Senin, 22 Juli 2013

Penyebab Kemakmuran jaman dulu dan kemiskinan jaman sekarang



Setiap orang harus menempuh hidupnya sedemikian rupa sehingga ia tidak menyakiti makhluk hidup yang mana saja. Inilah kewajibannya yang tertinggi. Juga setiap jiwa yang mendapat kesempatan lahir sebagai manusia, mempunyai kewajiban utama untuk menggunakan sebagian dari tenaganya buat berdoa, mengulang-ulang nama Tuhan, bermeditasi, dan sebagainya. Selanjutnya setiap orang harus menyamakan hidupnya dengan kebenaran, kebajikan, kedamaian, dan pengabdian tanpa pamrih.

Sebagaimana engkau takut menyentuh api atau mengganggu seekor ular kobra, demikian pula engkau harus takut membahayakan, melukai, atau merugikan orang atau makhluk lain; engkau harus takut berbuat dosa. Sebagaimana sekarang dengan gigih dan tekun engkau berusaha untuk mengumpulkan uang serta kekayaan, demikian pula engkau harus gigih dan tekun membaktikan dirimu untuk melakukan perbuatan yang baik, menggembirakan orang lain, dan memuja Tuhan. Ini adalah dharma kalian sebagai manusia.

Tuhan menjelma dalam wujud manusia untuk mengembangkan dan menguatkan kebajikan ini. Mungkin timbul pertanyaan, bagaimana sesuatu yang tidak ada dapat dikembangkan dan dikuatkan? Sesungguhnya sifat-sifat ini bukannya tidak ada, mereka ada dalam diri manusia! Bila sifat-sifat yang berada dalam manusia ini merosot dan memudar, Tuhan mengambil wujud sebagai manusia. Beliau datang untuk mengembangkan kebajikan dan menimbulkan kelemahan serta kemunduran pada kekuatan-kekuatan yang menentang kebaikan. Pada zaman Dwapara Yuga ribuan tahun yang lalu, ketika Sri Krishna memberi petuah pada Arjuna, Beliau hendak menjelaskan hal ini dengan mengatakan sebagai berikut:

Parithraanaaya saadhunaam
Vinaasaaya cha dushkrithaam
Dharmasamsthaapanaarthaaya
Sambhaavami yuge yuge.

Untuk melindungi yang bajik
Untuk memusnahkan yang jahat
Untuk menegakkan dharma
Aku menjelma dari masa ke masa.
Bhagawad Gita, 4 : 8

Minggu, 07 Juli 2013

Bekal yang harus dimiliki Sadhaka (Penekun Spiritual)



Setiap orang dapat melakukan kesalahan tanpa sengaja. Betapa pun terangnya suatu nyala api, akan ada asap yang mengepul dari situ. Demikian pula perbuatan baik apa pun yang dilakukan seseorang akan tercampur dengan sedikit keburukan. Engkau harus berusaha agar keburukannya diperkecil, agar kebaikannya lebih banyak dan kejelekannya lebih sedikit. Tentu saja dalam situasi dunia sekarang ini mungkin engkau tidak langsung berhasil dalam usaha yang pertama. Engkau harus dengan hati-hati mempertimbangkan akibat dari apa pun juga yang kau lakukan, kau ucapkan, atau kau laksanakan. Sebagaimana engkau ingin orang lain memperlakukan engkau, demikian pula engkau harus terlebih dahulu memperlakukan orang lain. Sebagaimana engkau ingin agar orang lain mencintai dan menghormati engkau, demikian pula engkau harus mencintai dan menghormati mereka. Hanya dengan demikianlah mereka akan menghormati engkau. Sebaliknya, bila engkau sendiri tidak menghormati dan mencintai orang lain, jika engkau mengeluh bahwa mereka tidak memperlakukan engkau dengan sepatutnya, pastilah perkiraanmu itu merupakan anggapan yang keliru. Di samping itu, ada orang yang menasehati orang lain mengenai prinsip-prinsip kebenaran, kebajikan, dan tentang sifat-sifat kelakuan yang terpuji. Andai kata mereka mengikuti nasehatnya sendiri, mereka bahkan tidak perlu memberi nasehat tersebut. Orang-orang akan mempelajari hal itu hanya dengan memperhatikan (tingkah laku) mereka. Bila engkau menasehati orang lain dengan mengutip ayat-ayat kitab suci seperti burung beo, tanpa berusaha untuk menerapkannya dalam kehidupanmu sehari-hari, maka engkau tidak hanya menipu orang lain, tetapi bahkan lebih buruk dari itu, engkau menipu dirimu sendiri. Karena itu, engkau harus bersikap dan bertingkah laku sedemikian rupa sebagaimana engkau ingin orang lain juga bersikap dan bertingkah laku demikian pula. Bukanlah sifat seorang sadhaka untuk mencari kesalahan serta cacat cela orang lain dan menyembunyikan kesalahan serta cacat celanya sendiri. Bila ada orang yang memberitahu engkau bahwa engkau melakukan suatu kesalahan, jangan membantah dan berusaha membuktikan bahwa engkau benar, jangan pula sakit hati lalu menaruh dendam kepadanya. Pertimbangkan dan pikirkanlah hal itu, kemudian berusahalah memperbaiki kelakuanmu. Sebaliknya, bila engkau mencari-cari alasan untuk membenarkan kelakuanmu atau berusaha membalas dendam pada orang yang mengkritik engkau, jelaslah bahwa engkau tidak bertindak sebagai seorang sadhaka atau bakta.