Sabtu, 22 Desember 2012

Renungan untuk semua wanita di hari ibu

Kode Iklan anda yang ingin ada di sebelah kiri disini
Kode Iklan anda yang ingin ada di sebelah kanan disini



Pada hari ini masyarakat Indonesia sedang bersemangat untuk merayakan hari keutamaan bagi seorang Ibu. sebuah peran yang begitu mulia sehingga menjadikan sorga berada di telapak kakinya. namun seberapa besarkah prosentase ibu-ibu yang sangat pantas menerima penghargaan dan penghormatan sebagai ibu ideal sekarang ini, mengingat begitu banyaknya kaum perempuan terutama ibu-ibu yang telah lalai akan kewajiban alaminya sebagai ratu rumah tangga dan sebaliknya malah lebih gemar mengejar karir, dan pergumulan materi sebagai manusia modern.



berikut adalah petikan wacana dari seorang Mahatma dan Guru besar yang mengungkapkan keagungan seorang ibu beserta tugas-tugas yang harus diembannya.


Pengaruh orang tua pada pikiran anak
Pengaruh orang tua pada pikiran anak sangatlah penting.Sesungguhnya pengaruh merekalah yang utama dan paling dominan dalam kepribadian dan pola tingkah laku anak. Kini anak-anak tumbuh dalam lingkungan yang dicemari polusi kecemasan, korupsi, dan juga kemegahan duniawi yang hampa, karena kebanyakan orang di jaman ini telah tergila-gila pada kebudayaan material yang dangkal yang terutama diimport dari dunia barat (Western).
Pada usia tiga sampai lima tahun, kepribadian seorang anak sangat dipengaruhi oleh lingkungannya. Jika ayahnya seorang penjudi, penipu, atau pemabuk, begitu pula jika ibu yang mengasuhnya adalah seorang yang suka berbicara tidak benar, senang mendengarkan skandal dan gossip, serta tidak bisa mengendalikan keinginannya, maka berapapun kitab-kitab moral yang diberikan padanya, akan sangat sulit diterapkan guna memperbaiki si anak. Orang tua memikul 90% (Sembilan puluh persen) tanggung jawab karena merusak tingkah laku dan akhlak si anak, disebabkan banyak orang tua yang memperlihatkan kasih sayang yang amat keliru sehingga seringkali memberikan kebebasan tanpa pertimbangan kepada si anak. Bahkan ada orang tua yang cenderung memberikan dorongan bagi kelakuan anak-anaknya yang tidak pantas, dan bukannya menegur serta memperbaiki mereka. Para orang tua dewasa ini paling bertanggung jawab atas jalan sesat yang ditempuh oleh anak-anaknya.
Para orang tua seyogyanya membantu anaknya mengembangkan sikap hormat kepada anggota keluarga yang lebih tua. (Hal.5-6) menanamkan dalam diri sang anak tentang keyakinan keagamaannya agar anak dikuatkan bahwasannya ia memiliki Tuhan yang selalu siap untuk menopang dan menolongnya. Anak-anak tidak boleh dibiarkan berada dalam kekhawatiran, ataupun rasa ketidak puasan akan hal-hal material duniawi. Ia harus dibebaskan dari kebencian, iri hati, dendam dan kemunafikan dengan jalan memberinya makanan yang murni dan sattvik.

Peran seorang Ibu.

 
 …. Dewasa ini para wanita bahkan lebih senang mengejar pekerjaan dibandingkan dengan pria. Namun apa gunanya uang yang mereka peroleh bila mereka lalai dan tidak dapat mengasuh anak-anaknya yang merupakan kewajiban utama dan suci bagi seorang ibu?. Beberapa ibu yang bekerja sebagai guru, sibuk mengurus dan mendidik anak-anak orang lain tetapi tidak memiliki waktu luang untuk mendidik dan mengurus anak-anaknya sendiri. Akibatnya anak-anak mereka menjadi rusak baik dalam hal studi maupun tabiatnya. Kewajiban seorang ibu, pertama-tama adalah memelihara anak-anaknya sendiri, menjaga dan mengarahkan mereka pada jalan yang benar, sebelum mencoba mengurus anak-anak orang lain. Pertama-tama anak sendirilah yang harus dididik agar menjadi anak yang ideal. Tentu saja mencari nafkah itu perlu. Tetapi jika seperti sekarang bahwa wanita lebih terobsesi untuk mengejar karir daripada mementingkan peran alaminya sebagai guru bagi anak-anaknya sendiri, ini benar-benar menyedihkan.

Mendisiplinkan anak
Kini para ibu (HARUS) bertanggung jawab atas kelakuan anak-anaknya, baik atau buruk. Sungguh memalukan jika seorang ibu berkata “ Anak saya tidak lagi mengacuhkan perkataan saya”. Sebenarnya hal seperti ini tidak akan terjadi jika sejak semula sang ibu mendidik anaknya dengan benar, sebagaimana labu ular yang harus diluruskan tumbuhnya sejak masih muda dengan mengikatkan sebuah batu pada ujungnya. Demikian pula batu disiplin dan bhakti harus diikatkan pada sang anak dari sejak bayi. Para ibu mengalami ketidak patuhan dari anak-anaknya karena mereka telah gagal menanamkan disiplin pada tahun-tahun awal. Kita pasti sudah melihat ladang tempat labu ular tumbuh pada penyangga yang tinggi.  Bila labu mulai tumbuh, tukang kebun akan menggantungkan batu kecil pada ujungnya sehingga berat batu itu akan menarik buah labu agar tumbuh lurus. Bila labu tumbuh makin besar maka tukang kebun akan memasang batu yang lebih berat. Demikian pula sesuai dengan tingkat usia anak, disiplin yang diberlakukan harus makin keras agar anak dapat tumbuh lurus, mantap dan kuat.


Ibu, dampingi anakmu di masa emas mereka. 
(Oleh Siti Aisah)
Para ahli psikologi anak bilang: lima tahun pertama adalah masa emas bagi seorang anak.Tahun-tahun emas. Ibuku selalu mengingatkan aku dulu ketika mereka (putra-putriku) masih kecil: Masa kecil mereka tak terulang dua kali.
Benar sekali. Waktu yang pergi tak akan kembali, masa kecil yang berlalu tak mungkin diulang. Seberapa pentingnya-kah masa emas ini?
Sesudah si kecil menghirup udara kotor dunia pada detik-detik pertama hidupnya, sejak saat itulah ia mulai belajar dari pahit getirnya dunia.

Tarikan nafas pertama memperkenalkannya dengan kebutuhan dasar. Bernafas.
Para pakar menganjurkan pada detik-detik pertama tersebut si kecil segera diperkenalkan pada bundanya. Maka bayi merah yang bahkan masih licin tersebutpun diletakkan di atas dada bunda yang sedang sumringah bahagia. Tatapan pertama antara keduanya.
Apa yang kau lihat pada dirinya wahai bunda?
Banggakah dikau? Kecewakah? Kebencian kah? Sadarlah bunda, kesan pertama ini seringkali mewarnai sikapmu padanya dan akan berbalas dengan sikapnya padamu….
Apapun juga, ukirlah rasa syukur dalam dadamu pada menit-menit pertama ini.
Syukur karena masa kritis sudah berlalu bagi kalian dan syukur karena Dia telah Menghadiahkanmu amanah baru ini. Bangga karena engkau telah diberi kepercayaan olehNya. Tutuplah syukurmu dengan doa harapan untuk masa depan kalian.
Bersyukurah niscaya Tuhan Akan Menambahkan NikmatNya padamu.
Hari-hari berikut tetap penting baginya. Senyum pertamanya, sakit pertamanya, ocehan pertamanya, makanan pertamanya, jatuh pertamanya, langkah pertamanya, semua yang pertama baginya. Baik dan buruk, senang dan susah.
Tahukah dikau bunda bahwa semua pengalamannya akan ia rujuk padamu? Apakah engkau senang jika ia mengigitmu (ketika menyusuinya). Ia akan menatapmu untuk mencari tau apa reaksimu. Apakah engkau senang jika ia mempermainkan kucing? Ia akan menunggu reaksimu. Apa pendapatmu jika ia naik tangga? Engkaulah rujukan pertamanya….dan bagimana engkau menterjemahkan padanya dunia ini. Apakah dunia ini tempat penuh optimisme, atau keluh kesah? Apakah dunia ini berbahaya atau penuh tantangan?
Ia akan mencarimu ketika ia jatuh dan luka. Tangisannya keras sekali demi menarik perhatianmu segera. Dan ketika engkau akhirnya datang juga menghibur dirinya dan mengobati lukanya, ia akan senantiasa mengingat bagaimana reaksimu melihat penderitaannya. Apakah engkau menyalahkan, atau berempati?
Bunda, semua itu menjadi rujukan baginya untuk bersikap terhadap dunia dan segala isinya.

Engkaulah guru pertamanya in a true sense!
Mungkin engkau tidak sadar seberapa besar peranmu bagi kepribadiannya. Karena engkau sibuk mencuci, menyetrika, memasak….dan seribu satu pekerjaan rumah lainnya. Maka kau sikapi anakmu dengan seadanya. Jika sempat kau tanggapi dengan senyum optimis, jika tidak maka kau malah bentak dia ketika bermain dengan piring yang sedang kau cuci. betapa beratnya untuk selalu sadar peran, disaat tugas menumpuk, badan penat, kepala berat, sejuta lagi alasan.
Bunda, itu sebabnya kita perlu selalu bertaubat sebab terlalu banyak saat kita tidak memenuhi panggilan tugas dengan semestinya. Tugas seorang ibu, pendidik generasi yang akan datang, tugas yang harus dijalankan 24 jam sehari, 7 hari seminggu. Tanpa cuti.

Bagaimana pula kau tanggapi protesnya ketika kau akan meninggalkan dia? Kantor sudah menunggu, boss bukan orang yang murah hati, sementara si kecil rewel “tanpa alasan”.
Benarkah jika ia tidak sakit maka ia tak boleh protes ketika kau akan pergi? Apakah itu “tanpa alasan”? Ia punya sejuta alasan untuk memintamu tetap mendampinginya…Kita punya seribu alasan untuk boleh meninggalkannya. Kita memang harus punya alasan yang TEPAT untuk meninggalkan balita kita.
Ketika kau pergi, dengan siapakah ia kau titipkan? Baby sitter? Nenek –kakek? Bibi atau tempat penitipan anak?
Apapun pilihanmu, bertanggung-jawablah. Artinya, ajukanlah seribu pertanyaan mengapa engkau meninggalkannya, kepada siapa dan dengan persiapan apa. Tanyakan itu semua pada dirimu sendiri dan jawablah untuk dirimu sendiri. Janganlah engkau meninggalkannya hanya karena “sayang karirku jika berhenti sekarang”, atau “sayang dong otakku jika aku hanya tinggal di rumah”, atau “aku kan butuh aktualisasi diri”.
Ingatlah pesan ibuku puluhan tahun lalu: “masa kecil mereka hanya sekali”.
Aku ingat pesan itu hari ini, duapuluhan tahun setelah itu. Saat aku menikahkan anakku dengan pria pilihan hatinya, terbayang masa kecilnya dan pertanyaan di kepala: apakah aku sudah mendidiknya dengan benar sehingga ia sudah bisa meninggalkan rumah ini untuk menjalani penghidupannya sendiri. Sudah cukupkah bekal yang kuberikan padanya untuk menghadapi hidup?

Hari demi hari berlalu, masa kecilnya semakin jauh dibelakang. Hari demi hari berlalu kita semakin sadar betapa banyak yang belum kita lakukan untuknya. Tapi waktu tak pernah menunggu, tugas terus bertumpuk dan badan tak bertambah gesit.
Sampai datang masanya kita terhentak dan tersadar betapa cepatnya waktu telah berganti. Bersiaplah untuk di evaluasi olehnya,  puluhan tahun setelah hari pertamanya bersamamu, atas segala perlakuan yang telah engkau berikan padanya.
Puluhan tahun dari hari ini, ia bukan lagi makhluk kecil yang tak berdaya. Puluhan tahun setelah hari ini mungkin kitalah yang sudah tak berdaya dan berharap tidak ditinggalkan sendirian di rumah karena badan ini sudah renta.

Tidak ada komentar: