Kamis, 04 April 2013

Bhakti Marga



Pada zaman Treta Yuga, ketika avatar Rama berada di dunia, resi Narada datang kepada-Nya dan bertanya, "Oh Tuhan, apakah sifat-sifat abdi Rama? Apakah ciri khasnya? Dan apakah sifat serta ciri-ciri seorang peminat kehidupan rohani?"
"Dengar oh Narada!" jawab Rama. "Abdi-Ku penuh kasih. Mereka selalu menjunjung tinggi kebenaran dan mempertahankan kebajikan. Mereka berbicara benar. Hati mereka penuh belas kasihan. Mereka tidak pernah melakukan hal yang tercela. Mereka menghindari dosa. Mereka teguh hati dan tabah. Mereka tahu batas dalam makanan dan ugahari. Mereka selalu sibuk berbuat baik bagi orang lain. Mereka tidak mementingkan diri sendiri. Mereka tidak khawatir atau bimbang. Mereka tidak mau mendengarkan sanjungan. Mereka senang mendengar pujian tentang kebajikan orang lain. Watak mereka indah, kuat, dan suci. Peminat kehidupan rohani adalah mereka yang berusaha memperoleh sifat-sifat seperti itu dan mempunyai karakter semacam itu. Sekarang akan Kuberitahukan padamu tentang orang-orang yang Kukasihi: mereka yang dengan wiweka dan penyangkalan diri, dengan kerendahan hati dan kearifan, menyadari pengetahuan tentang kenyataan yang sejati; mereka yang selalu tenggelam dalam ketafakuran merenungkan permainan Ilahi-Ku yang selalu dan di mana-mana mengingat nama-Ku; mereka yang menitikkan air mata kasih bila mendengar nama Tuhan diucapkan, merekalah bakta-Ku yang sejati," demikian jawaban Sri Rama kepada Narada.

Rabu, 03 April 2013

Sanathana Dharma (Kebajikan Abadi) adalah Ibu bagi jagat raya



Sanathana dharma adalah ibu semua agama, asal mula semua aturan etik dan moral di dunia ini. Dan Bharatha Desa (India) adalah tempat lahir "Sang Ibu". Alangkah beruntungnya bharathiyas (para putra Bharat atau rakyat India)! (Betapa indah dan luhurnya warisan pusaka mereka). Seluruh dunia ini adalah badan Tuhan dan India adalah organ yang unik pada badan dunia itu, yakni: mata. Bukankah tanpa mata, badan tidak dapat menguasai dirinya sendiri? Juga dapat dikatakan bahwa India telah diperintah dengan dua mata, yaitu ajaran yang diberikan langsung oleh Tuhan melalui kaum bijak pada zaman dahulu serta naskah-naskah suci (Weda dan Sastra). Karena itu, dapat dikatakan bahwa samskara yang telah dicapai oleh para putra Bharat, belum didapat oleh orang dari negara lain. Kebijaksanaan kuno ini mengajarkan bahwa kebenaran dapat dijumpai dalam semua agama; karena itu, semua agama harus dihormati. Sanathana dharma adalah jalan spiritual yang abadi bagi setiap manusia. Sungai timbul di berbagai kawasan yang berlainan, mengalir melalui alur yang berbeda, tetapi akhirnya semuanya mencapai lautan. Demikian pula manusia lahir di negara yang berlainan dan mengikuti agama yang berbeda. Melalui cara pemujaan mereka masing-masing, akhirnya mereka mencapai samudra kehadiran Tuhan. Semua jalan yang berbeda, yang berasal dari berbagai arah, bertemu dalam jalan spiritual yang abadi. Orang dari agama apa pun juga dapat mempraktekkan kebijaksanaan kuno ini dengan selalu berbicara benar; menjauhkan rasa marah serta dengki, dan melakukan kegiatan hidup dengan hati yang penuh kasih. Semua orang yang mempraktekkan nilai-nilai luhur tersebut dalam hidupnya sehari-hari dan berusaha mencapainya tanpa ragu, berhak disebut bharathiyas atau para putra Bharat (mereka adalah keturunan sejati para resi agung zaman dahulu, tidak menjadi soal apapun kebangsaan mereka).

Di antara semua agama besar di dunia ini, agama Hindu adalah yang tertua dan satu-satunya yang memegang peranan penting sepanjang sejarah umat manusia. Masyarakat Hindu adalah satu-satunya yang bertahan dan tidak binasa sejak zaman purba. Dalam agama ini, lebih daripada yang lainnya, umat telah mempraktekkan hidup dengan penuh kasih, persamaan hak, dan rasa berterimakasih. Semua aturan tingkah laku yang mereka bina berasal dari penemuan prinsip-prinsip filsafat dan dari konsep-konsep Weda. Mereka telah mereguk dalam-dalam hakikat Weda yang tiada awal dan akhirnya. Negeri yang suci ini sungguh-sungguh merupakan tambang kekayaan spiritual bagi seluruh dunia. Semua logam yang diketahui manusia berasal dari tambang yang dalam di perut bumi di berbagai bagian dunia. Tambang jalan spiritual yang abadi terdapat di India. Pengetahuan rohani yang agung ini adalah hakikat seluruh kitab Weda, Upanishad, dan semua kitab suci.

Sangat mujurlah rakyat India karena sejak dahulu bersamaan dengan timbulnya kebijaksanaan kuno dan demi kebijaksanaan kuno ini, di tanah ini telah lahir para pemikir, pembuat ulasan, rasul-rasul Tuhan, dan para guru spiritual yang agung. Di negeri ini juga muncul banyak Yogi besar yang menempuh jalan pengabdian tanpa pamrih, kaum bijaksana, jiwa-jiwa yang telah mencapai kenyataan dirinya, dan para penjelmaan Ilahi yang kini merupakan bagian dari tradisi Hindu. Melalui mereka mengalirlah kebijaksanaan spiritual, yang ditunjang oleh pengalaman, ke seluruh negeri ini. Sarat dengan hakikat kebenaran, kebijaksanaan kuno ini disebarkan ke seluruh dunia. Tetapi, walau jalan spiritual yang abadi ini tersiar ke manca negara, tempat tinggalnya yang asli tetaplah India.
Lihatlah dunia sekarang ini, segala macam mesin, mobil, dan motor dibuat di suatu negara kemudian diekspor ke negara lain. Tetapi negara asalnya tidak dilupakan orang. Mobil dan mesin semacam itu dibuat berdasarkan pengalaman. Tidak ada yang dapat dilakukan tanpa landasan tersebut. Demikian pula mata air kebijaksanaan kuno timbul di India. Melalui tokoh-tokohnya yang agung serta aneka buku yang mereka tulis, orang dari berbagai negara lain memperoleh manfaat aliran air tersebut. Karena itu, landasannya, tempat asalnya, tidak dapat diabaikan. Itu tidak mungkin. Tetapi kini ada masalah yang serius di India. Di tanah ini, tanah tempat kelahiran para tokoh suci yang mengasuh dan membantu mengembangkan jalan yang luhur ini, masyarakat memungut pola hidup yang baru dan jalan spiritual yang abadi ini dikesampingkan, diserahkan demikian saja pada orang dari negara-negara lain.

Rakyat India modern masa ini bahkan belum pernah mengecap manisnya kebijaksanaan kuno ini, belum memahami maknanya dan menutupnya dalam perdebatan-perdebatan yang kosong. Tentu saja hal ini disebabkan oleh tidak adanya tokoh spiritual yang mumpuni yang dapat membimbing dan menunjukkan jalan pada mereka. Sayangnya, bila pun ada pemimpin semacam itu, masyarakat lebih tertarik pada gaya hidup yang modern dan melekat pada hal ini. Cara hidup yang modern ini seperti penganan gorengan yang dijual di pasar. Jajan ini menarik orang banyak karena baunya yang sedap dan dibeli oleh mereka yang tidak mempertimbangkan nilai kefaedahannya. Walaupun Sanathana Dharma adalah kebijaksanaan abadi yang suci, jalan spiritual ini tidak memiliki pesona tontonan lahiriah dan karena itu diabaikan saja. Tetapi kebenaran tidak memerlukan hiasan semacam itu. Cita rasanyalah yang penting. Sanathana dharma diabaikan terutama karena manusia sekarang terdorong semata-mata oleh tingkah fantasi dan kesenangannya sendiri. Sekarang mereka mempunyai kebiasaan menolak kenyataan (budaya mereka) dan meniru-niru adat bangsa lain. Ini adalah kesalahan yang serius. Seorang India menyalahi sifat bawaannya bila ia tertarik oleh wujud-wujud lahiriah yang fana dan kesemarakan duniawi. Tidak ada jalan lain yang akan memiliki kebenaran yang lebih agung atau kasih yang lebih luhur daripada jalan spiritual yang abadi ini, yang merupakan perwujudan kebenaran. Kebijaksanaan kuno ini adalah pusaka bagi setiap manusia. Kesucian tidak akan dapat dibatasi. Bukankah kesucian itu tidak ada duanya?

Di India muncullah mereka yang telah mencapai kebenaran spiritual dalam hidup ini dengan mengikuti jalan yang abadi, mereka telah memperoleh rahmat Tuhan, yang telah memahami sifat kebenaran, dan mereka yang telah mencapai kesadaran Tuhan. Sejak dahulu orang India selalu menghormati dan memuja mereka yang telah mencapai tingkat yang kudus ini, tanpa mengindahkan perbedaan kasta, kepercayaan, atau jenis kelamin, Kesucian tingkat spiritual ini membakar habis semua keterbatasan semacam itu. Sebelum manusia mencapai tingkat ini, tidak mungkinlah ia memandang segala sesuatu secara sama dan seimbang. Karena itu, engkau harus maju dengan berani di jalan yang abadi yang menuju kesadaran Tuhan. Itulah hak setiap putra Bharat yang diperolehnya sejak kelahirannya.
Bila kita periksa sejarah India semenjak dimulai, terbuktilah bahwa orang-orang suci yang agung berasal dari seluruh golongan masyarakat Hindu. Ada Avatar dan orang-orang yang telah mencapai kebebasan spiritual, misalnya Rama, Krishna, Balarama, Janaka, dan Parikesit, serta yogi besar seperti Wiswamitra, semuanya berasal dari warna ksatriya. Para guru spiritual yang telah mencapai penerangan batin, cendekiawan besar yang ahli dalam kitab-kitab suci, dan resi serta kaum waskita pada zaman Weda, berasal dari warna Bhramana. Kitab epik seperti Bhagawata menceritakan berbagai kisah kepahlawanan yang dilakukan oleh orang warna Sudra. Banyak abdi Tuhan yang agung berasal dari warna yang rendah. Praktek spiritual sangat penting bila engkau ingin memperoleh kesucian dan mencapai Tuhan Yang Mahatinggi tanpa terhalang oleh dunia. Faktor lain, seperti misalnya warna, sama sekali bukan merupakan penghalang. Tetapi engkau harus memperoleh rahmat yang diperlukan untuk mencapai kesadaran Tuhan, engkau harus menjalankan praktek spiritualmu dengan teratur dan disiplin.

Namun, kini keturunan tokoh-tokoh India yang mulia itu telah membawa aib yang tiada habisnya pada agama Hindu. Mereka mengabaikan prinsip-prinsip yang diwujudkan oleh nenek moyang mereka yang agung. Mereka tidak mengkaji amanat leluhur mereka ataupun mengikuti petunjuk yang telah diberikan. Sebaliknya, mereka mengubah cara hidup mereka untuk mengikuti zaman. Ada pepatah yang mengatakan, "Pikiran-pikiran jahat timbul pada saat keruntuhan." Masyarakat India yang modern telah menjadi budak nama, kemasyhuran, dan hasrat yang kuat untuk memperoleh kekuasaan serta kedudukan. Mereka sibuk memajukan kesejahteraan istri dan anak-anak mereka sendiri dengan cara-cara yang egois. Sekalipun demikian, tetap ada banyak orang yang mencintai semuanya secara sama, yang tidak egois, yang berusaha memajukan kesejahteraan dunia, yang telah mengabdikan hidup mereka untuk melayani umat manusia, dan telah mengorbankan segala-galanya. Tetapi mereka ditindas. Mereka tidak dihargai atau diberi kedudukan yang tinggi, karena bila demikian, tidak akan ada tempat lagi bagi orang-orang yang jahat, curang, dan tidak adil.
Betapapun luas dan dalamnya samudra, bila tanah di dasarnya digoncangkan gempa, airnya akan bergelora; bila pergolakan itu mereda, air lautan akan tenang kembali seperti semula. Demikian pula orang-orang yang baik ini menjauh, tidak terjerat dalam gelora gempa ketidakadilan, kejahatan, egoisme, dan lagak serta sikap pamer. Segera setelah keributan mereda, mereka akan kembali ke dunia lagi. Kekuasaan duniawi yang fana dan sikap mengangung-agungkan diri tidaklah langgeng. "Tumbuh hanyalah untuk binasa," demikian kata pepatah. Tiadanya kedamaian sekarang ini adalah kebinasaan, keruntuhan, bukan pertumbuhan. Pada zaman dahulu, sejak kanak-kanak orang India tumbuh dan dibesarkan secara benar dan bajik, dengan perasaan yang murni, pengendalian diri, dan menghargai kehormatan nama baik. Ia dipelihara dengan susu kitab-kitab suci kuno: Weda, Sastra, dan Upanishad. Ia menyambut dan menghormati bangsa-bangsa yang terusir dari negara mereka sendiri dan mencintai mereka sebagai saudara setanah air. Kini orang India menyerang saudara-saudaranya sebangsa karena keegoisannya dan karena keranjingan kekuasaan. Dengan tidak sabar ia mencemburui kemakmuran saudaranya dan menjadi gila karena rasa loba sehingga ia sampai hati menipu saudara-saudaranya sendiri. Ia menjauhkan diri dari mereka yang sungguh-sungguh mengharapkan kebaikannya dan mengejar tujuannya yang egois. Ia melipatgandakan sifat-sifat buruk yang tidak pernah terdengar sebelumnya dalam masyarakat Hindu, mengikuti jalan yang sesat dan cara hidup yang membawa kehancuran. Orang India modern masa kini tidak takut berdosa, tidak takut pada Tuhan, tidak memiliki disiplin, tidak mempunyai rasa hormat, dan tidak beriman, karena itu ia menjadi sasaran pertentangan, perselisihan, dan kegelisahan. Keadaan ini sungguh merupakan kemerosotan yang luas biasa dan sulit dipercaya.

Saudara saudari-Ku umat Hindu, putra putri Bharat, pengikut jalan yang abadi, kemanakah perginya sifat-sifat mulia zaman dahulu? Bilakah engkau akan menerima kebenaran, toleransi, moralitas, dan disiplin? Bangun! Tegakkan kembali kerajaan Sri Rama yang cemerlang dengan istana kebenaran, kebajikan, dan kedamaian. Cintailah saudaramu setanah air. Praktekkanlah ajaran kebijaksanaan yang kuno. Padamkanlah kobaran api kebodohan, kegelisahan, ketidakadilan, dan kedengkian, dengan air kasih, penahanan diri, dan kebenaran. Kembangkanlah rasa persaudaraan. Hapuskan semua rasa iri dan kemarahan. Ingatlah ajaran kaum bijak waskita masa lalu dan sifat-sifat para suci yang agung. Ingatlah kekuasaan Tuhan. Carilah kesalahan serta cacat celamu sendiri dan insyafilah bahwa tidak ada gunanya mencari kesalahan orang lain. Hal ini hanya membuang waktu dan menimbulkan perselisihan. Maka buanglah sifat itu. Bila kesempatan ini kau lewatkan, kapan engkau dapat memperolehnya lagi? Jangan patah hati dan mengikuti rasa sedih, tetapi katakan "selesai" pada semua keburukan dan kejahatan masa lalu. Menyesallah dengan sungguh-sungguh dan tempuhlah jalan doa, perbuatan baik, serta kasih persaudaraan. Tegakkanlah kerajaan Tuhan di bumi ini.
(Majalah) Sanathana Sarathi 'sais kereta perang yang abadi' telah dimulai untuk membantu menegakkan kerajaan ini. Bala tentaranya akan menyokong usaha ini dengan perkataan dan perbuatan yang baik. Sediakanlah keretamu! Bersiaplah dan ambillah langkah pertama untuk menyerahkan diri kepada Tuhan. Semua putra Bharat adalah anak yang berasal dari satu ibu, yaitu ibu Sanathana Dharma. Lunasilah hutangmu kepada ibu. Orang yang melupakan ibunya tidak layak disebut putra sang ibu. Kita bukanlah orang yang baik bila kita mengatakan ibu kita buruk. Susu yang telah diberikannya kepada kita adalah nafas hidup kita. Pemberi kehidupan ini, bapak semuanya, adalah Tuhan Yang Maha Besar. Semuanya adalah anak dari orang tua yang sama. Tanpa saling menyalahkan dan saling menuduh, tanpa mengharapkan yang buruk bagi orang lain, berusahalah mengerti bahwa saudaramu mempunyai keterikatan pada hal-hal yang mereka hargai, sama seperti perasaanmu pada hal-hal yang juga kau hargai. Jangan mengecam atau menertawakan hal yang dihargai orang lain. Sebaliknya, berusahalah untuk ikut menghargainya. Inilah sifat kebenaran dan kasih yang merupakan ciri khas para putra Bharat (Svami Sathya Narayana )