Kamis, 06 Juni 2013

Hasil latihan Spiritual



Di dunia ini tidak ada tapa yang lebih tinggi daripada ketabahan (yaitu kemampuan untuk menguasai diri dan tetap tenang serta berani dalam menghadapi kesulitan dan penderitaan), tidak ada kebahagiaan yang lebih besar daripada kepuasan batin, tidak ada perbuatan baik yang lebih suci daripada belas kasihan, tidak ada senjata yang lebih ampuh daripada kesabaran.

Abdi Tuhan harus menganggap badan sebagai ladang dan perbuatan baik sebagai benihnya. Tanam dan budidayakanlah nama Tuhan, biarlah hatimu menjadi petaninya. Kemudian engkau akan menuai hasilnya, yaitu Tuhan sendiri. Tetapi, bagaimana engkau dapat memperoleh panen tanpa mengusahakan tanamannya? Seperti krim yang berada dalam susu, seperti api yang terkandung dalam kayu, demikianlah Tuhan berada dalam segala sesuatu. Percayalah sepenuhnya pada hal ini. Seperti susunya, demikian pula krimnya; seperti kayunya, demikian pula apinya; sebagaimana latihan spiritual yang dilakukan, demikian pula kesadaran Tuhan yang dihayati seseorang. Sekalipun engkau tidak mencapai kebebasan sebagai hasil langsung dari usaha untuk mengingat dan mengulang-ulang nama Tuhan, ada empat hasil jalan akan didapat oleh mereka yang melakukan latihan ini yaitu:
1.   Pergaulan dengan orang-orang yang baik
2.   Kebenaran
3.   Kepuasan batin
4.   Pengendalian indera
Di antara keempat gerbang ini, pintu manapun yang kau masuki pastilah akan membawamu kepada Tuhan, entah engkau seorang yang berumah tangga, pertapa, atau golongan lainnya. Ini adalah suatu kepastian. Manusia sangat mengharapkan kesenangan duniawi. Bila dianalisis sebagaimana mestinya, keinginan ini sendiri merupakan penyakit. Penderitaanmu adalah obat yang kau makan. Bila manusia hidup dalam kesenangan-kesenangan duniawi, jaranglah ia mempunyai keinginan untuk mencapai Tuhan.

Di samping mengulang-ulang nama Tuhan, peminat kehidupan rohani harus menganalisis dan memilah-milah yang baik dan yang buruk sebelum ia mengambil tindakan. Semangat penyangkalan diri timbul dari analisis semacam itu, Tanpa wiweka, sulitlah mencapai penyangkalan diri. Kikir adalah seperti kelakuan anjing; sifat pelit ini harus diubah. Kemarahan adalah musuh nomor satu bagi sadhaka. Sifat ini seperti air ludah dan harus diperlakukan demikian. Dan kebohongan? Ini bahkan lebih menjijikkan. Ketidakjujuran menghancurkan seluruh daya hidup. Sifat ini harus diperlakukan sebagai hewan pemakan bangkai. Pencurian menghancurkan hidup. Kehidupan manusia yang tidak ternilai harganya, direndahkan oleh kejahatan ini sehingga menjadi lebih murah dari uang sen. Ini seperti bangkai yang berbau busuk.

Makan sekedarnya, tidur secukupnya, ketabahan, dan kasih, semua ini akan membantu memelihara kesehatan badan dan pikiran. Siapa pun juga engkau, bagaimana pun juga keadaanmu, jangan putus asa. Bila engkau tidak berkecil hati, bila engkau tidak mengenal takut, bila engkau ingat pada Tuhan dengan iman yang tidak tergoyahkan dan tanpa pamrih, segala penderitaan dan kesusahan akan menjauhimu. Tuhan tidak akan pernah menanyakan tentang kasta, kebangsaan, atau bahkan tentang jalan spiritual yang kau tempuh.
Bakti tidaklah berarti mengenakan pakaian pertapa, menyelenggarakan ritual doa yang mewah, melakukan upacara pengurbanan, mencukur gundul kepalamu, membawa kendi tempa air, membiarkan rambut tumbuh panjang dan kusut, atau penonjolan tanda-tanda lahiriah lainnya. Bakta yang sejati memiliki kesadaran batin yang murni; ia selalu merenungkan Tuhan dengan tiada putusnya, tidak menjadi soal apa pun juga yang sedang dilakukannya. Ia merasa bahwa segala sesuatu adalah ciptaan Tuhan dan karena itu Esa. Ia juga tidak melekat pada obyek-obyek indera, memiliki kasih yang seimbang pada semua makhluk, dan selalu benar dalam pembicaraannya.

Dia antara aneka ragam jenis bakti, yang terbaik adalah namasmarana bakti, yaitu mengingat dan mengulang-ulang nama Tuhan (japa atau zikir) dengan tiada putusnya. Pada zaman Kali Yuga ini, nama Tuhan adalah jalan untuk mencapai keselamatan. Jayadewa, Gouranga, Thyagaraja, Tukaram, Kabir, Ramdas, semua orang suci yang agung ini mencapai kesadaran Tuhan hanya dengan satu nama saja. Mengapa membicarakan ribuan hal lainnya? Prahlada dan Dhruva memperoleh karunia sehingga dapat melihat, menyentuh, dan mendengarkan Tuhan, hanya dengan mengingat nama-Nya terus menerus. Praktek ini saja sudah cukup untuk mendatangkan hasil tersebut. Karena itu, bila engkau menganggap nama Tuhan sebagai napas hidupmu, bila engkau percaya sepenuhnya pada perbuatan yang baik dan pikiran yang luhur, bila engkau mengembangkan semangat pengabdian dan kasih yang sama bagi semua, maka tidak akan ada jalan yang lebih baik untuk mencapai kebebasan. Sebaliknya, bila engkau duduk menyepi di suatu tempat yang sunyi dan menahan napasmu, bagaimana engkau dapat menguasai sifat-sifat bawaanmu? Bagaimana engkau dapat mengetahui bahwa engkau telah menguasainya? Kombinasi bakti seperti Ambarisha dan tindakan seperti Durvasa hanya akan menghasilkan nasib seperti yang dialami oleh Durvasa. Akhirnya Durvasa harus bersujud di kaki Ambarisha. Semoga engkau terhindar dari keadaan seperti Thrisanku. Semoga engkau menghayati kebenaran yang sejati dan mencapai kenyataan dirimu yang sesungguhnya.(Sathya Narayana)