Selasa, 21 Mei 2013

4 jenis kebebasan/Mukti

Kode Iklan anda yang ingin ada di sebelah kiri disini
Kode Iklan anda yang ingin ada di sebelah kanan disini


Bila engkau terus menerus memuja Tuhan dengan kesadaran yang terpusat dan perasaan yang murni, bebas dari segala pikiran lain yang tidak ada hubungannya, pemujaan itu menjadi bhava samadhi (Suatu tingkat supra sadar). Dalam tingkat kesadaran ini Tuhan menampakkan diri di mata batin bakta tersebut, dalam wujud yang telah dipilihnya untuk pemujaan. Penampakan ini bukanlah sekedar imaginasi, melainkan darshan Tuhan yang sesungguhnya. Bila bakta itu dapat selalu merasakan kehadiran Tuhan di mana pun juga ia berada, maka ia telah mencapai tingkat berikutnya yang disebut salokyamukthi. (Bila ia maju terus dalam kehidupan spiritualnya), selain selalu berada dalam kehadiran Tuhan, ia juga akan melihat segala sesuatu sebagai perwujudan kemuliaan Tuhan. Penghayatan ini disebut samipiyamukthi. Hidup dalam kehadiran Tuhan yang tiada putusnya, selalu menyaksikan kemuliaan Tuhan, bakta itu diliputi dengan kesadaran Tuhan. Ini disebut sarupyamukthi. Inilah hasil akhir jalan kebhaktian. Meskipun demikian, pada tingkat ini pun masih ada jejak rasa perbedaan antara Tuhan dan bakta. Maka keadaan ini tidak dapat dianggap sebagai tingkat yang tertinggi dalam arti penghayatan Tuhan yang tanpa wujud dan Mahabesar. Walaupun bakta mempunyai wujud yang sama dengan Tuhan, kita tidak dapat beranggapan bahwa ia mempunyai kekuasaan Tuhan untuk mencipta, memelihara, dan membinasakan. Hanya bila semua perbedaan lenyap dan kemanunggalan tercapai, bakta mencapai tingkat yang tertinggi. Inilah yang disebut sayujya. Tingkat ini hanya dapat dicapai dengan rahmat Tuhan yang diperoleh karena hakikat usaha spiritual yang dilakukan individu, hal ini tidak dapat dikatakan sebagai hasil usaha tersebut. Sang bakta merindukan kemanunggalan ini. Ia ingin mengabdi Tuhan, menyenangkan Tuhan, dan mengalami kegembiraan wujud Tuhan. Dalam kemurahan-Nya Tuhan tidak hanya menganugerahinya dengan kebahagiaan setiap tingkat pengabdian, kedekatan dengan Tuhan, penghayatan kemuliaan-Nya, rasa kesamaan dengan Tuhan yang merupakan hasil akhir kebhaktiannya, tetapi juga dengan kesadaran Tuhan (brahmajnana). Bahkan bila bakta tidak menginginkan tingkat yang tertinggi ini, Tuhan menganugerahkan hal tersebut kepadanya. Sadhaka yang mencapai kemanunggalan dengan Tuhan secara ini juga disebut sebagai ekanthamukthi, artinya yang unik di antara mereka yang telah mencapai kebebasan.

JALAN UNTUK MENCAPAI KEHADIRAN TUHAN
Bagi makhluk yang hidup di dunia ini, ada dua gerbang maya, yaitu nafsu seks dan nafsu makan. Setiap manusia harus menaklukkan kedua nafsu ini. Selama keduanya bertahan, mereka menyebabkan penderitaan. Semua keinginan duniawi tercakup dalam kedua selera ini; karena itu, hanya mereka yang telah menguasainya dapat mengarungi dunia dengan sukses. Nafsu seks dan nafsu makan adalah penyebab semua dosa, dan dosa adalah pupuk yang membuat maya tumbuh dengan subur. Sesungguhnya dunia jasmani ini hanya mempunyai satu tujuan, yaitu sekedar pemeliharaan badan. Bila engkau menginginkan kebebasan spiritual, engkau harus menaklukkan inderamu. "Makanan untuk mempertahankan badan, pakaian untuk menghindarkan rasa dingin," demikian dikatakan dalam kita suci Uttara Gita. Meskipun demikian, bila engkau tenggelam sepenuhnya dalam usaha untuk mencari pemuasan kebutuhan material ini, engkau akan melupakan tujuan kedatanganmu di dunia dan tujuan semua kegiatan serta usaha spiritualmu yang suci. Sebaliknya, apa pun juga kegiatan yang kau lakukan, secara otomatis seperti bernafas engkau harus selalu ingat kata-kata ini, "Aku lahir untuk mengabdi Tuhan dan untuk menyadari diriku yang sejati." Renungkan dan insyafilah selalu kata-kata tersebut. Semua kegiatan; mengenakan pakaian, makan, berjalan, belajar, menolong, bergerak, semuanya harus dilakukan dalam keyakinan bahwa hal tersebut akan membawamu ke hadiran Tuhan. Segala sesuatu harus kau lakukan dalam semangat pengabdian kepada Tuhan:
Seorang petani membersihkan serta meratakan tanah, membuang duri dan batu-batuan, meluku serta menyiapkan ladangnya, memupuk, menguatkan tanah, mengairi dan menyuburkannya. Kemudian ia menaburkan benih, memindahkan tunas-tunas yang tumbuh, membuang rumput liar, menyemprot, dan menanti. Akhirnya ia menuai hasil panennya. Setelah menampi dan menebah, ia menyimpan onggokan jagungnya. Semua proses yang beraneka raga ini dikerjakan demi kepentingan perut. Demikian pula engkau harus merasa bahwa rasa lapar, haus, suka, duka, kegagalan, kerugian, penderitaan, kemarahan, makan, dan selera, semua ini hanyalah dorongan yang menolong kita untuk mencapai kehadiran Tuhan. Bila engkau mempunyai sikap seperti ini, dosa tidak akan pernah menodai semua kegiatan tersebut. Nafsu-nafsu pun akan lenyap, tanpa bekas atau rupa.

TUHAN ADALAH TUJUAN UNIVERSAL
Seseorang tidak akan dapat menikmati hidangan yang dimakannya bila ia sakit atau sedang asyik memikirkan suatu hal. Demikian pula, walaupun engkau mengulang-ulang nama Tuhan, menyanyikan kemuliaan-Nya, melakukan japa atau meditasi, engkau tidak akan memperoleh kebahagiaan bila hatimu penuh dengan sifat-sifat yang rendah atau cenderung untuk melawan. Sukacita tidak akan pernah timbul dalam dirimu pada kondisi seperti itu. Lidah akan manis selama ada gula di atasnya. Bila pelita bakti bersinar di relung hatimu, tidak akan ada kegelapan selama pelita itu menyala. Hatimu akan diterangi oleh kebahagiaan. Sesuatu yang pahit di lidah akan membuat seluruh lidah menjadi pahit; bila sifat-sifat seperti ketamakan dan kemarahan memasuki hatimu, kecemerlangannya akan lenyap. Kegelapan menguasai pandangan dan engkau menjadi sasaran kesedihan serta kehilangan yang tidak terhitung banyaknya. Karena itu, bila engkau ingin mencapai kehadiran Tuhan yang suci, engkau harus berusaha mengembangkan kebiasaan yang baik, disiplin, dan sifat-sifat tertentu. Cara hidup yang biasa tidak akan membawa manusia kepada Tuhan. Cara hidupmu harus diubah dengan latihan rohani. Lihatlah burung bangau, ia dapat berjalan dengan sigap di air. Tetapi, selama bergerak, ia tidak dapat menangkap seekor ikan pun. Untuk melakukan hal itu, ia harus memperlambat jalannya, lalu berdiri diam tidak bergerak. Demikian pula bila engkau berjalan dengan ketamakan, kemarahan, dan sifat-sifat semacam itu, engkau tidak akan dapat menangkap ikan kebenaran, kebajikan, dan kedamaian batin.
Apa pun juga latihan rohani yang kau lakukan atau tidak kau lakukan, engkau harus mempraktekkan pengulang-ulangan nama Tuhan dengan tiada putusnya. Setelah itu, barulah engkau dapat menguasai sifat-sifat yang lazim seperti ketamakan, kemarahan, dan sebagainya. Semua kitab suci mengajarkan satu hal ini: "Tuhan adalah tujuan universal; manusia menempuh perjalanan hidup ini untuk mencapai Tuhan; karena itu, ingatlah selalu pada Tuhan dan tundukkanlah pikiran serta perasaan yang membuat engkau menyimpang dari jalan kesucian". Semua sifat baik secara otomatis akan dimiliki oleh orang yang mengontrol pembicaraannya dan selalu merenungkan Tuhan. Misalnya saja, pada zaman Sri Krishna (Dwapara Yuga), ketika pihak Kurawa menikmati pahala karma baik yang telah mereka lakukan pada kehidupan yang lampau, mereka (pada kehidupan sekarang) terus menerus melakukan perbuatan buruk. Sebaliknya, Pandawa menderita akibat karma buruk mereka yang lampau, tetapi dengan pikiran serta perbuatan mereka yang penuh kebajikan, mereka terus menerus mengumpulkan pahala! Inilah perbedaan antara mereka yang arif dan mereka yang tidak bijaksana. Kurawa adalah budak nafsu makan dan nafsu seks; sedangkan Pandawa melakukan setiap kegiatan demi Tuhan dengan kebenaran dan kebajikan sebagai sais mereka, Seseorang yang diliputi kesedihan tidak akan berminat pada pesta atau pada perkelahian, demikian pula peminat kehidupan rohani yang sejati, yang selalu asyik merenungkan Tuhan, tidak akan pernah mengecap atau bahkan memikirkan tentang obyek-obyek kenikmatan duniawi.(Bhagavan Sri Sathya Sai Baba)

Tidak ada komentar: