Rabu, 14 November 2012

Misionaris Agama part 2

Kode Iklan anda yang ingin ada di sebelah kiri disini
Kode Iklan anda yang ingin ada di sebelah kanan disini


Masih ingatkah anda dengan berbagai berita yang mengulas tentang kesesatan agama ? kira-kira di umat agama apa berita ini paling ramai di perbincangkan ? jawabannya ternyata memang agama mayoritas di negeri ini. Saking besar dan banyaknya pengikut agama dimaksud, sehingga mungkin sulit untuk memantau berbagai tafsir yang muncul dari beberapa orang yang merasa diri sebagai agamawan sohid yang lalu karena keegoannya sebagai orang yang terdidik dan terpelajar apalagi yang sudah pernah menempa pendidikan agama di luar negeri lalu berani memberikan ulasan tambahan dan penafsiran lain tentang kitab suci agamanya sehingga melahirkan persepsi baru di kalangan umat yang beragama sambil lalu saja. Ahmadiyah, Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), aliran Syi’ah, dan lain-lain adalah contoh nyata hal ini yang mana akhirnya menjadi masalah besar bagi kaumnya karena mereka terlabel sebagai aliran sesat padahal kesemuanya itu adalah organisasi keagamaan dari umat yang sama yang melabel dirinya sebagai muslim. Begitu pula dengan saudara kita di Kristen yang menangkap ‘Lia Aminudien’ sebagai pemimpin kesesatan dalam ranah keyakinan Kristus.

Sementara 2 agama besar ini sibuk mengurusi kesesatan yang muncul dari kaumnya sendiri, umat minoritas ternyata masih adem-adem saja karena mereka lebih banyak mengurusi diri sendiri ketimbang sibuk mengkonversi keyakinan lain atas nama penyelamatan kepada umat yang sudah memiliki keyakinannya sendiri. Memang fanatisme terhadap agama dan keyakinan sendiri itu mutlak harus dijalani tetapi yang jadi permasalahan adalah ketika kita ingin memaksakan (dengan cara halus terselubung ataupun invasi terang-terangan) untuk keyakinan kita agar diterima oleh orang lain yang menurut kita telah salah mengambil langkah alias tersesat lantaran mereka tidak mau bergabung dalam kawanan / kelompok kita. Mari kita sama-sama merenung sejenak untuk apa yang telah mencuci otak kita sehingga menjadi pribadi yang sok paling tahu rencana Tuhan, kinerja Tuhan, pertimbangan dan keputusan Tuhan, sehingga kita dengan pongah telah berani menawarkan apa yang kita anggap baik dan benar kepada mereka yang belum kita tahu pasti tingkat kedalaman spiritual keagamaannya. Karena bagaimanapun maksud baik tidak akan selamanya membawa kebaikan bagi orang lain. Ini akan sangat tergantung kepada siapa, dengan cara apa, dimana, mengapa, dan puluhan pertanyaan lain untuk dilengkapi jika kita mau membuat link sejalan dengan objek sasaran kita. Misalkan saja kita bersikukuh ingin memberitahu bahwa judi itu haram hukumnya dan bertentangan dengan norma agama serta norma hokum. Pernyataan ini tidak diragukan lagi kebenarannya tapi jika kita menyuarakan kebenaran ini di tempat sabungan ayam, bisa jadi kita bukan dapat berkah malah ketiban musibah dibacok pake clurit. Sama halnya dengan semangat untuk mewartakan isi kitab suci kita kepada orang yang belum tahu. Hal ini saya dukung sebagai upaya untuk membukakan mata hati orang yang belum mendapat siar kerohanian. “yang penting esensinya adalah untuk mengabarkan nilai kebenaran” tetapi jika lantas maksud mulia ini ditunggangi dengan niat pengkonversian sebuah keyakinan agar mereka masuk ke dalam kelompok kita. Ini yang tidak Pas. 


Benar memang bahwa Yang Mulia Yesus mengilustrasikan bahwa Ia sedang mencari domba-domba yang keluar dari kawanan untuk bisa dibawa pulang agar bisa berkumpul untuk mendapatkan kasih sayang sang Gembala.tetapi inipun mesti dilihat dengan baik konteksnya. Kenapa Yesus melakukan hal demikian ? Bagaimana keadaan masyarakat pada waktu itu mengartikan kehidupan beragamanya ? Dimana dan kepada siapa missi pengkabaran ini harus dilakukan menurut beliau ? ada berpuluh-puluh pertanyaan yang harus dicarikan jawab secara bijaksana sebelum kita mulai melangkah melakukan sesuatu yang kita anggap benar, hanya karena bait pernyataan tentang hal dimaksud tersirat dan tersurat dalam kitab suci.
Ambillah contoh saudara kita umat muslim (Saya tetap ingin menganggapnya sodara walaupun mungkin bagi mereka, golongan di luar kaumnya adalah kafir/ fasik ), pada waktu Tuhan mengutus Nabi SAW untuk melakukan pembenahan di wilayah sono (daerah yang akan menjadi tempat di wahyukannya qur’an), kita tau jaman itu dan wilayah itu bagaimana, sehingga adalah benar jika akhirnya beberapa ayat qur’an berisi beberapa larangan/ perintah yang tampaknya berseberangan dengan isi kitab suci agama lain. Misalnya dalam hal pencitraan Tuhan yang di agama lain dianggap wajar tetapi di agama islam malah dianggap tindakan syirik yang kurang ajar karena terlalu berani menyekutukan manusia dengan Tuhan. Tentu ini akan sangat berpengaruh pada historical / sejarah diturunkannya kitab suci itu sendiri. Demikian halnya dengan cara sembahyang umat muslim dengan memakai pengeras suara yang banyak. Masalahnya itu daerah gurun yang jarak antar rumah yang satu dengan yang lainnya itu lumayan jauh (dulu) dan lagi masyarakatnya adalah homogen (Sama-sama orang muslim) jadi tidak masalah jika pake corong keras-keras walaupun sehari suntuk. Tetapi tentu kemudian akan menjadi masalah jika apa yang telah dianggap benar ini diterapkan di tempat yang kurang benar, dalam artian di tempat yang masyarakatnya sudah heterogen (terdiri dari beberapa orang yang memiliki keyakinan berbeda) jelas saja maksud baik akhirnya hanya membikin orang ngedumel, nyakit hati lalu nyumpahin biar load speakernya disambar gledek lantaran sudah mengganggu jatah tidur orang lain “Memangnya Tuhan tuli apa !” gerutu-gerutu kecil yang pastinya akan mengurangi nilai amalan bakti kita. Tidakkah dalam satu riwayat dijelaskan bagaimana seorang muslim yang sangat taat beribadah pada suatu ketika menghardik para pembantunya yang tetap tertidur sehingga tidak bisa melakukan sholat, tapi kemudian tindakan ini disalahkan oleh bapaknya dengan menegur “Nak! Janganlah engkau kurangi amalan bhaktimu kepada Allah dengan memaksa orang-orang yang begitu kelelahan karena pekerjaannya sehingga tertidur pulas dan tidak bisa menunaikan ibadah sholat. Cobalah perbaiki diri sendiri terlebih dahulu dan biarkan orang lain mencontoh kita sesudahnya “
Sungguh sebuah kata-kata bijak dari seorang bapak kepada anaknya yang penuh dengan makna “ To be, To do, To Tell ). Seharusnya semua dari kita harus bisa menjadi contoh / teladan terlebih dahulu dengan melakukan apa yang kita katakan sebelum akhirnya memberitahu orang lain. Sebab jikalaupun kita tidak melakukan siar agama, jika kita sudah bisa menjadi seperti apa yang diperintahkan Tuhan, maka kita sendiri akan tampak sebagai pribadi yang memancarkan sinar ke-Ilahian, sehingga amanat Tuhan tanpa ditawarkanpun akan didekati sendiri oleh orang-orang yang karena karma masa lalunya mengijinkan sinar Tuhan memasuki pintu hatinya yang mulai terbuka.kuncinya adalah bagaimana kita bisa menjadi pribadi yang dipantaskan dan layak bagi Tuhan untuk menjadi pembawa siar kebenaran-Truth Messanger / Not to be Missioner-yang layak atau tidaknya hanya ditentukan dari pandangan manusia saja. Tak usahlah kita lagi berfikir bahwa mengurusi keyakinan orang adalah tugasku. Sebaliknya perbaikilah diri sendiri terlebih dahulu. Cintai dan raihlah kasih Tuhan sebanyak mungkin sehingga itu akan bertumbuh di hati kita menjadi pohon besar yang rimbun sehingga kawanan domba yang hilang secara tidak langsung akan menuju kepada kita guna mencari keteduhan. Urusan memanggil dan memilih adalah tanggung jawab penuh Tuhan dengan sejuta pertimbangannya yang tak mungkin bagi manusia untuk menelaahnya, akan melakukan segala sesuatunya secara sempurna. Ketimbang menyibukkan diri mencari domba yang hilang lalu tidak menyadari bekal kita yang telah jatuh entah dimana. Lagipula domba yang dianggap hilang itu kalau memang belum saatnya harus tergabung dalam kelompok yang sama, toh setelah ia berusaha digiring ke dalam kawanan, akan ngacir sendiri mencari atau kembali ke dalam kawanannya yang sesungguhnya. Ingatlah bahwa dunia ini begitu luas. Dan Tuhan tidak hanya mengirim satu Gembala pintar untuk seluruh daerah, karena tengoklah juga olehmu ada gembala lain yang bernama Gopala Krishna bagi pemeluk hindu. Krishna dan Kristus mempunyai misi yang sama dan sungguh bodoh jika kita sebagai domba menganggap bahwa dua gembala ini seperti gembala/tukang angon bebek di dunia yang akan berebut lahan dan jumlah ternak untuk memenuhi keegoannya.(Kalau kita sampai berfikir demikian, tidakkah ini tanda kemunafikan karena kita telah membatasi gerak dan kemaha kuasaan Tuhan )

“Ketika mentari pagi bersinar, tidak semua kuntum teratai di danau akan mekar, hanya mereka yang telah siap untuk mekar saja yang berkesempatan untuk menerima kehangatan sinar mentari pada saat itu, yang lainnya harus menunggu waktu yang tepat baginya untuk dapat menerima kehangatan kasih sang mentari. Namun begitu, semua kuntum teratai itu ditakdirkan untuk mekar.” Kasih Tuhan ibarat sinar mentari yang dengan setia menunggu di depan pintu kamar, jika sedikit saja kita mau membuka pintu maka sinar mentari akan melesat masuk melalui celah yang paling kecil sekalipun.
Cukuplah sudah kita memelihara sikap arogan, sikap sok tahu, paling baik dan paling benar daripada yang lain hanya berdasarkan penilaian sepihak (berdasarkan kitab agama sendiri) tanpa mau tahu kebenaran yang disuratkan dalam kitab agama lain yang kita anggap keliru. Bersikukuh dan meributkan sesuatu yang kita tidak tahu sendiri kebenarannya, bukanlah tanda orang bijaksana. Mereka yang seperti ini tidak lebih baik dari seekor anjing yang ikut menggonggong ketika temannya di luar menggonggong walaupun ia sendiri tak tahu dan tak mengerti apa yang diributkan temannya dan kenapa mereka menggonggong.

Wassalam !

Tidak ada komentar: