Rabu, 14 November 2012

Menggali Makna Hidup

Kode Iklan anda yang ingin ada di sebelah kiri disini
Kode Iklan anda yang ingin ada di sebelah kanan disini
Beberapa ciri dari jaman kali (Kali yuga) adalah : bahwa sebagian besar manusia telah mengabaikan arti penting dari spiritualitas. Manusia berumur pendek, terjadi kekacauan sistem kehidupan sehingga menimbulkan aneka bencana, kebanyakan kelahiran akan didominasi oleh perempuan, laki-laki dan perempuan bertingkah terbalik, dan diatas semuanya itu, mereka tidak hirau akan ujar-ujar kitab suci dan mengagungkan harta sebagai raja. Canakya nitisastra VII.4 menyebutkan bahwa manusia seharusnya berpuas diri terhadap 3 hal yakni : pasangan sendiri, harta, dan kuasa. Tetapi untuk 3 hal lainnya yang menyangkut spiritualitas yakni berderma, mempelajari ilmu pengetahuan, dan berjapa / memuji nama-nama suci Tuhan, hendaknya manusia tidak pernah merasa puas. Namun apa yang dilakukan manusia sekarang justru sudah berbalik arah dengan memuaskan diri pada hal spiritual dan tamak akan hal-hal duniawi.

APA YANG TERJADI PADA SANG JIWA SETELAH KELAHIRANNYA JIKA IA KEMBALI TIDAK MENYADARI TUJUAN HIDUPNYA DIKIRIM KE BHUMI? . Bagi pemeluk agama yang menganut paham hidup linear dalam garis lurus, akan berpendapat bahwa sang jiwa setelah mengakhiri kegiatannya di bhumi (badan yang ditempatinya mati) akan tinggal di suatu tempat sampai saat datangnya hari kiamat dan pengadilan akhirat digelar untuk menentukan kemanakah sang jiwa dibawa setelah itu sesuai dengan hasil perbuatannya di bhumi. Apakah akan dikirim ke sorga dan hidup dengan para malaikat ataukah dilempar ke neraka sebagai ganjaran atas kegiatannya sebagai pendosa. Hal ini tentu masih menyisakan pertanyaan mendasar, apakah akan ada penciptaan lagi setelah hari kiamat itu ?, sehingga para jiwa yang masih terbalut dosa akan mendapat kesempatan guna memperbaiki diri pada kehidupan selanjutnya. Sehingga pada akhirnya semua jiwa yang nota bene berasal dari Tuhan, bisa kembali menikmati kebahagiaan abadi di Nirvana. namun, bagi penganut keyakinan akan adanya reinkarnasi (kelahiran kembali). dengan jelas menegaskan adanya hukum karma phala yang menyebabkan proses kelahiran kembali setelah sang jiwa meninggalkan badan wadag sebelumnya. Pertanyaan tentang badan wadag apakah yang akan didapatkannya setelah kelahirannya kembali, tentu akan berpulang pada jenis kegiatan apa yang telah dilakukan semasa hidupnya dulu atau apakah yang diingatnya saat ajal menjemput. Tak ada yang dapat memastikan bahwa sang jiwa akan tetap mendapatkan atau terlahir dalam wujud manusia pada kehidupannya yang akan datang jika pahala dari karmanya tidak mengijinkan untuk itu. karena semuanya telah diatur oleh hukum Tuhan. Pandangan yang menganggap bahwa sang jiwa / roh hanya akan terlahir dan menurun dalam lingkup keluarganya saja, bahwa sang roh memilih sendiri waktu, tempat, wujud, dan orang tua baginya adalah pandangan yang keliru. Sang jiwa yang masih terikat oleh karma wasananya tak kan berdaya untuk menolak hasil dari kegiatannya yang menentukan jadi apa dan bagaimana suratan takdirnya di kehidupannya yang akan datang.
Sri Krishna menyabdakan dalam Bhagavad Gita 8.6
Yam-yam vapi smaran bhavam
Tyajanti ante kalewaram
Tam-tam evaiti kaunteya
Sada tad bhava-bhavitah
    
     Keadaan manapun yang diingat seseorang pada saat meninggalkan badannya,     pasti keadaan itulah yang akan dicapainya wahai putra kunti”
Ini berarti bahwa jika seseorang hanya ingat pada keluarganya / kekasihnya saat meninggal, tentu saja sang jiwa akan terikat oleh ikatan itu yang memaksanya harus terlahir diantara mereka kembali entah dengan perasaan kasih ataukah kebencian. Tergantung perasaan yang melatar belakangi kematiannya terdahulu. Oleh karena itu, manusia yang menginginkan pembebasan seharusnya hanya menyembah dan memusatkan pikiran pada Yang Maha Kuasa, saat ajal menjemput. Karena hanya beliaulah satu-satunya sang Juru selamat yang bisa memberikan  mukti / pembebasan.
Yanti devan vrata devan
Pitrn yanti pitr vratah
Bhutáni yanti bhutejya
yanti mad yajino ‘pi mam
(Bhagavad.Gita : 9.25)
Orang yang memuja dewa-dewa, akan dilahirkan diantara para dewa. Orang yang memuja leluhur, akan pergi ke tempat para leluhur, orang yang memuja hantu / berhala akan dilahirkan diantara mahluk seperti itu, tetapi orang yang menyembah-Ku akan hidup bersama-Ku.
     Pernyataan ini mengungkapkan dengan jelas bahwa Tuhan, dewa, leluhur, para sidha / malaikat, apalagi mahluk-mahluk gaib, itu tidak sama. Seperti halnya air laut yang menguap menjadi mendung lalu Turun menjadi hujan, tertampung menjadi air payau, atau air danau, mengalir menjadi aliran sungai atau bahkan air bah / banjir. Kita tidak bisa mengatakan bahwa kualitas semua air itu sama walaupun berasal dari satu sumber yakni lautan. Tujuan akhir yang menjadi cita-cita penganut keyakinan sanatana dharma adalah tercapainya moksa / mukti. Hindu tidak mengajarkan umatnya untuk berhenti pada tingkatan leluhur, atau sebatas menikmati kebahagiaan sesaat di alam para dewa (sorga loka), apalagi menjadi pelayan para hantu. umat hindu yang benar-benar menyelami tujuan agamanya hanya akan menginginkan kembali pulang ke kerajaan Tuhan yang kekal abadi. Selama ini orang mungkin berfikir bahwa dengan berbuat baik saja mereka akan bisa menikmati kehidupan yang lebih baik dengan ditempatkan diantara para leluhur ataupun alam para dewa. Tetapi sesungguhnya kehormatan dan kebahagiaan di alam seperti itupun hanya bersifat sementara, sebatas mana pahala dari karma kita mencukupi untuk itu. Ibarat orang yang memiliki banyak tabungan (pahala dari karma baik) tentu akan mendapat kesempatan dan diperkenankan untuk tinggal di hotel mewah dengan jamuan makan, minum, tidur serta kehidupan yang terasa jauh lebih baik dari kepuasan yang didapatinya di rumah. Tapi begitu sisa uangnya menipis, maka ia harus rela melepaskan kesenangan itu untuk kemudian pulang ke rumah, bekerja keras lagi mengumpulkan uang agar bisa menikmati kemewahan hotel seperti sebelumnya. Jadi biarpun sorga telah dicapai, tapi inipun tidak menjamin bahwa sang jiwa tidak akan diturunkan lagi ke bhumi. Sepanjang mukti / pembebasan belum dicapai, maka selama itu pula tumibal lahir mati harus dialami sang jiwa yang masih terikat karma wasana. Ia yang masih mempunyai sisa karma baik dan diturunkan dari sorga akan terlahir dalam keluarga saleh atau keluarga terpandang, memiliki rupa yang baik dan juga tingkah laku yang sopan. Sebaliknya para pendosa, oleh karena belas kasih Tuhan, juga akan dipanggil dari neraka untuk menjalani sisa hukumannya di bhumi, ia akan diturunkan ke bhumi guna memberinya kesempatan memperbaiki diri dan mulat sarira tetapi karena mereka masih menangung hutang karma buruk, dan ditarik dari alam neraka, biasanya mereka akan ditempatkan di keluarga yang keadaan ekonominya parah, lahir tanpa kasih sayang orang tua, ataupun karena kejahatannya di masa lalu membuatnya harus terlahir dalam keadaan tidak sempurna. sehingga dengan keadaannya seperti itu mereka diharapkan mulai bisa introspeksi lalu membelajarkan diri tentang bagaimana caranya menghargai hidup yang harus dipergunakan sebaik mungkin untuk saling membantu dan menghargai bukan dipakai untuk menghina, mengejek, menyusahkan ataupun mengumbar keburukan orang lain. sehingga pada kehidupan selanjutnya mereka tidak semakin turun pada taraf kehidupan yang lebih rendah.

Mari lihat diri kita Sekarang. Adakah ciri-ciri kelahiran sorga atau malah sebaliknya. Jangan sampai setelah mendapatkan badan manusia sebagai evolusi puncak dari mahluk hidup, diberikan wajah yang menawan, hidup kaya, jabatan tinggi, dan memiliki popularitas, kita malah takabur, bangga, dan terlalu mabuk olehnya, sehingga lupa bahwa tujuan kita dikirim ke bhumi bukanlah hanya sekedar untuk mengisi perut, mengumpulkan kekayaan, ataupun memenuhi kebutuhan biologis saja lalu mati sia-sia seperti anjing dan kucing

Tidak ada komentar: