Senin, 19 November 2012

Sang juru selamat

Kode Iklan anda yang ingin ada di sebelah kiri disini
Kode Iklan anda yang ingin ada di sebelah kanan disini


Sang juru selamatkah ?

Siapa yang akan menyelamatkan jiwa anda jika kelak ajal telah datang?, Saudara-saudara di umat Kristen sangat yakin bahwa mereka akan diselamatkan oleh Yesus, sang juru selamat. Mereka sangat yakin bahwa hanya ada satu juru selamat yang pernah dikirim ke bhumi. Dan diluar itu, tidak ada keselamatan. Umat muslim pun ternyata memiliki klaim yang hampir sama walaupun nama sang juru selamatnya berbeda. Saudara di islam berkeyakinan bahwa mereka akan diselamatkan  oleh Nabi Muhamad. Di luar islam, tidak ada jalan keselamatan. 
Terlepas dari mana yang paling benar, apakah mungkin keselamatan itu bisa dimonopoli dan dikuasai seperti itu? Lalu dimana letak sifat kemaha kuasaan dan keadilan Tuhan. Apakah sekarang Tuhan sudah kehilangan daya? Tentu saja ini adalah pemikiran yang sangat keliru kalau tidak mau dibilang menyesatkan. Dalam kitab suci Hindu (Bhagavad Gita) mengamanatkan, bahwa jika kebenaran hampir musnah dan hal-hal yang bertentangan dengan Dharma atau kejahatan merajalela, maka Tuhan akan mengutus hamba-Nya atau beliau akan turun sendiri ke dunia guna mengembalikan pelaksanaan dari prinsip-prinsip kebenaran. Inilah yang disebut dengan Avatara (Tuhan dengan kemaha kuasaan-Nya turun ke bhumi mewujudkan diri mengambil bentuk yang beliau kehendaki guna memberikan bimbingan, contoh dan suri tauladan kepada manusia agar kembali ke jalan yang benar seperti yang disuratkan dalam berbagai kitab suci agama). Inilah sang juru selamat. Dia akan menyelamatkan siapa saja yang berada di jalan kebenaran (Dharma) dan melenyapkan orang-orang jahat (Adharma). Tidak ada embel-embel agama atau keyakinan dan data demografi apapun dalam keselamatan itu. Yang ada hanyalah buah atas karma atau perbuatan yang harus dipanen. Tapi apakah kita mesti menunggu turunnya sang Awatara untuk menyelamatkan diri kita ? apakah kita dapat meyakinkan diri bahwasannya kita tergolong orang-orang yang akan diselamatkan atau justru sebaliknya kita menjadi golongan orang-orang yang harus dieliminasi.
Kitab Sarasamuscaya menyadarkan bahwa keselamatan sesungguhnya adalah tanggung jawab sendiri. Sebab bagaimana mungkin kita berharap datangnya keselamatan jika perbuatan kita senantiasa membikin orang lain susah dan menderita (Tafsir keliru terhadap Hindu:I.Wayan Suja : 1999:144).
Sungguh sebuah phenomena yang cukup menggelikan yang terkadang saking ambisinya guna merekrut warga baru, beberapa misionaris agama berkelakuan seperti pedangang obat yang mewartakan produknya dengan statement-statement yang terkadang sulit diterima logika alias tidak masuk akal. Bayangkan saja misalnya si Parno karena lahir dalam keluarga broken home akhirnya bertumbuh menjadi pribadi yang keras, ia dibesarkan oleh lingkungan yang tidak baik. Judi, minuman keras, dan zina adalah hal yang sudah biasa dilakukannya bahkan ketika ia tidak memiliki cukup uang untuk membeli minuman keras ia tidak segan-segan melakukan pencurian atau memeras orang agar mau memberinya uang. Pendeknya perbuatan si Parno menurut norma hokum dan agama, sudah sangat mendukung baginya untuk menjadi calon warga penghuni Neraka. Namun aneh bahwa ketika hari-hari terakhirnya di bhumi akan tiba, ia bertemu dengan seorang Misionaris yang mengabarinya bahwa Ia akan terbebas dari siksa neraka lalu ditempatkan di kerajaan Allah jika mau mengakui Yesus sebagai satu-satunya juru selamat baginya. Sedangkan di waktu berlainan, seseorang juga datang lalu membujuknya agar mau mengatakan kata syahadat dan mengimani diri sebagai pengikut Nabi Muhamad sambil bertobat mengakui segala perbuatan tidak baiknya, agar sesudahnya segala dosa yang pernah diperbuatnya bisa diputihkan. Sama halnya dengan orang yang wafat di tempat suci saat menunaikan ibadah Haji.

 

 Benarkah surga yang dijanjikan itu memang demikian mudahnya untuk didapatkan? Lalu apa gunanya kita berbuat baik kalau pada akhirnya semua orang yang mengakui beliau sebagai juru selamat (walaupun dalam masa hidupnya penuh kejahatan) juga bisa mendapatkan tempat yang sama seperti orang-orang yang telah melaksanakan perintah agama dari sejak dini. Tidakkah lebih baik jika manusia berhura-hura dan menikmati segala kemewahan dunia seperti kehidupan yang glamor, free sex, judi, mabuk, tamasya, dan lain-lainnya lalu sesudah puas di masa tua baru bertobat dan mengimani sang juru selamat. Toh jalan keselamatannya juga sama dan tidak akan ada reinkarnasi yang bisa menyeret sang jiwa (Penghuni badan) guna berbenah atau merasakan efek dari perbuatannya di kehidupan yang akan datang. Sebab rumpun agama Abrahamik yang menjanjikan pencapaian surga itu tidak menyakini adanya kelahiran kembali. 
Bagi mereka hidup hanya sekali. Mahluk hidup dilahirkan, ia bertumbuh dan melakukan kegiatan baik atau buruk, lalu mati dan menunggu di alam kubur sampai datangnya hari kiamat ketika pengadilan akhirat besar-besaran akan digelar untuk menentukan apakah amalan kegiatan hidup mereka di bhumi akan menjadikannya penghuni Sorga ataukah penghuni Neraka abadi. Memang sungguh sangat kasihan membayangkan para jiwa atau manusia-manusia yang telah lama sekali mati, misalnya orang-orang jahat pada jamannya Nabi Adam yang sampai hari ini masih tersekap dalam ruang sempit di alam kubur sambil menunggu datangnya hari kiamat yang tak kunjung tiba karena ternyata dari hari ke hari masih terus ada puluhan bahkan mungkin ratusan mahluk hidup seperti manusia, tumbuhan, bakteri, virus, dan lain lain yang muncul atau diciptakan. entah darimana sumbernya padahal semua jiwa yang sudah mati (menurut keyakinan agama Abrahamik ini) tetap berada di liang kuburnya masing-masing. Selain itu, orang yang lahir pada H-1 sebelum hari kiamat tentu akan menjadi orang paling beruntung karena ia tidak usah menerima siksa yang begitu lama di alam dunia dan akhirat, karena hanya beberapa saat saja sejak ia dilahirkan, ia pasti sudah langsung ikut modar bersamaan dengan datangnya hari kiamat walaupun belum sempat berbuat apa-apa untuk menentukan amalannya.(Kira-kira orang seperti itu nantinya masuk wilayah sorga apa neraka, ) Atau jika ada seseorang yang memperoleh kekayaan dengan cara tidak benar lalu dipakai untuk berangkat naik haji kemudian mati kepanasan disana karena kondisinya yang sudah tua apa sudah dijamin masuk sorga? Kalau jawabannya “Ya” maka tentu nanti akan semakin banyak koruptor di negeri ini yang akan menempuh jalur mengasyikkan ini yang tidak pakai ribet tapi hasil yang dicapai cukup maksimal.

Teringat oleh saya sebuah syair lagu dari Crishye yang menanyakan “….Jika sorga dan Neraka tak pernah ada, masihkan engkau sujud kepada-Nya?”. Pertanyaan yang sama juga seketika muncul dalam pikiran saya, seandainya sorga itu memang hanya gambaran keadaan pikiran saja, apakah kita tidak akan berbuat baik kepada sesama? Apakah kita tidak akan sholat atau berbhakti memuja kebesarannya? Apakah kita mengakui Yesus atau Nabi Muhamad hanya demi mendapatkan kaplingan surgaNya?.
Menurut keyakinan Hindu, tujuan hidup yang ditanamkan oleh agama kepada penganutnya adalah untuk mencapai “Mokshartam jagadhita ya ca iti Dharma” yakni tercapainya kebahagiaan di dunia berupa terpenuhinya harta atau kemakmuran yang didapatkan berdasarkan Dharma atau jalan kebenaran, sehingga mendorong keinginan (kama) guna mencapai Pembebasan Abadi (Moksa). Agama hindu tidak menganjurkan umatnya untuk berhenti dan puas pada taraf pencapaian Sorga atau lapisan ketiga dari susunan alam semesta dimana para dewa dan malaikat menikmati kehidupan mewahnya yang skalanya 1000 kali lipat dari semua kenikmatan yang ada di dunia. Surga hanyalah sebuah hotel berbintang yang tidak bisa disamakan dengan Villa pribadi dengan kwalitas mega bintang. Analoginya adalah seperti ini.
Saya tinggal di daerah transmigrasi di pelosok pedesaan yang miskin dimana makanan, tempat tidur, pakaian dan segala fasilitas hidup yang saya miliki sangat sederhana. Tapi karena saya rajin bekerja menanam kelapa sawit dan mengolah perkebunan akhirnya setelah perkebunan itu menghasilkan, saya dapat memanen hasil kebun itu dan memperoleh uang yang banyak. Uang itu akhirnya saya pergunakan untuk berlibur ke Bali dan menginap di hotel berbintang. 
Disana kehidupan saya sangat nyaman, sangat jauh dari gambaran kehidupan saya di daerah transmigrasi. Di hotel makanan yang saya makan sangat enak dan berharga ratusan ribu, pakaian, dan tempat tidurpun sangat bagus, pokoknya segala keperluan hidup terpenuhi. Kalau mau makan tinggal angkat telpon maka seseorang akan membawakan makanan enak seperti keinginan saya, tempat tidur ada yang merapikan, cucian ada yang menangani, kemana-mana selalu disapa seperti seorang raja, inilah surga duniawi. Tapi sampai kapan saya bisa menikmati kemewahan hidup ini. Tentu saja selama saya masih punya cukup uang untuk menjamin kehidupan disitu. Sebab jika  saya sudah tidak punya uang dan malah bersikeras tinggal disana, bisa-bisa saya dipanggilkan satpam lalu dikeluarkan dengan paksa dari hotel. Begitu pula dengan bekal pahala dari segala perbuatan baik kita akan terakumulasi dalam system komputerisasi Tuhan yang memungkinkan kita dapat memasuki dan tinggal di daerah sorga tanpa harus meminta tolong sang juru selamat. Karena bekal karma itu saja sudah cukup sebagai prasyarat untuk bisa tinggal (sementara) di alam kedewataan. Namun sebagaimana analogi tadi bahwa kehidupan di sorga bukanlah alam kekal yang bisa ditempati selamanya. Sebab enak bener orang-orang yang punya pahala karma baik sedikit tapi diberikan keluangan untuk tinggal berlama-lama di Sorga sebagaimana orang yang telah mengumpulkan amalan baiknya dengan bersusah payah. Kalau ini terjadi, maka Tuhan tidak pantas lagi bernama Al-Alim atau maha Adil. 

Nah bagaimana caranya agar tetap bisa menikmati kehidupan ala hotel mega bintang tanpa harus menghadapi resiko kehabisan bekal lalu dikeluarkan paksa? Tentu saja kita harus membangun Villa Pribadi yang mempunyai kemewahan melebihi hotel berbintang itu. (inilah yang umat hindu sebut sebagai pencapaian akhir atau moksa walaupun moksa yang sesungguhnya memang tidak pernah bisa dipersamakan dengan gambaran Villa pribadi ini, sebab Villa pribadi yang mewah sekalipun kemungkinan hancur atau terjual masih bisa terjadi. 
Tapi dunia pembebasan atau mukti adalah sesuatu yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Ibarat rasa manis dalam gula yang tak terkejawantahkan, kita hanya bisa tahu jika kita sudah mengalaminya sendiri). lantas bagaimana saya bisa menjelaskan sesuatu yang hampir tidak bisa terbayangkan ini ? jawaban tentu ada dalam kitab suci agama. Khususnya bisa dilihat dalam penjelasan Tuhan Sri Krishna dalam kitab Bhagavad Gita. tentang suatu alam yang tidak akan pernah termusnahkan.
Paras tasmat tu bhavo ‘nyo  //  ‘vyakto ‘vyaktat sanatanah
Ah sa sarvedu bhutesu  //  nasyatsu na vinasyati
“Namun ada alam lain yang tidak berwujud, kekal dan melampaui alam  ini yang berwujud dan tidak berwujud. Alam itu bersifat utama dan tidak pernah bisa dihancurkan. Bila seluruh susunan alam  ini terlebur, bagian itu tetap dalam kedudukannya “ (Bhagavad Gita. 8.20)

Avyakto ‘ksara ity uktas  //  tam ahuh paramam gatim
Yam  prapya  na nivartante   //  tad dhama  paramam mama
“Yang diuraikan sebagai yang tidak berwujud dan tidak pernah gagal oleh para ahli wedanta, yang dikenal sebagai tujuan tertinggi, dan sesudah mencapai tempat itu, seseorang tidak akan kembali lagi – itulah tempat tinggal-Ku yang paling tinggi” (Bhagavad Gita. 8.21)

Selanjutnya tempat tinggal yang paling tinggi milik kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Krishna diuraikan dalam Brahma samhita sebagai cintamani-dhama, tempat segala keinginan dipenuhi. Tempat tinggal Sri Krishna yang paling utama, yang bernama Goloka Vrndavana, penuh istana-istana yang terbuat ari batu Cintamani (permata yang berkilauan seperti emas) ada pohon Kalpa-vrksa atau pohon yang dapat memenuhi segala keinginan, yang mampu menyediakan segala macam makanan ataupun minuman seperti permohonan. Ada pula sapi bernama Surabhi yang mampu menyediakan susu dalam jumlah yang tidak terbatas. Di tempat tinggal ini, Tuhan Sri Krishna dilayani oleh beratus-ratus ribu dewi keberuntungan dan beliau dikenal dengan nama Govinda, Tuhan Yang Maha abadi dan sebab dari segala sebab. Bentuk rohani beliau adalah bentuk yang paling menarik sehingga Dewa Brahma mengatakan bahwa ketampanan beliau melebihi beribu-ribu dewa asmara. Beliau memakai kain berwarna kuning keemasan, kalungan bunga segar pada leher-Nya, dan bulu merak di rambut-Nya. Dalam Bhagavad Gita, Sri Krishna hanya memberikan petunjuk kecil tentang tempat tinggal beliau yang kekal di Goloka Vrndavan, yang merupakan alam tertinggi dari kesemua susunan alam semesta yang ada (Bhumi tempat manusia dan mahluk lainnya tinggal adalah alam Bhur tingkat tengah. Ada tujuh lapisan alam semesta bawah yang merupakan alam neraka. Sedangkan Sorga atau Svah Loka tempat tinggal para dewa atau malaikat hanya berada 2 tingkat diatas alam manusia.).

Sebagaimana diuraikan diatas, kesemua susunan alam semesta ini, pada satu waktu akan dileburkan atau dipralaya dengan moment yang dikenal dengan nama kiamat. Namun pada waktu itu, ada satu bagian alam yang tetap berada dalam kedudukannya. Alam itulah yang disebut dengan Goloka Vrndavan atau Krishna Loka.
A-brahma-bhuvanal lokah  // punar avartino ‘rjuna
Mam upetya tu kaunteya  //  punar janma na vidyate.
“Dari planet atau alam semesta tertinggi di dunia material (Planet tempat Dewa Brahma) sampai dengan planet yang paling rendah (planet Neraka) semuanya merupakan tempat kesengsaraan, tempat kelahiran dan kematian dialami berulang kali. Tetapi orang yang mencapai tempat tinggal-Ku, tidak akan pernah dilahirkan lagi, wahai putra kunti” (Bhagavad Gita. 8.16)

Sebagaimana pernyataan Sri Krishna sendiri bahwa beliau sesungguhnya adalah Ayah atau sumber benih dari semua kehidupan ini (Pitaham asya jagato) beliau adalah juga ibu serta kakek/leluhur yang merupakan asal mula kehidupan (Mata dhata pitamahah)-B.Gita 9.17 yang mana kemudian dipertegas kembali dalam bab 14 sloka 4 kitab yang sama.
Sarva yonisu  kaunteya  //  murtayah sambhavanti yah
Tasam  brahma  mahad  yonir  //  aham bija-pradah pita
“Hendaknya dimengerti bahwa segala jenis kehidupan dimungkinkan oleh kelahiran di alam material ini, dan bahwa Akulah Ayah yang memberi  benih, wahai putra Kunti”

Dari sini jelas bahwa sebagai orang tua (ayah dan Ibu), Sri Krishna mengingatkan bahwa kehidupan yang sejati artinya hidup tanpa kematian dan kelahiran kembali. Dan hal itu hanya bisa dimungkinkan jika kita sudah bisa berkumpul bersama orang tua Ilahi kita di tempat beliau yang kekal. Tinggal di rumah orang tua sendiri adalah wujud nyata tercapainya keadaan Moksa. Hal ini bisa diperoleh hanya dengan usaha dan kerja keras sendiri mengamalkan cinta kasih kepada sesama, berbuat baik yang sesuai dengan prinsip-prinsip agama sambil terus mengingat Tuhan sebagai orang tua kita dengan penuh bhakti. Bukankah Sri Krishna menganjurkan Arjuna agar tetap bertempur melaksanakan tugas kewajibannya sebagai seorang Ksatriya, dan bukannya menyuruh Arjuna untuk mundur dari medan perang lalu pergi ke hutan dan mencari Tuhan dalam kesunyian. Orang tidak akan serta merta mendapatkan rahmat Ilahi dan diberikan pegangan dalam tangan “Sang juru selamat” jika kita tidak memiliki kumpulan pahala atau amal perbuatan baik yang mencukupi. Bukan hanya karena mau mengakui lalu mengimani “sang juru selamat” dalam sekejap maka pintu sorga secara otomatis akan dibukakan ataupun segala dosanya akan diputihkan dan dimusnahkan. Segala sesuatunya dilihat dari kesungguhan dan usaha kita untuk berjuang mendapatkan tempat di Kerajaan Tuhan.


Ye yatha mam prapadyante  Tams  tathaiva  bhajamy  aham
Mama vartmanuvartante  //  manusyah  partha  sarvasah
Sejauh mana seseorang menyerahkan diri kepada-Ku, Aku menganugrahinya sesuai dengan penyerahan dirinya itu. Semua orang menempuh jalan-Ku dalam segala hal, wahai putra Kunti” (Bhagavad Gita. 4.11)

Penyerahan diri disini bukan hanya dimaksudkan sebagai mengakui beliau sebagai Tuhan dalam kata-kata saja. Dan juga dipertegas bahwa ada banyak jalan yang ditempuh oleh semua mahluk khususnya manusia guna memperoleh tempat di kerajaan Tuhan, dan dimasing-masing jalan itu juga Karunia Tuhan selalu aka nada sejauh penyerahan diri yang dilakukan oleh orang bersangkutan. Jadi sangat tidak benar dan masuk akalnya jika ada yang mengklaim bahwa hanya dengan cara dalam kelompoknya saja jalan keselamatan itu ada. Kelompok agama Abrahamik bukanlah satu-satunya yang mengeluarkan Klaim seperti ini. Penganut Taoisme, dan beberapa mazab atau kelompok keyakinan agama juga sering menyerukan hal demikian. Namun sangat disayangkan bahwa orang-orang dalam golongan seperti itu  seringkali terbawa emosi untuk memaksakan kebenaran mereka kepada keyakinan lain yang sebenarnya juga telah memiliki hal yang sama walaupun dikemas dengan nama yang berbeda.
Sekali lagi, jalan keselamatan telah diberikan oleh Tuhan dalam semua cara dan keyakinan yang orang pilih. Beliau telah meletakkan berbagai tongkat pegangan berupa “juru selamat” di masing-masing jalan pengembaraan itu. Selanjutnya terserah sang pengembara apakah Ia akan mempergunakan tongkat pegangan itu untuk mempercepat langkahnya ataukah ia hanya ingin mengandalkan kemampuannya untuk mencapai garis akhir.

ARTI  PENYERAHAN  DIRI.

Mengapa engkau sangat bersusah hati? Biarkan Aku mengambil alih semua kekhawatiranmu. Aku akan mengurus semuanya.
Aku mengambil alih (kesusahanmu) hanya bila engkau sanggup menyerahkan diri sepenuhnya kepada-Ku. Ini adalah sesuatu yang berharga yang sedang Aku nantikan.
Bila engkau berserah diri sepenuhnya kepada-Ku, engkau seharusnya tidak perlu lagi merasa khawatir tentang apapun. Singkirkan semua rasa takut dan kebingunganmu.

Engkau boleh saja mengatakan bahwa engkau tidak percaya kepada-Ku. Itu tidak masalah! Namun begitu, sebaliknya engkau harus percaya pada dirimu sendiri sepenuhnya.
Menyerahkan diri diartikan sebagai kemampuan menjauhkan pikiran dari rasa khawatir, dari begitu banyak kesulitan yang harus engkau hadapi dan dari begitu banyak masalah yang engkau harus lalui.
Serahkan semua masalah ini kepada-Ku dan katakanlah…..” Oh Tuhan, ambillah semuanya dan biarlah semua terjadi seperti kehendak-Mu!” yang mana ini bisa diartikan “ Terima kasih Tuhan, dengan segala sesuatunya sudah berada di tangan-Mu, aku tahu bahwa semua itu akan menjadi yang terbaik bagiku”

Penyerahan diri berarti tidak perlu berharap, dan tidak usah kecewa bila yang terjadi berbeda dari apa yang engkau harapkan. Sebab bila engkau masih memiliki rasa khawatir, hal itu menunjukkan bahwa engkau belum percaya sepenuhnya bahwa engkau dicintai dan dihargai. Bahwa Aku berkuasa atas hidupmu dan bahwa tidak aka nada sesuatupun yang akan terlewatkan oleh-Ku.
Jangan berpikir tentang apa yang akan terjadi dan bagaimana segala sesuatunya akan berproses. Sikap lemahmu yang seperti ini memperlihatkan bahwa engkau tidak memiliki rasa percaya yang penuh kepada-Ku.
Engkau ingin Aku mengambil alih kesusahanmu atau tidak? Jika “Ya” engkau hanya perlu berhenti khawatir! Aku akan membimbingmu bila engkau benar-benar telah berserah diri kepada-Ku. Dan bila Aku mengarahkanmu di jalan yang sama sekali berbeda dari yang engkau harapkan, maka Aku sendiri yang akan menggendongmu.
Pikiranmulah yang menjadi sumber penyebab kegelisahanmu. Seperti pikiran dan kekhawatiran serta keinginan untuk menyelesaikan segala sesuatunya sendiri tanpa bantuan orang lain atau bantuan-Ku.
Kalau engkau tahu, sesungguhnya seringkali Aku ikut campur tangan dalam banyak keperluanmu untuk hal material ataupun spiritual sebelum akhirnya engkau berpaling kepada-Ku dan dalam hati berkata “Tuhan aku tak kuasa, ambillah semuanya ini!”. Namun setelah penyerahan beban ini, engkau tetap tidak akan merasakan manfaatnya jika engkau belum menyerahkan diri secara total kepada-Ku.

Ketika engkau sedang dalam penderitaan, engkau berdo’a meminta bantuan-Ku, tetapi yang engkau minta adalah sesuatu yang sesuai dengan keinginanmu sendiri; engkau tidak mempercayakan dirimu kepada-Ku; melainkan engkau ingin agar Aku menyesuaikan diri-Ku dengan keinginanmu. Engkau seperti pasien yang memberitahu dokter tentang obat apa yang engkau perlukan dan bukannya bertanya tentang obat apa yang seharusnya diperlukan. Jangan bersikap seperti itu.
Bahkan pada masa-masa sulitpun seharusnya engkau berkata :
Puji Tuhan dan bersyukur atas masalah yang harus aku hadapi. Mohon buat segala sesuatunya layak seperti yang Engkau anggap paling baik untuk semua yang bersifat sementara di dunia ini. Engkau mengetahui apa yang diperlukan tepat pada waktunya.”
Bila engkau berkata dengan tulus, “Terjadilah seperti kehendak-Mu” yang juga berarti “Biarlah Engkau yang mengambil alih” semua ini, maka Aku akan terlibat dengan segenap kemampuan-Ku guna memecahkan masalah yang sulit bahkan yang menurutmu sangat mustahil.
Kadangkala, apakah engkau merasakan bahwa sepertinya kemalanganmu justru bertambah dan bukannya berkurang walaupun engkau telah berdoa kepada-Ku? Percayalah bahwa apapun itu, segala sesuatu yang kulakukan hanyalah untuk kebaikanmu. Aku hanya memikirkan hal baik buat anak-anakKu. Sama sekali tidak ada kebencian dan marah dalam diri-Ku.
Janganlah lagi merasa risau, pejamkan matamu dan dengan penuh keyakinan ucapkan kata-kata ini; “Tuhan! Engkaulah yang mengambil alih, terjadilah seperti kehendak-Mu!” maka dengan begitu, Aku akan mengatasinya. Dan bila diperlukan, Aku juga akan membuat sebuah keajaiban. Aku senantiasa memikirkanmu dan Aku hanya bisa membantumu bila engkau telah mempercayakan dirimu sepenuhnya kepada-Ku (Sathya Narayana)

Dibawah ini adalah kisah nyata yang terjadi yang menggambarkan tentang kebaikan Tuhan sebagai orang kepada anaknya guna menguji kadar penyerahan diri sang anak.

KISAH PENJUAL  TEMPE.

Ada seorang hamba Tuhan (yang berasal dari Surabaya), yang menceritakan kejadian seorang ibu penjual tempe. Peristiwanya terjadi di sebuah desa di Jawa. Pada suatu hari, seperti biasanya, pada saat ia akan pergi ke pasar untuk menjual tempenya, ternyata pagi itu, tempe yang terbuat dari kacang kedele itu masih belum jadi tempe alias masih setengah jadi. Ibu ini sangat sedih hatinya. Sebab jika dalam suasana hatinya yang sedih, si ibu yang memang aktif beribadah teringat akan firman Tuhan yang menyatakan bahwa Tuhan dapat melakukan perkara-perkara ajaib, bahwa bagi Tuhan tiada yang mustahil. Lalu iapun mengangkat kedua tangannya berdoa diantara beberapa batangan kedele yang masih dibungkus dengan daun pisang tersebut.
Tuhan, aku mohon kepadaMu agar kedele ini menjadi tempe, Amin. Demikian doa singkat si Ibu yang dipanjatkannya dengan sepenuh hatinya. Ia yakin dan percaya pasti Tuhan menjawab doanya. Lalu, dengan tenang ia menekan-nekan dengan ujung jarinya bungkusan bakal tempe tersebut. Dengan hati yang deg-deg-an ia membuka bungkusan tempe itu, tapi apa yang dilihatnya? bungkusan tempe itu masih utuh sebagai tempe yang belum jadi. tapi si Ibu tidak kecewa. Ia berpikir bahwa mungkin doanya kurang jelas didengar Tuhan. Lalu kembali ia mengangkat kedua tangannya berdoa diantara beberapa batangan kedele tersebut. “Tuhan, aku tahu bahwa bagiMu tiada yang mustahil. Tolonglah aku supaya hari ini aku bisa berdagang tempe karena itulah mata pencaharianku Aku mohon Tuhan jadilah ini menjadi tempe" Dengan berharap iapun kembali membuka sedikit bungkusan tersebut. Lalu apa yang terjadi? Dengan kaget ia melihat bahwa kacang kedele tersebut?????..
tempe tersebut masih tetap begitu!, Sementara hari semakin siang dimana pasar tentunya akan semakin ramai. Si ibu dengan tidak merasa kecewa atas doanya yang belum terkabul, merasa bahwa bagaimanapun sebagai langkah iman ia akan tetap pergi ke pasar membawa keranjang berisi barang dagangannya itu. Ia berpikir mungkin mujijat Tuhan akan terjadi di tengah perjalanan saat ia pergi ke pasar. Lalu iapun bersiap-siap untuk berangkat ke pasar.
Semua keperluannya untuk berjualan tempe seperti biasanya sudah disiapkannya. Sebelum beranjak dari rumahnya, ia sempatkan mengangkat kedua tangannya untuk berdoa. “Tuhan, aku percaya, Engkau akan mengabulkan doaku. Sementara aku berjalan menuju pasar, Engkau akan mengadakan Mujijat buatku, Amin”. Lalu ia pun berangkat. Di sepanjang perjalanan ia tidak lupa membaca doa dalam hati.
Tidak lama kemudian sampailah ia di pasar. Dan seperti biasanya ia mengambil tempat untuk menggelar barang dagangannya. Ia yakin bahwa tempenya sekarang pasti sudah jadi. Lalu iapun membuka keranjangnya dan pelan-pelan menekan-nekan dengan jarinya bungkusan tiap bungkusan yang ada.
Perlahan ia membuka sedikit daun pembungkusnya dan melihat isinya. Apa yang terjadi? Ternyata saudara - saudara ??? tempenya benar-benar?? belum jadi!
Si Ibu menelan ludahnya. Ia tarik napas dalam-dalam. Ia mulai kecewa pada Tuhan karena doanya tidak dikabulkan. Ia merasa Tuhan tidak adil.
Tuhan tidak kasihan kepadanya. Ia hidup hanya mengandalkan hasil menjual tempe saja. Selanjutnya, ia hanya duduk saja tanpa menggelar dagangannya karena ia tahu bahwa mana ada orang mau membeli tempe yang masih setengah jadi.
Sementara hari semakin siang dan pasar sudah mulai sepi dengan pembeli. Ia melihat dagangan teman-temannya sesama penjual tempe yang Tempenya sudah hampir habis. Rata-rata tinggal sedikit lagi tersisa.
Si ibu tertunduk lesu. Ia seperti tidak sanggup menghadapi kenyataan hidupnya hari itu. Ia hanya bisa termenung dengan rasa kecewa yang dalam. Yang ia tahu bahwa hari itu ia tidak akan mengantongi uang sepeserpun.
Tiba-tiba ia dikejutkan dengan sapaan seorang wanita. “Bu…?..! Maaf ya…, saya mau tanya. Apakah ibu menjual tempe yang belum jadi??”. Soalnya dari tadi saya sudah keliling pasar mencarinya. Seketika si ibu tadi terperangah. Ia kaget.
Sebelum ia menjawab sapaan wanita di depannya itu, dalam hati cepat-cepat ia berdoa “Tuhan?.saat ini aku tidak butuh tempe lagi. Aku tidak butuh lagi. Biarlah daganganku ini tetap seperti semula,Amin”.
Tapi kemudian, ia tidak berani menjawab wanita itu. Ia berpikir jangan-jangan selagi ia duduk-duduk termenung tadi, tempenya sudah jadi. Jadi ia sendiri saat itu dalam posisi ragu-ragu untuk menjawab ya kepada wanita itu. “Bagaimana nih ?” ia pikir. “Kalau aku katakan iya, jangan-jangan tempenya sudah jadi. Siapa tahu tadi sudah terjadi mujijat Tuhan?” Ia kembali berdoa dalam hatinya, “Ya, Tuhan, biarlah tempeku ini tidak usah jadi tempe lagi. Sudah ada orang yang kelihatannya mau beli. Tuhan tolonglah aku kali ini. Tuhan dengarkanlah doaku ini..” ujarnya berkali-kali.
Lalu, sebelum ia menjawab wanita itu, ia pun membuka sedikit daun penutupnya. Lalu??apa yang dilihatnya Saudara-Saudara….???..? Ternyata…. memang benar tempenya belum jadi Ia bersorak senang dalam hatinya. “Alhamdulillah”, katanya.
Singkat cerita wanita tersebut memborong semua dagangan si ibu itu. Sebelum wanita itu pergi, ia penasaran kenapa ada orang yang mau beli tempe yang belum jadi. Ia bertanya kepada si wanita.
Dan wanita itu mengatakan bahwa anaknya di Yogya mau tempe yang berasal dari desa itu. Berhubung tempenya akan dikirim ke Yogya jadi ia harus membeli tempe yang belum jadi, supaya agar setibanya disana, tempenya sudah jadi. Kalau Apa yang bisa kita simpulkan dari kejadian ini ?
Pertama : Kita sering memaksakan kehendak kita kepada Tuhan pada waktu kita berdoa padahal sebenarnya Tuhan lebih mengetahui apa yang kita perlukan.
Kedua : Tuhan menolong kita dengan caraNya yang sama sekali di luar perkiraan kita sebelumnya.
Ketiga : Tiada yang mustahil bagi Tuhan
Keempat: Percayalah bahwa Tuhan akan menjawab doa kita sesuai dengan rancanganNya
Jay...Ram! 

Tidak ada komentar: