Rabu, 01 Januari 2014

Abhiseka Lingga bagian dari Pallic Worship ?

Kode Iklan anda yang ingin ada di sebelah kiri disini
Kode Iklan anda yang ingin ada di sebelah kanan disini


Bagi sebagian besar masyarakat Hindu utamanya yang menganut paham Shiwaistik, maka pemujaan kepada Lingga yoni sebagai perlambang dari Shiva beserta sakti beliau adalah merupakan hal yang umum. Terlebih jika ada perayaan khusus untuk memuja personifikasi Tuhan dalam aspeknya sebagai pengembali (recycle) semua unsure pembentuk alam semesta ini. Mahashivaratri atau perayaan puncak dari semua malam Shiva (sehari sebelum bulan mati) adalah sebuah kemeriahan puja dimana banyak orang akan melakukan pemandian atau Abhiseka terhadap bentuk Lingga dan yoni ini.

Beberapa orang mengindikasikan bahwa Lingga dan Yoni merupakan miniature dari alat kelamin laki-laki (Purusha) dan alat kelamin perempuan (Prakriti) sehingga dari pertemuan keduanyalah kehidupan bisa terjadi. Sehingga Shiva dan Parvathi juga dikenal sebagai Bapak Ibu Ilahi, asal muasal semua kehidupan di bhumi. Jadi pemujaan kepada simbul ishvara ini bisa jadi merupakan wujud rasa terima kasih kita kepada Tuhan yang telah memberikan kesempatan kepada sang Jiwa untuk mendapatkan badan manusia guna berkarma agar lebih bisa meningkatkan kwalitas kehidupannya dari tingkat Manava kepada tingkatan Madhava. Sebab hanya dalam kelahiran sebagai manusia di Bhumi, sang jiwa memperoleh kesempatan untuk berbenah dan juga merasakan cinta kasih sosok Ilahi yang memunculkan diri-Nya sebagai Avatara. Mengingat di berbagai loka lainnya, kesempatan yg sama untuk mendapatkan Dharsan, Sparsan, ataupun Sambhasan ketika Tuhan hadir adalah sesuatu yang sangat sulit.

Terlepas dari ungkapan rasa syukur kepada sang pencipta, ternyata pemujaan kepada alat reproduksi ini telah mengalami perkembangan tafsir yang dihubungkan dengan bentuk phisik dari Lingga dimaksud. Di beberapa tempat seperti di Kuil Shinto Tagata, yang berada di kota Komaki, sebelah utara Nagoya Jepang, bahkan ada sebuah kuil yang menempatkan alat kelamin pria untuk disembahyangi oleh para pengunjung. Masyarakat setempat percaya bahwa dengan melakukan puja terhadap alat reproduksi ini akan mendatangkan kebahagiaan bagi pasangan suami istri ataupun menjadi pengobatan alternative bagi mereka yang mengalami disfungsi seksual. Di Bali sendiri, pemujaan terhadap patung atau relief yang menyerupai alat reproduksi ini lebih dikaitkan dengan usaha untuk memperoleh anak, memohon hujan / kesuburan, dan juga sebagai penolak wabah penyakit.
 

Alat reproduksi merupakan salah satu bagian tubuh yang sering digambarkan dalamkaitannya dengan simbol sebagai penolak bala. Alat reproduksi perempuan ( vulva) kerap ditemukan dalam wadah kubur atau bangunan megalitik lainnya. Alat reproduksidimaksud sering dikaitkan dengan upaya menolak bala agar perjalanan roh ke alam arwah tidak mendapat gangguan. Selain itu juga dikaitkan dengan upaya melindungi areal dari kekuatan roh jahat yang akan mengganggu perkebunan, hunian dan areal lainnya.Sedangkan alat reproduksi laki-laki (phallus ) selain dikaitkan dengan upaya menolak bala juga simbol bagi keperkasaan atau juga sebagai media pemujaan. Disadari atau tidak, ternyata dalam bagian tubuh manusia ada yang memiliki nilai yang menonjol bagi kalangan masyarakat baik pada masa prasejarah, klasik hingga masa kini. Berbagai penggambaran bagian tubuh manusia yang ada pada bangunan megalitik menunjukkan bahwa betapa pentingnya bagian tubuh manusia tersebut. Bagian tubuh manusia yangsering digambarkan pada bangunan megalitik diantaranya adalah telapak kaki, telapak tangan, kepala beserta muka manusia dan alat reproduksi. Pada masa klasik bagian- bagian tubuh manusia juga memiliki peran penting baik dalam kaitannya dengan fungsi secara umum ataupun fungsi magis selain sebagai sebuah simbol. Salah satu peninggalandimaksud adalah  prasasti Ciareuteun, di Bogor yang diantaranya menggambarkan telapak kaki manusia. Bahkan para dewa dalam agama Hindu kerap digambarkan dengan jumlah tangan atau kaki atau juga kepala dan mata yang lebih banyak.  Dalam proses pengabenan di Bali (ngreka) diantaranya juga mengumpulkan bagian-bagian tulang dari tulang tengkorak, dan anggota badan yang dianggap dapat mewakili tubuh manusia. Oleh karena begitu pentingnya alat reproduksi ini untuk menunjang keberlangsungan hidup maka Ia dipuja dalam berbagai cara.



Beberapa daerah di Nusantara yang memiliki peradaban tentang Phallus Worship ini adalah sebagai berikut : 


1.Sumatera Utara

Genetalia (alat reproduksi) sering digambarkan baik dalam bentuk goresan maupun dalam bentuk tiga dimensi seperti pada sebuah patung misalnya. Alat reproduksi laki-laki umumnya lebih sering digambarkan dibandingkan dengan alat reproduksi perempuan pada sebuah media. Di Sumatera Utara alat reproduksi sering tidak digambarkan sekalipun dari objek yang berupa orang yang dipahatkan dalam posisi kangkang. Bahkan kadangkala sengaja bagian dari alat kelamin ditutupi dengan telapak tangan. Kondisi semacam itu terlihat pada pahatan manusia di bagian depan wadah sarkofagus Sidabutar,Tomok, Pulau Samosir, yang memahatkan seorang laki-laki dalam posisi jongkok, dengan bagian phallus ditutupi telapak tangan. Hal tersebut sengaja dilakukan dengan pemahaman bahwa alat reproduksi memiliki kekuatan yang luar biasa, sehingga dengan ditutup tangan saja maka kekuatan yang dimilikinya masih berfungsi mengusir roh jahat yang mengganggu perjalanan roh ke alam arwah. Fungsi demikian sangat umum ditemukan pada phallus yang kerap dikaitkan dengan upaya mengusir roh jahat.
Fungsi  phallus seperti itu disebabkan oleh adanya konsep kesuburan yang dikenal masyarakat Batak yang disimbolkan dengan buah dada perempuan. Pada sarkofagus, buah dada perempuan digambarkan bersama dengan anggota badan lainnya dan ditempatkan di atas sarkofagus (pada bagian tutupnya). Sehingga perbedaan penempatan sebuah genetalia juga berkaitan dengan fungsinya. Di Nias bagian utara hingga selatan, patung baik yang berukuran besar (tingginya lebihdari 1 meter) hingga yang berukuran kecil (tingginya kurang dari 1 meter) kerap digambarkan lengkap dengan alat reproduksi. Patung yang berfungsi sebagai symbol status sosial seseorang ataupun yang berfungsi sebagai media pemujaan roh kerap digambarkan lengkap dengan phallus.Di Onowaembo, Kec. Gunung Sitoli,; di HiliGowe, Kec. Mandrehe,; di Olayama, Kec. Lolowau yang semuanya masuk dalam wilayah Kab. Nias terdapat patung manusia dengan tinggi lebih dari satu meter yang digambarkan lengkap dengan phallus dengan kondisi ereksi. Di Nias bagian selatan,selain patung dengan penggambaran manusia yang dilengkapi
 Phallus dalam kondisi ereksi juga pada osa-osa (patung binatang) kerap menggambarkan phallus yang dilengkapi dengan buah zakar (Koestoro, Lucas Partanda & Ketut Wiradnyana,2007:34-76).

2.Lampung
Arca megalitik yang memperlihatkan alat reproduksi secara berlebihan ditemukan diRanau, Lampung Utara. Di Jabang, Lampung Tengah menhirnya berbentuk  phallus yang tidak hanya berfungsi sebagai lambang nenek moyang dalam kaitannya sebagai pelindung, tetapi juga sebagai lambang kesuburan (Sutaba,2001:57-89). Di Sidomukti, 
Metro, terdapat sebuah menhir berbentuk  phallus, yang diletakkan pada puncak teras berundak yang dikaitkan dengan fungsi sebagai media pemujaan (Sukendar,1997:69).

Temuan batu berbentuk Linggam yoni di pantai Ujung Tumbu Karangasem

3.Bali
Di daerah Munduk, Kab. Buleleng, terdapat sebuah batu monolit berlubang pada bagian sampingnya dan pada lubang tersebut ditancapkan batu berbentuk silinder. Masyarakat setempat menyebut batu itu Celak Kontong Lugeng Luwih yang memberi makna simbolis sebagai genetalia laki-laki dan perempuan. peninggalan megalitik tersebut digunakan untuk tempat memohon hujan, menolak hama yang menyerang tanaman(Gede,1999;18). Arca megalitik di Pura Besakih, Desa Keramas, Blahbatuh, Kab. Gianyar diantaranya ada yang memperlihatkan alat reproduksi baik laki-laki maupun perempuan. Hingga saat ini temuan itu masih berfungsi sakral yang berkaitan dengan upacara kematian, yang dapat dianggap sebagai sisa-sisa yang masih hidup dari fungsinya yang lama. Selain itu arca ini juga berfungsi sebagai media untuk memohon kesembuhan bagi anggota masyarakat yang sedang sakit, dan kesembuhan bagi binatang peliharaan seperti sapi yang sakit (Mahaviranata,1982:119-127;dalam Sutaba,2001:89).Di Pura Keramas, Banjar Kawan, Bangli, arca megalitiknya difungsikan sebagai tempat untuk memohon kesembuhan bagi binatang peliharaan yang sakit atau memohon keselamatan dari serangan hama pada tanaman pertaniannya dan memohon hujan jika musim kemarau (Sutaba,2001:89-90).Sebuah menhir berbentuk  phallus (kelamin laki laki) di Desa Tenganan Pegringsingan, hingga saat ini berfungsi sebagai medium untuk memohon anak, bagi pasangan yang belum mempunyai anak selain itu juga dijadikan media bagi pedagang agar laris dalam berjualan di pasar (Sutaba,2001:99).Arca–menhir dan arca bercorak megalitik berfungsi magis simbolis bagi masyarakat Bali.Fungsinya sangat jelas terutama arca yang memperlihatkan genetalia, baik laki-laki maupun perempuan, sebagai lambang nenek moyang sekaligus berfungsi sebagai media pemujaan, diantaranya berkaitan dengan keselamatan hasil pertanian, kesuburan tanah, keselamatan binatang peliharaan dan memohon anak serta media untuk membayar kaul (Sutaba,2001:103-104).Genetalia dalam bentuk vulva yang terdapat pada sarkofagus ditemukan di Ambyarsari,di Munduk Tumpeng dan di Gilimanuk yang kesemuanya masuk dalam wilayahKabupaten Jembrana. Hiasan
Vulva yang naturalis itu dimaksudkan sebagai upaya untuk menangkal roh jahat yang akan mengganggu perjalanan roh dan juga sebagai simbolkembalinya pulang ke ibu pertiwi (Soejono,1977,141 dalam Gede,1999:16).

4.Jawa
Di pintu masuk Candi Sukuh, Jawa Tengah terdapat pahatan  phallus
Dan vulva yang dikaitkan dengan kesuburan. Selain itu, juga dipercaya dapat memberikan pertanda akan prilaku bagi perempuan yang melewati tempat ini. Jika perempuan karena melewati tempat ini menjadikan kainnya robek maka pertanda perempuan dimaksud memiliki prilaku yang buruk dan harus disucikan untuk menebus dosanya (Sugiarti,1989/1999 dalam Gede,1999:15)

5.Nusa Tenggara Timur
Di Lambakara, Sumba Timur terdapat  penji (menhir) berbentuk  phallus yang berasosiasi dengan kubur reti (dolmen) berfungsi sebagai simbol kekuasaan dan kebesaran yangdikuburkan (Gede,1999:19). Selain itu sebuah menhir berbahan batu ataupun kayu yangdisebut katoda kerap bentuknya dibuat menyerupai  phallus yang difungsikan sebagai media pemujaan terhadap roh leluhur maupun roh penjaga areal tertentu.

6.Minahasa
Waruga yang terdapat di Minahasa pada umumnya hiasan manusia yang digambarkan adalah manusia dalam posisi kangkang dengan penonjolan pada bagian alat reproduksinya (baik laki-laki maupun perempuan). Selain itu ada juga manusia(perempuan) dalam posisi kangkang dan diantara kakinya terdapat kepala anak kecil, hal ini dikaitkan dengan seorang ibu yang sedang melahirkan (Fahriani,2008:34).Pendapat lain menyatakan bahwa pahatan dimaksud merupakan gambaran dari seorang ibu yang meninggal saat melahirkan dan si ibu dimasukkan ke dalam waruga dan apabila orang membuka tutup waruga maka akan mengganggap bayinya sudah lahir (Bertling,1932 dalam Fahriani,2008:39). Artinya pahatan yang ada pada waruga tidak selalu berkaitan dengan religi magis akan tetapi ada yang hanya merupakan simbol akan kondisi tertentu. Kalau kita bandingkan dengan religi kuno masyarakat Minahasa yang mempercayai akan adanya kelahiran kembali maka dapat saja pahatan dimaksud merupakan gambaran akan keadaan yang diinginkan dan juga religi yang dianut.


Beberapa kebiasaan yang masih melekat pada masyarakat Bali jika kaum laki-laki berada pada tempat-tempat yang dianggap angker dan yang bersangkutan merasa takut di tempat itu maka yang akan dilakukan adalah bertelanjang. Masyarakat mengganggap dan mempercayai bahwa roh jahat akan takut jika melihat phallus. Mengingat pentingnya karya suci Tuhan inilah maka penghormatan kepada alat reproduksi hendaknya ditempatkan dan dipergunakan sebagai mana fungsinya guna mengembalikan kesadaran manusia akan pentingnya mengontrol Kama (keinginan) terutama nafsu seksual yang seringkali menjadi penyebab kejatuhan manusia ke taraf hewaniah. Jadi Abhiseka Linggam pada perayaan Mahashivaratri sebenarnya lebih mengacu kepada proses penyadaran diri terhadap segala bentuk keterikatan duniawi terutama hubungan suami istri yang sering mengaburkan pandangan akan tujuan sang jiwa mendapatkan badan manusia.


ada kisah menarik tentang pemujaan Linggam Shiva ini. Dimana diceritakan pada jaman dulu, Dewa Shiva bermaksud membuktikan kepada Saktinya, Dewi Parwathi bahwa diantara para pemuja beliau yang telah mengikrarkan diri bebas dari kemelekatan duniawi, Belum sepenuhnya melandaskan hidup mereka sebagaimana apa yang mereka tampilkan diluar. Maka demikianlah, Dewa Shiva turun ke bhumi untuk menguji para pertapa itu dengan memakai wujud seorang rsi yang datang untuk menggoda istri para brahmana itu. Melihat aksi Brahmana jelmaan Dewa Shiva yang dirasa sangat tidak pantas dilakukan oleh seorang dalam tingkatan Brahmana itu, akhirnya para Brahmana menjadi marah lalu menghakiminya beramai-ramai. Puncak kemarahan mereka dilakukan dengan memotong alat Vital sang Brahmana sebagai bentuk pemotongan nafsu (Kama) yang telah memperdayai sang Brahmana sehingga melupakan jati dirinya sebagai figure yang seharusnya menjadi contoh atau ideal bagi masyarakat umum.
Pada waktu itulah Brahmana jelmaan itu menunjukkan diri-Nya yang sesungguhnya sebagai Dewa Shiva sambil memarahi para Brahmana yang tidak sepenuhnya mengerti arti “ketidak terikatan” sebagaimana yang sering diajarkannya kepada para murid.
“Bagaimana engkau mengatakan diri sudah tidak memiliki keterikatan duniawi jika kemelekatanmu pada istri saja masih begitu kuat ?”
Para Brahmana akhirnya menyadari kebenaran Tuhan lalu meminta maaf karena kegelapan bhatin mereka sehingga bertindak bringas sampai memotong alat Vital sang Brahmana. Dan untuk mengingatkan mereka atas kesalahan inilah maka Phallus (bentuk alat kelamin laki-laki) ini dipuja sekaligus untuk mengingatkan hebatnya kemelekatan yang bisa ditimbulkannya.
 

 

Tidak ada komentar: