Kamis, 27 Desember 2012

Bhagavatam Part 21 : Durwasa dipermalukan.

Kode Iklan anda yang ingin ada di sebelah kiri disini
Kode Iklan anda yang ingin ada di sebelah kanan disini


Wyasa segera menjelaskan mengapa Durwasa tertawa aneh. "Bagaimana pun juga Durwasa mengabulkan permohonan Duryodhana. Ia berangkat ke hutan sambil berkata. 'Baiklah. Saya akan berbuat demikian. Permohonan Duryodhana ini mengandung maksud yang jahat. Penjelasannya sebagai berikut. Pada suatu pagi saat fajar menyingsing dan Pandawa sedang memuja matahari, Dewa Surya merasa iba pada keadaan mereka. Dari kemurahan-Nya yang tidak terhingga, Beliau menganugerahi mereka sebuah periuk yang isinya tidak akan berkurang betapa pun banyaknya makanan yang dikeluarkan dari dalamnya. Periuk itu disebut a-kshaya patra. Draupadi sebagai istri yang tahu kewajiban, biasanya hanya makan setelah kelima bersaudara itu selesai makan. Sebelum Draupadi selesai makan, periuk itu akan penuh berisi makanan, betapa pun banyaknya orang yang ikut menyantap hidangan tersebut. Bila ia telah selesai dan periuk itu dicuci, wadah itu tidak lagi mengeluarkan makanan. Dengan demikian, sekali sehari, periuk itu mengeluarkan makanan secara berlimpah hingga Draupadi selesai makan. Sebelum itu, ia dapat memberi makan ribuan, bahkan jutaan orang dari periuk itu, tetapi sekali ia sudah mengambil makanannya dari situ, periuk itu kehilangan kekuatannya untuk hari itu. Dengan kata lain, harus ada sebagian atau sebutir makanan di dalamnya agar dapat dilipatgandakan sejuta kali dan digunakan. Itulah kehebatannya yang khas. Duryodhana mohon agar Durwasa datang menemui Pandawa dan minta agar dijamu setelah Draupadi selesai makan karena di dalam hati ia tahu masalah khusus yang menyulitkan ini."


"Bila resi yang pemarah ini datang minta dijamu dan Pandawa tidak mampu memuaskannya beserta pengikutnya yang sangat banyak, maka dalam keadaan lapar pastilah ia akan melontarkan kutuk yang mengerikan. Kutukan itu akan memusnahkan Pandawa bersaudara untuk selamanya. Dengan demikian persoalan yang sulit karena harus hidup bersama mereka akan terpecahkan dan Kaurawa dapat menguasai seluruh kerajaan dengan tentram. Itulah maksud jahat Duryodhana. Tetapi Pandawa mencari bantuan bukannya kepada sesuatu atau seseorang di luar dirinya, melainkan kepada Tuhan di dalam hati mereka! Bagaimana kutukan seorang resi, betapa pun saktinya, dapat menimpa mereka? Bila Tuhan Yang Maha Melindungi berada di pihak mereka, bagaimana mungkin tipu muslihat orang yang busuk hati dapat mencelakakan mereka? Persekongkolan mereka harus gagal secara memalukan. Kaurawa yang jahat tidak menyadari bahwa jika mereka membuat rencana ke suatu arah, Bhagawan merencanakan arah lainnya."

"Durwasa muncul di hadapan Pandawa bersama sepuluh ribu muridnya tepat ketika Draupadi sedang beristirahat setelah selesai makan, sudah mencuci periuk keramatnya, dan sedang bercakap-cakap dengan junjungannya. Dharmaraja melihat resi itu datang menuju ke gubuk beratap daun tempat Pandawa melewatkan hari-hari mereka. Segera ia bangkit menyambutnya dengan sangat gembira, membasuh kakinya, mempersembahkan bunga sebagai penghormatan, dan bersujud di hadapannya. Ia menyatakan, 'Keinginan tertinggi dalam hidup saya telah terpenuhi. Ini benar-benar hari yang amat mujur.' Ia menitikkan air mata sukacita dan berdiri dengan kedua tangan tercangkup. Setelah bersujud, adik-adiknya serta Draupadi berdiri di sampingnya dengan kapala menunduk penuh hormat."
"Durwasa tampak lelah kehabisan tenaga setelah menempuh perjalanan yang jauh dan berbicara dengan nada kesal, 'Kami akan pergi ke sungai untuk mandi dan melakukan upacara sembahyang lohor; siapkan hidangan untuk saya dan kesepuluh ribu pengikut saya bila kami kembali. 'Setelah mengatakan hal ini, mereka segera pergi ke sungai."

"Mendengar perkataan ini Dharmaraja terperanjat, jantungnya hampir saja berhenti berdetak. Ia bertanya kepada Draupadi dan mendapati bahwa periuk keramat itu telah dicuci bersih dan disimpan. Mereka semua tenggelam dalam kesedihan, takut memikirkan apa gerangan yang akan menimpa mereka. 'Sepuluh ribu orang harus diberi makan! Oh Tuhan! Apa yang akan terjadi pada kami hari ini?', demikian mereka meratap amat sedih. Bagi Draupadi -  seorang ibu rumah tangga yang ideal - kesempatan menjamu dan menghidangkan makanan bagi tamu merupakan anugerah yang disambut dengan gembira, tetapi waktu itu hari sudah menjelang senja, orang yang harus segera diberi makan demikian banyak, dan dalam hutan tidak ada bahan makanan yang tersedia, semua ini membuatnya putus asa. 'Tamu yang mengunjungi kita adalah Resi Durwasa yang terkenal; kesaktian dan kemampuannya telah tersohor di seluruh dunia. Hanya dengan berpikir, orang membangkitkan amarahnya dapat diubahnya menjadi abu! Aduh, betapa mengerikan malapetaka yang menanti kami, Tuhanku! Draupadi bertanya dan gemetar ketakutan."

"Ia tidak menemukan akal bagaimana caranya menjamu ribuan tamu yang datang kepadanya. Siapa lagi yang dapat menolongnya dari kesulitan ini selain Bhagawan Sri Krishna, pelindung orang-orang yang baik. 'Oh Gopala! Selamatkan para junjungan saya. Lindungilah kami dari kehancuran yang mengancam; tunjukkan pada kami suatu cara, untuk memuaskan sang resi dan para pertapa ini.' Ia berseru kepada Krishna dengan air mata bercucuran dan hati yang sangat gundah. Ia memohon dengan penuh harapan kepada Bhagawan. Apa pun yang akan terjadi padanya, ia tidak peduli; tetapi ia mohon agar suaminya diselamatkan dan manggalyam 'statusnya sebagai wanita yang bersuami' tetap dipertahankan. Ia menangis keras dalam kesedihan yang tidak tertahankan. Pandawa bersaudara mendengar ratapannya; kesedihan mereka berlipat; mereka pun berdoa kepada Krishna', satu-satunya pelindung mereka. 'Oh Nandanandana, Paduka menyelamatkan kami dari berbagai bencana yang dirancang oleh Kaurawa. Paduka melindungi kami bagaikan kelopak yang melindungi biji mata. Mengapa hari ini Paduka menenggelamkan kami dalam kesulitan yang mengerikan ini? Ampunilah segala dosa dan kesalahan kami; selamatkan kami dari bahaya yang mengerikan ini; tolonglah kami memuaskan hati sang resi dan pengikut beliau yang demikian banyak.'"


"Permohonan Pandawa dan air mata Draupadi melunakkan hati Krishna di Mathura dan menggerakkan Beliau dari situ. Terdengarlah suara tapak kaki seseorang yang berjalan. Pandawa bersaudara yang menunduk cemas memikirkan kedatangan Durwasa kembali dari sungai, menengadah dan melihat Krishna masuk ke gubuk mereka, menebarkan kegembiraan dang senyum Beliau; pakaian Beliau yang berwarna kuning terseret di tanah. Mereka berseru, 'Krishna! Krishna!', lalu berlari menemui Beliau. Draupadi mendengar suara itu dan bergegas keluar dari ruang dalam; ia menduga pastilah (suaminya berseru seperti itu) karena ada tanda-tanda rahmat Tuhan yang mungkin telah dilimpahkan kepada mereka. Tetapi ketika melihat Krishna, ia bergegas bersujud di kaki Beliau dan membasuhnya dengan air matanya. 'Selamatkan saya, selamatkan status perkawinan saya, sedangkan sang resi dan para pengikut beliau.' Krishna, sutradara sempurna (yang mementaskan) drama alam semesta ini tampaknya tidak mengindahkan kecemasan mereka, tetapi hanya memikirkan rasa laparnya sendiri! Ia berkata, 'Draupadi, ini aneh sekali. Saya lapar. Pertama-tama redakan rasa lapar Saya, setelah itu Anda dapat meminta apa yang Anda perlukan dari Saya. Berilah saya sedikit makanan sekarang ini juga!", dan Beliau menadahkan telapak tangan seakan-akan tidak dapat menunggu lagi."

"Draupadi berkata, 'Oh Bhagawan! ini bukanlah saat bergurau; ini saat yang gawat bagi kami. Selamatkan kami, jangan menertawakan keadaan kami yang sulit ini.' Ia menyeka aliran air matanya dengan ujung sari. Ia berdoa dengan kedua tangan diulurkan untuk memohon. Krishna menengadahkan kepalanya dengan tangan Beliau dan berkata lembut dengan nada meyakinkan, 'Nak, air mata wanita merebak pada provokasi yang paling ringan. Tetapi dapatkah rasa lapar Saya dipuaskan dengan air mata?' Tampaknya Krishna sedang cenderung sarkastis. Draupadi menjawab, 'Gopala, Paduka adalah pemohon kedua di gubuk kami hari ini. Bila kami tidak memberikan apa yang Paduka minta, Paduka tidak akan mengutuk dan menghancukan kami. Tetapi pemohon yang lain menanti bersama sepuluh ribu pengikutnya untuk memuaskan rasa laparnya dengan melahap kami semua. Kami semua akan habis menjadi abu; dari mana kami dapat memperoleh sebutir beras pun dalam hutan ini? Bagaimana saya dapat memuaskan rasa lapar demikian banyak orang dengan pemberitahuan yang demikian mendadak, di tempat yang terpencil ini?' Ia menjelaskan penyebab kemurungan yang meliputi mereka."

"Gopala tertawa keras-keras. 'Sepuluh ribu tamu sudah datang, kata Anda. Tapi saya tidak melihat seorang pun di sini! Saya hanya dapat tertawa mendengar perkataan Anda. Anda membuang anak dalam gendongan untuk menimang anak di tempat yang jauh. Pertama-tama berilah Saya secukupnya untuk memuaskan rasa lapar Saya; setelah itu Anda dapat berpikir untuk memuaskan mereka di tempat yang jauh.' Krishna berkeras bahwa Beliau harus dilayani lebih dahulu; Beliau memainkan peran orang yang lapar secara sempurna. Draupadi terpaksa menjelaskan keadaannya yang sulit. 'Bhagawan, periuk itu mengeluarkan bermacam-macam makanan; semuanya sudah dihidangkan dan habis; saya yang terakhir makan. Saya sudah mencuci bersih periuk suci anugerah Surya itu dan menyimpannya. Sekarang bagaimana saya dapat memperoleh makanan dari wadah itu? Bagaimana saya dapat meredakan rasa lapar Paduka? Padukalah satu-satunya pelindung kami . Jika Paduka yang mengetahui segala-galanya membuat kami sedih, bagaimana pula dengan orang lain?' Draupadi menangis lagi."

"Gopala berkata, 'Ah, bawalah periuknya ke sini. Jika Saya mendapat sebutir makanan saja dari situ, Saya akan puas.' Draupadi masuk mengambil periuk itu dan memberikannya kepada Krishna. Dengan hati-hati Gopala meraba bagian dalam periuk itu dengan jari jemari Beliau, mencari-cari remah makanan yang mungkin tertinggal di situ walau sudah digosok dan dicuci. Di bagian leher periuk beliau menemukan sepotong kecil sayuran yang telah dimasak. Beliau bertanya, 'Draupadi, tampaknya hari ini Anda makan siang dengan hidangan sayur!'"
"Draupadi sangat heran karena Krishna dapat menemukan sepotong kecil sayur dalam periuk yang telah digosok dan dicucinya bersih-bersih. 'Pastilah ini mukjizat Paduka. Pekerjaan apa pun yang saya lakukan, saya laksanakan dengan baik. Tidak mungkin saya membersihkan periuk itu asal-asalan saja.' Draupadi tertawa. Ketika ia mendekati Krishna untuk melihat potongan sayur itu, Krishna memperlihatkannya kepada Draupadi sambil berkata, 'Lihat! Saya mendapatkan ini dari periuk Anda. Ini cukup untuk meredakan tidak hanya rasa lapar Saya, tetapi rasa lapar segala makhluk dalam alam semesta.' Kemudian dengan ujung jari Beliau, Krishna meletakkan remah sayur itu di atas lidah dan menelannya sambil berseru, 'Ah! Enak sekali. Lapar Saya lenyap!'"

"Pada saat itu juga Durwasa yang sedang berada di tepi sungai bersama sepuluh ribu muridnya merasa perut mereka penuh sekali dengan makanan. Rasa lapar mereka lenyap; mereka merasa sangat gembira, bebas dari perihnya lapar yang mereka derita menit sebelumnya. Mereka saling menyampaikan rasa heran mereka dengan gerakan isyarat dan kemudian berkat-kata. 'Perut kita sudah kenyang sekali, tidak ada tempat lagi untuk tambahan sebutir nasi pun! Dharmaraja akan menunggu kita di sana dengan pesta besar aneka hidangan yang sangat lezat dan ia akan mendesak akar kita menerima perjamuan itu. Tetapi di mana lagi tempat untuk hidangan pesta yang ia siapkan? Benar-benar kita berada dalam keadaan yang sangat sulit!', demikian kata mereka. Kemudian ada seseorang yang teringat peristiwa ketika guru mereka, Durwasa, mengutuk Ambarisha dan justru menderita malu di tangan korban kutukannya karena campur tangan Sri Krishna.

Mereka melaporkan keadaan dan dugaan mereka kepada Durwasa. Resi (waskita itu) mengetahui rahmat Tuhan yang diperoleh Dharmaraja lalu memberkatinya secara berlimpah. Durwasa bersama para muridnya meninggalkan tempat itu melalui jalan lain, menghindari tempat tinggal Pandawa bersaudara.
Tetapi Krishna telah mengutus Bhima agar pergi ke sungai dan segera menjemput sang resi beserta rombongannya untuk makan siang. Ketika Bhima melihat mereka menjauh melalui jalan lain, ia berjalan lebih cepat. Murid-murid Durwasa ketakutan karena mengetahui niatnya dan segera berlari ke hutan menyelamatkan diri. Bhima menghadap Durwasa lalu berkat, 'Guru, kakak saya menyuruh saya menemui dan menjemput Guru karena santapan siang telah tersedia bagi semuanya. Durwasa menyatakan tidak sanggup. 'Bhima! Kami tidak dapat makan lagi walau hanya sesuap. Kami sangat kenyang hingga rasanya akan meletus. Kami sama sekali tidak marah kepada Anda. Saya berkati Anda agar Anda memperoleh segala kebahagiaan. Saya akan datang mengunjungi Anda ketika Anda memerintah dunia sebagai penguasa yang tidak diganggu gugat lagi dan kemudian saya akan menerima perjamuan sambutan Anda. Mereka yang mengutus saya kepada Anda dengan maksud jahat akan menghadapi kehancuran total.' Setelah merestui Pandawa dengan kemujuran besar, Durwasa meninggalkan tempat itu bersama seluruh pengikutnya."

"Apakah Ananda perhatikan Parikshit, bakti serta kepasrahan para kakek Ananda tiada bandingnya maka rahmat yang dicurahkan Krishna kepada mereka pun tidak terkalahkan." Ketika Wyasa mengungkapkan kejadian-kejadian ini kepada Parikshit untuk memperlihatkan keteguhan iman Pandawa serta rahmat Sri Krishna, Parikshit mendengarkan dengan penuh perhatian, dengan rasa segan, hormat, takjub, serta cemas berganti-ganti memenuhi pikiran serta perasaannya. Pada waktu dilema yang dihadapi Pandawa diceritakan, Parikshit menjadi resah; ketika dikisahkan suatu bencana yang akan menimpa, ia menitikkan air mata simpati; jika sukses yang dipaparkan, merebaklah air matanya karena sukacita.

Tidak ada komentar: