Jumat, 28 Desember 2012

Bhagavatam Part 23 : Pelayanan Sri Krishna kepada bhakta-Nya

Kode Iklan anda yang ingin ada di sebelah kiri disini
Kode Iklan anda yang ingin ada di sebelah kanan disini


Ketika raja memohon seperti ini, Maharesi Vyaasa berkata, "Oh Maharaja, sesuai dengan persetujuan, Paandava melewatkan masa pembuangan selama dua belas tahun di hutan dan juga melewatkan hidup dalam penyamaran selama setahun penuh. Ketika akhirnya mereka mengungkapkan identitas diri mereka (pada waktu kaurava yang jahat merampok ternak dari wilayah kerajaan Viraata), Duryodhana, anak sulung dalam keluarga kejam itu, si monster penipu, bersumpah bahwa waktu (untuk melewatkan masa penyamaran) belum genap setahun dan Paandava telah melanggar perjanjian mereka, karena itu, katanya, sesuai dengan perjanjian sebelumnya, Paandava terkena hukuman pembuangan setahun lagi. Ia bersikeras dengan kesimpulan itu."

"Para sesepuh, Bhiisma dan lain-lainnya, menegaskan bahwa Paandava telah memenuhi syarat-syarat perjanjian dengan seksama; Paandava tidak mengungkapkan tempat tinggal mereka selama setahun penuh; mereka telah hidup dalam pembuangan genap dua belas tahun lamanya. Tetapi Kaurava tidak menerima kebenaran yang nyata ini. Mereka merintis jalan menuju keruntuhan dan kehancurannya sendiri. Mereka tidak mau mendengar siapa pun, mereka tidak mau menerima nasehat. Mereka bersumpah bahwa hanya peperanganlah yang dapat menyelesaikan masalah itu."


"Apa yang dapat dilakukan orang bila menghadapi keadaan semacam itu? Karena itu kedua belah pihak sibuk melakukan persiapan-persiapan perang, sang raja Duryodhana yang memiliki kekuasaan serta pengaruh, dan penuntut yang berada dalam pembuangan, Paandava bersaudara! Tetapi keadilan dan kebenaran bersekutu dengan pihak yang terbuang, karena itu, beberapa raja yang digerakkan oleh prinsip-prinsip moral bergabung dengan mereka. Lainnya dalam jumlah yang sangat besar memihak raja yang berkuasa sehingga Kaurava dapat menguasai sebelas akshauhini sedangkan Paandava hanya dapat menghimpun tujuh (satu akshauhini terdiri dari 109.350 prajurit infantri, 65610 kuda dan prajurit penunggangnya, 2180 gajah serta prajurit penunggangnya, dan 2180 kereta beserta sais serta perwira penumpangnya)."

"Dengarkan! Kereta Arjuna dikusiri oleh Sri Krishna, Gopiivallabha 'Beliau yang dikasihi oleh para gadis pengembala sapi'. Tidak hanya itu, Beliau juga menjadi pengemudi nasib Paandava bersaudara. Karena itu, tidak ada titik lemah dalam pertahanan Paandava; Beliaulah seluruh kekuatan yang mereka butuhkan. Meskipun demikian, dalam drama agung Tuhan, peran Arjuna secara tiba-tiba mengalami perubahan tidak terduga yang mengherankan semuanya."
"Ketika Krishna menghentikan kereta di antara dua jajaran pasukan yang siap tempur dan menyuruh Arjuna memeriksa para pemimpin laskar lawan yang harus dihadapinya, Arjuna melayangkan pandangannya ke arah para perwira yang ingin menantangnya dalam pertempuran itu dan dengan serta merta air matanya bercucuran! Hatinya hancur karena putus asa dan enggan. Sungguh suatu pemandangan yang membuat setiap orang yang melihatnya merasa haru."


"Tetapi ingatlah bahwa kakek Tuan tidak menderita atau terpengaruh oleh rasa takut atau sifat pengecut. Di hadapannya ia melihat Bhiisma, kakek yang dihormatinya yang dahulu senang memangku dan menimangnya bagaikan putranya sendiri. Ia melihat Drona, guru yang dihormatinya, yang telah mengajarnya segala seluk beluk ilmu panahan; karena itu hatinya meratap, 'Aduh! Haruskah saya menanggung peperangan berdarah dengan para sesepuh agung ini, para tokoh yang sesungguhnya harus saya puja dengan persembahan bunga-bunga yang lembut dan indah? Bagaimana saya dapat mengarahkan panah saya kepada mereka? Haruskah saya melukai kaki yang semestinya saya letakkan di atas kepala bila saya sungkem di hadapan mereka?" Perasaan yang melandanya sesungguhnya adalah emosi hormat dan bakti. Perasaan inilah yang membuatnya putus asa dan bukan emosi-emosi lemah lainnya."

"Rasa aku dan milikku tumbuh demikian kuat dalam dirinya sehingga ia berpaling kepada Krishna dan berkata, "Krishna, arahkan kereta ini kembali ke Hastinaapura, saya ingin meninggalkan semua ini. 'Krishna tertawa mengejek dan memberi komentar yang jelas mencemooh, 'Adik ipar-Ku, tampaknya Anda takut bertempur; baiklah, saya akan membawa Anda kembali ke Hastinaapura dan sebagai gantinya membawa permaisuri Anda, Draupadii, ia tidak kenal takut. Mari, kita kembali. Saya tidak mengira Anda pengecut seperti ini; kalau saya tahu, Saya tidak akan menerima kedudukan sebagai sais kereta Anda. Ternyata Saya sangat keliru menilai Anda."
"Ketika Krishna berbicara seperti itu dan mengucapkan berbagai teguran keras lainnya, Arjuna menjawab, 'Apakah Paduka kira saya yang telah berkelahi dengan Shiva dan memperoleh anugerah senjata paashupata dari Beliau akan gentar menghadapi manusia biasa ini? Rasa hormat dan belas kasihanlah yang membuat saya tidak mau membunuh sanak keluarga saya ini. Bukan rasa takutlah yang menahan saya. 'Arjuna berbicara lama, berdebat perihal aku dan milikku (rasa keakuan dan kemilikan), tetapi Krishna tidak menghargai sanggahannya. Beliau menjelaskan kepadanya prinsip-prinsip dasar segala kegiatan serta moralitas dan membuat Arjuna mengangkat lagi senjata yang telah diletakkannya. Beliau menghimbaunya agar mengikuti ketentuan kewajiban moral dan sosial yang telah digariskan bagi kastanya yaitu kasta satria."

"Dalam pertempuran ketika semua perwira Kaurava bergerombol dan secara serentak menghujani Arjuna dengan panah, Krishna menyelamatkannya dari curahan senjata itu. Hal itu telah Beliau lakukan dahulu ketika Beliau mengangkat Bukit Govardhana untuk menyelamatkan penduduk desa Gokula serta ternaknya dari banjir hujan badai yang dicurahkan kepada mereka oleh Dewa Indra yang murka. Krishna menarik semua senjata ke arah diri Beliau dan menyelamatkan Arjuna yang duduk di belakang Beliau dalam kereta, dari serangan yang mematikan itu. Luka-luka pada tubuh Beliau mengucurkan darah, sekalipun demikian Beliau tetap bertahan menghadapi curahan anak panah yang dilepaskan musuh. Tujuan Beliau yaitu Arjuna harus dilindungi dari segala bahaya. Beliau juga bermaksud mengurangi kekuatan dan kesombongan pihak musuh yang jahat dan meningkatkan kemuliaan serta reputasi Arjuna."
"Krishna tidak membawa senjata, tetapi Beliau menyebabkan terbasminya lawan dan Beliau menyatakan di hadapan dunia betapa mulia jalan dharma yang diikuti oleh Paandava bersaudara. Dalam pertempuran tersebut sering kakek Tuan merasa sedih karena peran yang dipilih Krishna bagi diri Beliau sendiri. 'Aduh, kami menggunakan Paduka untuk tujuan yang tidak berarti ini. Seharusnya kami menempatkan Paduka dalam mahligai hati kami, kini kami tempatkan Paduka di tempat duduk kusir kereta! Kami menurunkan martabat Paduka ke taraf pembantu! Kami telah merendahkan Bhagawan ke taraf yang demikian hina; aduh, mengapa kami jadi mengalami kesulitan ini?', demikian Arjuna sering meratap dalam hati."

"Lebih menyedihkan dari semuanya adalah suatu tindakan menyakitkan yang setiap kali harus dilakukan oleh Arjuna. Bila harus melakukan hal itu, Arjuna yang malang diliputi penyesalan yang tidak tertahankan. Sambil mengatakan hal itu Maharesi Vyaasa menunduk seakan-akan beliau tidak ingin menyebutkan hal tersebut. Ini membuat Pariikshit semakin ingin tahu sehingga ia memohon, 'Resi Yang Agung, tepatnya apakah perilaku menyakitkan yang terpaksa dilakukan kakek saya walaupun merupakan sakrilegi?'
Maharesi Vyaasa menjawab pertanyaan ini. "Oh Maharaja, dalam medan pertempuran, bila perwira penumpang kereta harus memberi petunjuk kepada orang yang berperan sebagai sais, ke mana kereta itu harus dibelokkan, suaranya tidak akan terdengar jika ia berseru ke kanan atau kiri. Hiruk pikuk di tempat itu terlalu bising dan membingungkan. Karena itu, ketika sedang tenggelam sepenuhnya dalam pertempuran yang dahsyat dengan lawan, ia harus menekan kening sais kereta dengan ibu jari kaki kanan atau kiri. Untuk tujuan ini ia selalu menempelkan kedua ibu jari kakinya pada kening sais kereta. Tempat duduk sais terletak di bagian yang lebih rendah. Bila kereta akan dijalankan lurus, kedua ibu jari harus ditekankan sama kuatnya. Itulah kebiasaan yang berlaku. Karena tekanan semacam itu harus dilakukan dengan kaki yang bersepatu, setiap hari kedua pelipis Sri Krishna lecet-lecet. Arjuna mengutuk dirinya sendiri karena merasa malu; ia membenci gagasan tentang perang dan berdoa agar permainan jahat itu selesai saat itu juga. Ia merasa sangat sedih karena kepala yang dipuja oleh orang-orang suci dan para resi bijak waskita itu harus disentuhnya dengan kakinya."


"Tangan Krishna yang lembut dan halus bagaikan bunga teratai, semuanya melepuh karena harus menggenggam tali kendali erat-erat dan karena kuda-kuda berusaha menarik sekuat tenaga bila laju mereka ditahan atau dikendalikan. Bhagawan mengabaikan makan dan tidur, melakukan pelayanan baik yang tinggi maupun rendah, menyiapkan agar kuda-kuda serta kereta selalu dalam keadaan sempurna. Beliau juga melakukan berbagai pekerjaan lain yang sangat penting bagi kemenangan. Beliau memandikan kuda-kuda di sungai, merawat luka-luka mereka, dan mengoleskan obat untuk menyembuhkannya, (mengapa menyebutkan satu demi satu seluruh pekerjaan yang Beliau lakukan?). Beliau membantu sebagai pelayan yang melakukan pekerjaan kasar dalam rumah tangga para kakek Tuan! Beliau tidak pernah mengambil peran sebagai penguasa jagat raya yang merupakan sifat dan status sejati Beliau. Bukankah Sri Krishna sendiri meyakinkan para kakek Tuan, 'Berbaktilah kepada Saya dan terimalah kekuatan dari Saya. Sejauh Anda dengan penuh semangat meningkatkan dan mempercepat proses memberi dan menerima ini, sejauh itu pula Anda akan suskses dan bahagia. Serahkan segala kecemasan, kesulitan, penderitaan, dan keinginan Anda kepada saya, dan sebagai gantinya, terimalah kegembiraan, kedamaian, serta kekuatan batin dari Saya. Dalam kedatangan ini, hanya para peminta kehidupan rohani dan orang-orang yang bajik merupakan kerabat, teman, dan penerima rahmat Saya.' Itulah ukuran kasih Beliau bagi mereka yang berbakti kepada Beliau," kata Maharesi Vyaasa kepada raja.

Tidak ada komentar: