adalah mantram yang sangat sakral yang terdapat dalam Rg.Veda dan merupakan mantram suci yang biasanya hanya dibisikkan oleh seorang guru kerohanian kepada muridnya dalam proses inisiasi. Tapi sekarang, mantram suci ini disebar luaskan kepada seluruh umat manusia untuk membentengi diri mereka dari pengaruh buruk Kali Yuga.
      
Yang menjadi hal pokok dalam penchantingan Gayatri mantram ini sebernarnya adalah apa yang menjadi motivasi orang bersangkutan melantunkan mantram Gayatri dan seberapa besar keyakinannya terhadap manfaat dari mantram tersebut. Walaupun orang mengucapkannya dengan irama khusus sembahyang, tapi jika ia kurang yakin dan tidak menyadari kekuatan besar yang terkandung dalam mantram tersebut, apalagi jika badannya saja bermeditasi tapi pikirannya ada di tempat lain, tentu kekuatan dari mantram Gayatri tidak akan muncul dan dirasakan oleh orang yang bersangkutan. Sebaliknya walaupun seseorang kelihatan sibuk bekerja, tapi saat mengucapkan Gayatri mantram pikirannya mantap dalam ketuhanan, bukan tidak mungkin orang seperti itulah yang justru telah menikmati rasa bhakti yang sesungguhnya.


Selanjutnya, pengucapan Shanti Mantram dalam puja Trisandya ataupun dalam setiap kali penutupan mantra dimaksudkan untuk hal berikut :Shanti yang pertama, memohon agar manusia terhindar dari sifat/sikap tidak bijaksana (Avidya). Shanti yang kedua memohon agar manusia terhindar dari bencana yang berasal dari mahluk ciptaan Hyang Widhi : manusia, binatang, tetumbuhan (Adi Bhautika). Shanti yang ketiga memohon agar manusia terhindar dari bencana alam (Adi Dhaivika)

1 komentar:

P4MRI_UNTAD mengatakan...

Tulisan yang sangat inspiratif memberikan banyak pengetahuan dan mudah dicerna. artikel selanjutnya selalu saya nantikan untuk memperdalam pengetahuan tentang jati diri. Terimakasih banyak.