Kamis, 27 Desember 2012

Bhagavatam Part 20 : Rahmat Sri Krishna kepada Drupadi.

Kode Iklan anda yang ingin ada di sebelah kiri disini
Kode Iklan anda yang ingin ada di sebelah kanan disini


Maharesi Wyasa melanjutkan penuturannya "Dengarlah oh Maharaja. Draupadi sangat takjub ketika mengalami rahmat Sri Krishna yang memberinya anugerah pakaian untuk melindungi kehormatannya. Ia mengucurkan air mata syukur dan berseru dalam kebahagiaan batin yang tidak terhingga, 'Krishna! Krishna!' dengan luapan perasaan dan semangat sedemikian rupa sehingga orang-orang yang hadir di pendopo keraton itu ketakutan. Cahaya cemerlang yang memancar dari wajahnya membuat mereka menduga bahwa ia adalah dewi (shakti) yang memberi kekuatan alam semesta."

"Sementara itu Krishna menampakkan diri Beliau dalam wujud yang kasat mata di hadapan nenek Nanda, Draupadi, dan berkata, 'Adinda, mengapa bersedih hati? Saya telah lahir ke dunia dengan tujuan menghancurkan orang-orang jahat yang dibutakan oleh kesombongan ini. Saya akan mengusahakan agar kemuliaan dan kemasyhuran Pandawa dijunjung tinggi sehingga generasi mendatang yang menghuni bumi ini dapat mengaguminya. Tenangkan diri Anda."

"Mendengar ini Draupadi bersujud di kaki Sri Krishna dan membasuh kaki Beliau dengan air matanya yang menjadi hitam tercampur celak yang dikenakannya. Untaian rambutnya yang lebat panjang yang terlepas karena jambakan tangan-tangan keji, jatuh tergerai menutup kaki Sri Krishna. Ia berguling-guling di lantai mengelilingi kaki Beliau.


"Kepuasan hatinya yang penuh amarah dan kobaran murkanya membuat kumpulan pejabat tinggi istana serta para perwira takjub. Krishna menegakkannya dan memberkatinya dengan menumpangkan tangan Beliau di atas kepalanya. "Bangunlah! Sanggullah rambut Anda. Tunggulah dengan sabar kejadian-kejadian yang akan berlangsung di kemudian hari. Pergilah bergabung dengan teman-teman Anda di keputren," kata Sri Krishna. Mendengar ini Draupadi menjadi seperti ular yang siap menggigit. Matanya bersinar tajam melalui tirai rambut yang menyelubungi wajahnya; pandangannya bagaikan kilatan halilintar di antara gumpalan awan.

"Ia berdiri di tengah sidang dan berpaling kepada Sri Krishna sambil berkata dengan tenang, 'Krishna, kain yang cabik hanya dapat dijahit, kain robek itu tidak dapat diperbaiki dengar cara lain. Gadis yang suci hanya dapat dinikahkan sekali. Susu yang telah menjadi yoghurt tidak dapat dikembalikan menjadi susu murni lagi. Gading taring gajah tidak akan dapat ditarik ke dalam mulut tempat asal tumbuhnya. Sanggul Draupadi telah dijambak lepas oleh tangan busuk orang jahat ini. Rambut ini tidak akan pernah disanggul lagi seperti semula untuk menunjukkan kebahagiaan seorang istri.' Mendengar ini, setiap orang duduk diam dengan kepala tertunduk karena malu atas penghinaan yang ditimpakan kepada sang ratu.

"Tetapi Krishna memecah kesunyian ini. 'Jadi, kapan Anda akan menyanggul rambut Anda lagi seperti semula? Dik, rambut yang tergerai ini membuat Anda benar-benar menakutkan.' Mendengar ini, ratu yang gagah berani itu mengaum bagaikan singa betina, 'Bhagawan, mohon dengarkan! Bajingan mesum yang berani lancang menyentuh rambut ini, memegangnya dalam tangannya yang busuk, dan menyeret saya ke balai pertemuan ini, kepalanya harus pecah berkeping-keping dan mayatnya digerogoti oleh serigala dan anjing; istrinya harus menjadi janda; ia haru mengurai lepas sanggulnya dan meratap dalam kesedihan yang tidak terhiburkan; pada hari itulah saya akan menyanggul rambut saya; tidak sebelumnya!' Mendengar kutuk ini para sesepuh yang hadir di balairung merasa cemas akan akibatnya yang mengerikan. Mereka menutup telinga agar tidak mendengar lebih banyak lagi; mereka memohon, 'Maafkan.' 'Damai.' 'Tenangkan diri Anda,' karena mereka tahu bahwa kutuk yang dilontarkan oleh wanita yang bajik akan membawa bencana. Dhritarashtra yang jompo dan buta, ayah gerombolan jahat yang menghina Draupadi, begitu ketakutan sehingga hatinya terasa seolah-olah akan meledak. Putra-putranya berusaha tampak berani, tetapi dalam hati sebenarnya mereka amat panik. Gelombang rasa takut meliputi hadirin karena mereka mengerti bahwa kata-kata Draupadi pasti akan terjadi, kebiadaban itu harus dibalas dengan hukuman yang telah diucapkannya."

"Untuk menguatkan rasa takut ini, Krishna pun berkata, 'Oh Draupadi, semoga terjadi seperti yang Anda katakan. Saya akan menghancurkan orang-orang jahat ini yang menyebabkan suami Anda sedemikian menderita. Perkataan yang sekarang Anda ucapkan harus terjadi karena sejak lahir Anda tidak pernah mencemari lidah Anda dengan dusta, walau dalam canda sekalipun. Suara Anda adalah suara kebenaran; Kebenaran akan menang apa pun yang terjadi."
"Inilah jaminan yang diberikan oleh Bhagawan kepada nenek Anda; Kaurawa dihancurkan dan kebajikan Pandawa ditunjukkan kepada dunia. Di mana dharma berada, di situlah Tuhan berada; di mana Tuhan berada, di situ terdapat kemenangan; Bhagawan mengajarkan kebenaran suci ini kepada dunia melalui tragedi tersebut."

"Apakah Ananda perhatikan? Betapa agungnya para kakek Ananda sehingga layak menerima pancaran rahmat Sri Krishna yang tiada putusnya ini! Ketaatan mereka kepada dharma,  kesetiaan mereka yang tidak tergoyahkan pada kebenaran, semua ini membuat mereka memperoleh rahmat Tuhan. Walaupun seseorang tidak dapat menyelenggarakan yajna dan yaga yang mahal secara rinci, bila ia mengikuti jalan dharma dan kebenaran, ia dapat mengarungi lautan perubahan serta kesedihan dan mencapai pantai kebebasan. Jika tidak, bagaimana para kakek Nanda bisa selamat ketika Resi Durwasa yang mengerikan pergi ke hutan untuk membakar mereka menjadi abu sesuai dengan rencana Duryodhana dan gerombolannya? Durwasa yang malang harus belajar bahwa rahmat Tuhan jauh lebih ampuh daripada kesaktian yang diperolehnya dengan bertapa dan bertirakat selama bertahun-tahun. Durwasa yang dikirim untuk membinasakan akhirnya meninggalkan tempat itu dengan kekaguman yang mendalam kepada calon korbannya."

Ketika Wyasa membicarakan bakti Pandawa kepada Tuhan dengan rasa bangga, Parikshit menengadah dengan heran dan bertanya, "Apa yang Maharesi katakan? Apakah Durwasa dikalahkan oleh para kakek Nanda? Ah, alangkah beruntungnya Nanda lahir dalam dinasti yang ternyata lebih unggul daripada resi agung itu! Ceritakan kepada saya Maharesi, bagaimana hal ini terjadi? Mengapa Durwasa pergi menemui mereka dan apa hasilnya?" 
"Dengar oh Maharaja," lanjut Wyasa, "Para kakek Nanda yang dikucilkan di hutan dapat melewatkan hari-hari mereka dengan bahagia di situ dan keramahan mereka yang tersohor dalam menerima dan menjamu tamu-tamu juga tidak berkurang berkat rahmat Sri Krishna. Mereka merasa bahwa hutan itu lebih penuh kegembiraan daripada Hastinapura, ibu kota yang terpaksa harus mereka tinggalkan. 

Hati orang-orang yang mulia begitu sarat dengan kepuasan batin yang suci dan ketenangan sehingga mereka tidak terpengaruh oleh pasang surut keberuntungan. Sekuntum bunga yang wangi akan menyenangkan manusia dengan keharumannya yang menawan, entah ia dipegang dengan tangan kiri atau tangan kanan; demikian pula entah tinggal di langit atau di hutan, di desa atau di kota, di puncak atau di lembah, orang yang agung akan merasa sama bahagianya. Mereka tidak mengenal perubahan sebagaimana diperlihatkan oleh para kakek Nanda dalam kehidupan mereka."

"Ketika orang yang baik hidup damai dan bahagia, orang jahat tidak tahan melihatnya; kepala mereka menjadi amat sakit. Agar dapat merasa senang, orang jahat harus memikirkan kerugian dan kesengsaraan yang dialami oleh orang-orang baik. Kerugian yang diderita oleh orang-orang baik merupakan keuntungan bagi orang yang busuk hatinya. Kicauan burung kukuk yang merdu terdengar sumbang oleh burung gagak; demikian pula kebahagiaan hidup Pandawa yang tidak terganggu membuat Kaurawa yang tinggal di ibu kota menderita dan sakit hati."
"Tetapi apa lagi yang dapat mereka lakukan? Mereka telah menimpakan sebanyak mungkin kesedihan kepada Pandawa, mereka telah melontarkan segala caci maki yang dapat diucapkan. Akhirnya mereka mengusir Pandawa dari kerajaannya. Mereka mengirimnya ke hutan dengan perut kosong.
"Perut kosong! Ya, itulah yang mereka bayangkan, tetapi kenyataannya berbeda, karena tubuh Pandawa sarat dipenuhi oleh Sri Krishna. Berkelahi melawan tubuh yang sarat dengan ketuhanan hanyalah melakukan percekcokan yang sia-sia. Itulah sebabnya Kaurawa merampas harta benda mereka yang mengusir mereka meninggalkan kerajaan dalam keadaan selamat secara jasmani. Setelah permainan dadu, segala harta milik mereka disita. Kaurawa berusaha sedapat-dapatnya menimbulkan pertikaian di antara Pandawa bersaudara dan menyebarkan skandal yang keji, menyerang salah satu atau lainnya di antara mereka. Tetapi Pandawa bersaudara menghormati kebenaran dan berpegang teguh pada kebenaran sehingga tiada apa pun yang dapat memisahkan mereka. Kenyataan bahwa tidak ada apa pun yang dapat mengganggu kebahagiaan Pandawa, menghabiskan kegembiraan Kaurawa bagaikan kebakaran hutan."

"Pada waktu mereka sedang putus asa, Durwasa yang merupakan pengejawantahan kemarahan datang ke Hastinapura bersama sepuluh ribu muridnya dan bermaksud melewatkan waktu untuk menyepi selama empat bulan di ibu kota kerajaan. Kaurawa tahu benar kesaktian Durwasa maupun kelemahan dan tingkah lakunya yang aneh, karena itu mereka mengundangnya ke istana. Pada waktu Durwasa beserta pada muridnya tinggal selama empat bulan, mereka menerima dan menjamunya secara mewah. Kaurawa merencanakan akan memperalat resi ini untuk suatu tipu muslihat yang jahat, karena itu mereka memperlihatkan semangat yang luar biasa untuk menyediakan segala kebutuhannya dan keperluan setiap anggota rombongannya yang sangat besar. Mereka menjaga agar Durwasa tidak mempunyai alasan untuk merasa kecewa, tidak senang, atau tidak puas. Selama empat bulan mereka melayaninya dengan semangat dan kegiatan yang luar biasa. Bila resi itu marah-marah, mereka menunduk sambil menangkupkan tangan (dalam sikap hormat) dan menerima dengan sabar segala caci maki yang dilemparkan kepada mereka. Dengan demikian tamu suci itu menjadi lunak dan dapat diambil hatinya."

"Pada suatu ketika Durwasa sedang beristirahat setelah menyantap hidangan yang lezat, Duryodhana datang ke pembaringannya dan duduk dengan penuh hormat di sampingnya. Sang resi berkata kepadanya, 'Oh Raja, pelayanan Anda sangat menyenangkan hati saya. Mintalah anugerah apa saja dari saya, tidak menjadi soal betapa berharga atau betapa pun sulitnya akan saya kabulkan. Duryodhana sudah merencanakan anugerah yang dikehendakinya dari Durwasa. Ia senang karena saat yang baik untuk menyatakan permohonan itu telah tiba. Ia memperlihatkan sikap yang sangat rendah hati ketika mohon agar dikabulkan. 'Guru, mengetahui bahwa Anda senang atas pelayanan kami itu sudah setara dengan sejuta anugerah. Ungkapan penghargaan itu sudah cukup bagi saya. Apa yang saya butuhkan dalam hal kekayaan atau kemasyhuran? Seandainya pun saya dapat memerintah tiga dunia, saya tidak menemukan kegembiraan dalam kekuasaan itu. Saya sedih karena sewaktu saya dapat melayani Anda selama empat bulan penuh, saudara-saudara saya, para Pandawa, tidak berada di sini bersama saya. Biarlah mereka juga menyelamatkan diri mereka dengan memberikan pelayanan yang unik ini; itulah keinginan saya. Silakan berkunjung juga ke tempat tinggal mereka bersama seluruh murid Anda dan berilah mereka kesempatan semacam ini. Kakak saya yang tertua, Dharmaraja sangat taat mengikuti dharma sehingga walaupun kamu sudah mencegah dan memohon, ia lebih suka pergi ke hutan daripada mengingkari perkataannya. Saya dengar di sana pun ia menyambut dan menjamu jutaan tamu serta pengunjung secara luar biasa. Ia dapat melayani Anda dengan perjamuan dan hidangan pesat yang lebih mewah di sana. Jika Anda berniat menganugerahkan rahmat yang menyenangkan kepada saya, saya hanya mempunyai satu permohonan: bila Anda mengunjungi Pandawa, datanglah setelah Draupadi selesai makan! Sambil mengatakan hal ini, Duryodhana bersujud di kaki Durwasa untuk lebih menyenangkan hatinya. Sang resi memahami tipu muslihat itu; meledaklah gelak tawanya."

Tidak ada komentar: