Sabtu, 17 November 2012

Halal belum tentu Sattvik

Kode Iklan anda yang ingin ada di sebelah kiri disini
Kode Iklan anda yang ingin ada di sebelah kanan disini





Pengertian Halal yang dilabel pada setiap makanan khususnya di Indonesia adalah sebuah slogan atau peringatan khusus oleh umat islam kepada para penganutnya agar lebih hati-hati dalam memilih makanan ataupun minuman untuk dikonsumsi.
Lawan kata dari istilah “Halal” atau yang diijinkan ini adalah Haram yang artinya kurang lebih “Dilarang” adalah penamaan yang diperkenalkan agama islam sebagai rambu-rambu agar umatnya tidak kejatuhan dosa karena mengkonsumsi makanan yang dilarang. Namun tidak demikian halnya dengan apa yang tertera dalam keyakinan Sanathana Dharma (Saya tidak memakai istilah agama Hindu karena dalam kenyataannya banyak sekali umat hindu yang masih belum mengerti masalah ini dan juga melakukan pelanggaran terhadap aspek makanan yang disebut Sattvik atau Halal menurut istilah islamnya). Dalam keyakinan Sanathana Dharma, apa yang dimaksud Halal oleh umat muslim belum tentu dapat dikatakan Sattvik menurut pengertian Veda, karena Halal hanya berkaitan dengan materi, sedangkan Sattvik mengandung pengertian yang lebih luas, yakni : Jenis makanan, Asal makanan, Alat-alat yang dipergunakan memasak, Orang yang memasak, serta Orang yang menghidangkan. Misalkan saja dalam proses memasak, salah satu dari unsure tersebut tidak Sattvik maka bisa dipastikan bahwa makanan itu juga akan mengalami pencemaran Vibrasi yang secara halus akan memasuki pikiran orang yang memakannya. 

Sebagai contoh mungkin jenis atau bahan masakan itu di dapat dari atau dengan cara yang tidak baik, misalnya dari hasil kejahatan korupsi, lalu dimasak mempergunakan peralatan yang tidak suci, kemudian dimasak dan dihidangkan oleh orang yang dalam keadaan emosi, maka bisa dipastikan bahwa orang yang makan makanan itu akan tervibrasi oleh sifat dan karakteristik proses pengolahan itu. Penjelasan ini mungkin akan tampak sebagai sesuatu yang mustahil jika tidak dicoba sendiri, tapi saya tidak akan merekomendasikannya kepada anda kecuali anda mau mengambil resikonya sendiri. Tapi bagaimanapun dampak atau akibat dari mengkonsumsi makanan tidak Sattvik ini tidak akan anda rasakan seperti makan cabe, sebab ia akan bereaksi dengan sangat halus memasuki wilayah bawah sadar pikiran anda untuk kemudian masuk dan mengganggu spiritualitas anda. Sebuah slogan yang sangat familiar saya dengar adalah “You are what you eat” Engkau adalah apa yang engkau makan. Maksud dari slogan ini adalah berhati-hati dan selektiflah dalam memilih makanan ataupun minuman yang akan dikonsumsi karena pengaruhnya sangat besar pada kepribadian kita selanjutnya. Sebagai contoh adalah ketika orang mengkonsumsi daging anjing maka jika ia berjalan melintasi anjing, binatang yang terkenal dengan deteksi penciumannya itu akan langsung dapat mengenali aura atau vibrasi kesakitan anjing yang dimakan orang dimaksud sehingga anjing akan menyalak dan ingin menggigit orang yang telah makan daging kaumnya itu (kaum dan koloni anjing maksudnya). Demikian halnya jika orang terlalu sering makan daging ayam kampung yang terkenal suka ribut dalam hal berebut makanan secara tidak langsung akan mempengaruhi mind set orang-orang yang mengkonsumsinya untuk meniru kebiasaan warga ayam. 

Begitu pula pemakan daging babi yang dibali begitu popular dengan nama babi guling, akan dihadapkan pada kenyataan bahwasannya sifat dan tingkah laku si babi yang hanya suka mencari makan, tidur, dan beketurunan akan mencemari pikiran orang yang memakannya sehingga mungkin oleh karena ini maka babi menjadi salah satu binatang paling diharamkan dalam agama islam. Karena kenyataannya banyak orang yang mengeluh kehilangan semangat dan dorongan kerja setelah memakan daging babi, tetapi toh setelah mengetahui hal itu mereka tak kuasa untuk menolak tuntutan lidah yang menggemakan kenikmatan sesaat dalam kunyahan di mulut itu. Inilah celakanya kehidupan jaman Kali dimana kebanyakan orang telah menyerah pada 3 hal yang dikenal dengan istilah “likemper” yakni tuntutan Lidah-Kemaluan-dan Perut.
Pengertian Halal dan Haram apalagi katagori Sattvik seakan sudah tidak memiliki arti lagi, sebab yang dipentingkan sekarang adalah terpenuhinya kebutuhan Likemper, perkara itu dilarang atau diharamkan adalah urusan no 2, soal itu akan mempengaruhi kinerja otak dan juga kesehatan badan tidak jadi soal, sebab yang dipentingkan adalah nikmat sesaat.
Para umat beragama seharusnya kembali kepada kitab suci agamanya masing-masing serta melihat dengan jelas bagaimana Tuhan telah merekomendasikan hal-hal kecil sekalipun bagi kepentingan manusia itu sendiri. Tuhan bahkan telah mengatur dan menganjurkan sebuah pola makan yang sehat agar terhindar dari berbagai macam penyakit seperti yang terjadi dewasa ini yang kebanyakan timbul karena pola makan yang salah.
Tuhan Sri Krishna dalam Bhagavad Gita Bab 3.14  menyebutkan :
Annad bhavanti bhutani  //  Parjanyad anna-sambhavah
Yajnad bhavati parjanyo  // yajnah karma-samudbhavah
Semua badan yang bernyawa makan dari biji-bijian yang dihasilkan oleh hujan. Hujan dihasilkan oleh pelaksanaan yajna atau korban suci, dan Yajna dihasilkan dari pelaksanaan tugas serta kewajiban yang telah ditetapkan.
Biji-bijian dan sayuran merupakan sumber pangan bagi semua mahluk. Demikian hewan karnivora pemakan daging juga sangat bergantung dari keberadaan hewan herbivore yang hidup dari memakan tumbuh-tumbuhan. Jadi secara tidak langsung kelangsungan hidup hewan pemakan daging juga sangat bergantung kepada ketersediaannya tumbuh-tumbuhan bagi hewan mangsanya. Ketiadaan biji, sayur, atau tumbuh-tumbuhan akan mengganggu siklus rantai makanan dari awal. Sedangkan keberadaan sayur, biji, atau tumbuhan itu juga tergantung dari banyaknnya curah hujan yang ia dapatkan. Dan hujan terjadi adalah karena pelaksanaan yajna. sehingga kondisi bhumi terjaga, dan iklim bisa berjalan dengan baik. Sinar matahari menguapkan air laut lalu mengumpulkannya menjadi mendung untuk kemudian diturunkan sebagai hujan. Berdasarkan uraian ini pulalah akhirnya para pengikut spiritual keagamaan cenderung memilih hidup sebagai seorang Vegetarian untuk bisa lebih memurnikan pikirannya dalam menapaki tujuan hidup.

Tidak makan daging sebenarnya adalah pilihan hidup. Seseorang bisa jadi tidak ikut Sai Baba, Hare Krishna, Tao, Ananda Marga ataupun kelompok spiritual lainnya, tetapi ia menerapkan pola hidup vegetarian karena berbagai alasan kesehatan ataupun sifat welas asihnya kepada mahluk hidup yang lain. Bagaimanapun, mengambil keputusan untuk tidak mengkonsumsi daging karena kesadaran yang tumbuh dari diri sendiri, akan jauh lebih terpuji daripada akhirnya bervegetarian karena perintah dokter disebabkan oleh komplikasi penyakit yang kita derita. Memang hampir sebagian besar kelompok spiritual menganjurkan pengikutnya agar tidak makan daging dengan alasan bahwa ketika seseorang makan daging hewan, maka sifat-sifat binatang yang dimakan akan masuk dan mempengaruhi gerak pikiran. dimana secara tidak langsung juga mempengaruhi kemajuannya dalam memahami apa yang dikenal dengan nama Prema Bhakti.
Seorang Sadhaka dituntut untuk menghilangkan sifat-sifat kebinatangan dalam dirinya dan bukan sebaliknya memupuk kecendrungan hewani dengan mengkonsumsi aneka daging. Sifat welas asihpun akan sangat sulit ditumbuh kembangkan jika kita masih suka menikmati  daging mereka (para binatang) yang tak pernah berbuat salah kepada kita dan yang berusaha mempertahankan hidupnya bersama keluarga kecil mereka tetapi sewaktu-waktu harus direnggut paksa oleh manusia dengan mempersembahkan jerit tangis mereka sebagai dalih persembahan atau sekedar pemuas tuntutan lidah dan perut. Perasaan iba dan sedih yang ditujukan hanya kepada sanak keluarga atau sahabat yang dekat dengan kita saja bukanlah tanda kasih sayang sejati karena orang yang benar-benar diliputi kasih pastinya akan selalu merasakan kepedihan orang lain sebagai kepedihan pada dirinya. Ia tidak akan mau menyakiti sebagaimana halnya ia tidak mau disakiti.

Memang binatang tak kan bisa menuntut atau memprotes hak hidup mereka yang telah ditindas secara semena-mena oleh manusia, hanya karena manusia berfikir bahwa mereka diwenangkan untuk melakukan hal itu sebagai ritual “Nyupat” agar kehidupan para hewan itu nantinya bisa menjadi lebih baik, meningkat menjadi manusia ataupun tinggal di alam para dewa. Bayangkan jika alasan “Nyupat” ini juga digunakan sebagai prinsip  hidup oleh para gandharwa atau para dewa, dengan alasan yang sama yang digunakan manusia yakni “Nyupat”, para gandharwa akhirnya mengambil seseorang dari keluarga kita lalu menyembelihnya di api kurban sebagai ritual. Kira-kira apakah masyarakat manusia bisa menerima hal ini ? bukankah para Gandharwa berada diatas manusia, seperti halnya manusia mengklaim dirinya sebagai yang lebih tinggi tingkatannya daripada binatang sehingga mempunyai kewenangan dan hak untuk menentukan hidup para hewan yang dianggapnya lebih rendah.
Survey atau penelitian yang bisa membuktikan bahwa roh binatang yang telah dijadikan hewan kurban akan meningkat posisinya ke alam manusia ataupun sampai ke alam para dewapun masih perlu dipertanyakan kebenarannya sebab di jaman sekarang, orang-orang yang merasa bisa nyupat binatang, nyatanya sudah tidak lagi memiliki tingkat kesucian dan kesidhian seperti para Brahmin atau Maharsi layaknya para pendeta di jaman Sri Rama yang bisa mengantarkan langsung jiwa binatang yang dikorbankan ke tempat para dewa. Jika manusia sekarang masih bisa melakukan hal yang sama atas nama “Nyupat”, idealnya mereka harus menyupat diri mereka sendiri dulu agar bisa terbang ke surga / alam para dewa karena disana berjuta kesenangan dan kebahagiaan menanti para jiwa.
          Terlepas dari ritual “Nyupat” binatang, keputusan untuk bervegetarian atau tidak makan daging dalam ajaran Spiritual lebih dituntut dari sebuah kesadaran daripada sekedar keharusan. Ajaran spiritual mewacanakan bahwa jika kita ingin maju dan lebih bisa memahami ajaran cinta kasih beliau, maka hal itu harus diawali dengan perasaan welas asih terhadap sesama mahluk hidup dimana salah satu pengejawantahannya adalah dengan tidak menyakiti ataupun memakan mereka (para binatang). Tidak perlu dirisaukan bahwa jika manusia tidak memakan daging binatang maka populasi binatang akan melebihi manusia. Buktinya manusia tidak makan kecoak tapi kita tidak pernah menemukan bahwa jumlah kecoak telah melebihi jumlah manusia di bhumi ini. Juga tidak pernah ada kabar bahwa  cicak  telah memenuhi satu rumah hanya karena manusia tidak pernah memakan daging cicak. Pendapat yang mengatakan bahwa jika  seseorang  tidak makan daging maka ia akan lemah, bodoh dan tak bertenaga, sepertinya juga perlu ditinjau ulang karena Gajah dan Kuda yang hanya makan rumput saja nyatanya lebih hebat daripada anjing yang makan daging. Kancil yang vegetarian juga lebih pintar daripada Kucing sang karnivora. Atau kalau mau melihat contoh manusia, kita juga bisa melihat orang-orang besar yang telah sukses dalam hidupnya walaupun mereka hidup dengan tidak makan daging seperti misalnya : Aristoteles (Filsuf), Albert Einstein (scientist), Isac Newton (ahli kimia), Martin Luther (tokoh reformasi protestan), Mahatma Gandhi, Robert de costela (pemenang lari marathon dari australia), George Harrison (anggota The Beattles), Murray Rose (perenang yang meraih 3 kali medali emas), Bill Walton (pebasket Amerika), dll

Kembali kepada masalah halal dan haram, berikut ini akan coba dipaparkan dasar hukum dan landasan umat islam untuk menjalankan kewajiban keagamaanya itu. Berharap tulisan ini akan lebih memotivasi dan menjengahi umat hindu agar lebih bisa berbenah dalam memahami konsep agama dan bukan hanya mementingkan urusan lidah dan perut saja dalam hal memilih makanan.
Al Qur’an, Surat Al Maidah : 88 yang artinya:
“dan makanlah makanan yang halal lagi baik (thayib) dari apa yang telah dirizkikan kepadamu dan bertaqwalah kepada Allah dan kamu beriman kepada-Nya”    
Allah memerintahkan kita untuk memakan makanan yang bukan cuma halal, tapi juga baik (Halalan Thoyyiban) agar tidak membahayakan tubuh kita. Bahkan perintah ini disejajarkan dengan bertaqwa kepada Allah, sebagai sebuah perintah yang sangat tegas dan jelas. Perintah ini juga ditegaskan dalam ayat yang lain, seperti yang terdapat pada Surat Al Baqarah : 168 yang artinya:
“Wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan; karena sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagimu”  
Pertama kita ketahui, halal itu bukan sekedar halal makanannya, tapi juga dari sumber bagaimana mendapatkannya pun harus halal. Kalau sumbernya haram seperti korupsi, mencuri, merampok, menggusur tanah rakyat dengan harga yang rendah, maka makanan yang dimakan pun meski sebetulnya halal, tetap haram. Dan akan membuat si pemakannya disiksa di api neraka. Nabi berkata:
Tiap tubuh yang tumbuh dari (makanan) yang haram maka api neraka lebih utama membakarnya. (HR. Ath-Thabrani)
Sesungguhnya Allah baik dan tidak menerima kecuali yang baik-baik. Allah menyuruh orang mukmin sebagaimana Dia menyuruh kepada para rasul, seperti firmanNya dalam surat Al Mukminun ayat 52: “Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan-makanan yang baik-baik dan kerjakanlah amal yang shaleh.” Allah juga berfirman dalam surat Al Baqarah 172: “Hai orang-orang yang beriman makanlah di antara rezeki yang baik-baik.” Kemudian Rasulullah menyebut seorang yang melakukan perjalanan jauh, rambutnya kusut dan wajahnya kotor penuh debu menadahkan tangannya ke langit seraya berseru: “Ya Robbku, Ya Robbku”, sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan dia diberi makan dari yang haram pula. Jika begitu bagaimana Allah akan mengabulkan doanya? (HR. Muslim)
Semua yang berasal dari laut adalah halal untuk dimakan, sebagaimana ayat berikut ini:
        “Dihalalkan bagimu (ikan) yang ditangkap di laut dan makanan yang berasal dari laut”
QS Al Maidah : 94 
Beberapa ayat berikut ini menyebutkan bahwa dalam Al-Qur’an hanya sedikit yang tidak halal. Namun dengan perkembangan teknologi, yang sedikit itu bisa menjadi banyak karena masuk ke dalam makanan olahan secara tidak terduga sebelumnya. Beberapa larangan yang terkait dengan makanan haram tersebut adalah:

QS Al Maidah : 3
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tecekik, yang dipukul, yang jatuh ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali kamu sempat menyembelihnya.”
QS Al Baqarah : 173
“Sesungguhnya Allah yang mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan yang disembelih dengan nama selain Allah.”QS Al Maidah : 4
“Dan makanlah binatang yang ditangkap dalam buruan itu untukmu dan sebutlan nama Allah ketika melepaskan hewan(anjing) pemburunya.”QS Al An’ am : 121
“Dan janganlah kamu makan sembelihan yang tidak menyebut nama Allah dan sesungguhnya yang demikian itu fasik.”
“Rasulullah SAW melarang membunuh shurad, kodok, semut, dan hud-hud. (HR. Ibnu Majah dengan sanad yang shohih).
Nabi pernah bersabda “Lima jenis hewan yang harus dibunuh, baik di tanah haram maupun di tanah biasa, yaitu : ular, kalajengking, tikus, anjing buas dan burung rajawali” (H.R. Abu Daud) dalam riwayat lain disebutkan juga burung gagak.
Imam Syafi’ie mengharamkan hewan yang hidup di 2 alam (di air dan di darat) seperti kodok, buaya, kura-kura, dan kepiting.
Selain halal, makanan juga harus baik. Meski halal tapi jika tidak baik, hendaknya tidak kita makan. Di antara kriteria makanan yang baik adalah:
  1. Bergizi tinggi
  2. Makanan lengkap dan berimbang. Waktu SD kita belajar makanan 4 sehat 5 sempurna seperti nasi/jagung, lauk/pauk, sayuran, buah-buahan, dan terakhir susu. Semua makanan tersebut mengandung karbohidrat, protein, vitamin, dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh kita. Ada baiknya ditambah dengan herbal seperti madu, pasak bumi, habbatus saudah, minyak zaitun, dan sebagainya agar tubuh kita sehat.
  3. Tidak mengandung zat-zat yang membahayakan bagi kesehatan kita, misalnya kolesterol tinggi atau bisa memicu asam urat kita.
  4. Alami. Tidak mengandung berbagai zat kimia seperti pupuk kimia, pestisida kimia, pengawet kimia (misalnya formalin), pewarna kimia, perasa kimia (misalnya biang gula/aspartame, MSG, dsb)
  5. Masih segar. Tidak membusuk atau basi sehingga warna, bau, dan rasanya berubah
  6. Tidak berlebihan. Makanan sebaik apa pun jika berlebihan, tidak baik.

Jurusan Kesehatan Universitas Harvard ternyata sekarang menyarankan kita mengkonsumsi minyak seperti minyak Zaitun agar kita lebih sehat. Sebaliknya hindari lemak jenuh yang membeku dalam suhu kamar seperti lemak binatang, margarin, dan mentega karena bisa menyumbat pembuluh darah kita yang berakibat pada hipertensi/stroke.
Hindari juga minuman bersoda seperti Coca Cola atau Pepsi Cola karena itu bisa merusak kesehatan.
Para pakar kesehatan berpendapat bahwa penyakit itu sumbernya selain dari pikiran, eksternal (tabrakan/virus), juga dari makanan/minuman. Jika kita biasa memakan makanan/minuman yang tidak bagus, lama kelamaan itu akan merusak berbagai bagian tubuh kita seperti usus, ginjal, dan hati. Merusak kesehatan. Selain itu juga melanggar perintah Allah.
Ahli Gizi Michael Pollan menulis:
Food Rules:
- Don’t eat anything your great-grandmother wouldn’t recognise as food.
- Eat only foods that eventually will rot.
- Get out of the supermarket whenever you can.

Artinya, jangan makan makanan yang tidak pernah dimakan oleh nenek anda. Contohnya berbagai makanan kemasan yang ada di super market. Jangan juga makan makanan yang tidak membusuk selama berbulan-bulan. Itu artinya makanan tersebut mengandung banyak pengawet kimia yang akan merusak hati, ginjal, bahkan otak anda. Ada yang menulis, makanan yang tidak membusuk dalam 1 minggu, berarti itu busuk. Hindari membeli makanan di supermarket. Karena umumnya masa kadaluwarsanya bisa berbulan-bulan (memakai pengawet).
Di CBS disebut Sally Davies, seorang seniman Manhattan telah memfoto paket makanan Happy Meal dari McDonald’s selama 6 bulan setiap hari untuk melihat proses pembusukannya, ternyata hingga 6 bulan, makanan yang terdiri dari hamburger, french fries, dan minuman itu sama sekali tidak membusuk! Ini artinya zat pengawet kimianya membuat bakteri pembusuk pun ogah untuk memakan makanan tersebut.

Tidak ada komentar: