Kode Iklan anda yang ingin ada di sebelah kiri disini
Kode Iklan anda yang ingin ada di sebelah kanan disini
Manusia
telah melatih diri dalam berbagai cabang seni, keahlian, dan ilmu pengetahuan? mereka telah merancang berbagai mesin yang tidak terhitung jenisnya? dan manusia juga telah
mengumpulkan pengetahuan yang tak terhingga banyaknya? Meskipun demikian,
manusia belum mendapat kedamaian hati yang sangat diperlukan untuk memperoleh
kebahagiaan. Sebaliknya, dengan berlalunya waktu, pengetahuan ini
menenggelamkan manusia ke dalam kesulitan yang makin lama makin besar,
sedangkan kedamaian makin lama makin menjauh.
Sebabnya
adalah: keahlian dan pengetahuan ini hanya mempunyai nilai yang sementara;
mesin-mesin tersebut hanya menunjang kesenangan duniawi. Semua pengetahuan itu
hanya berkenaan dengan hal-hal yang sementara dan fana. Pengetahuan ini tidak
akan pernah dapat mengungkapkan rahasia terdalam alam semesta.
Ada
satu rahasia yang pengungkapannya akan membuka semua rahasia; bila masalah itu
kau pecahkan, semua masalah akan kau temukan jawabnya; ada satu simpul yang
penguraiannya akan membuka semua simpul. Ada satu ilmu yang jika dikuasai, akan
membuat engkau menguasai semua ilmu. Pengetahuan yang penting itu adalah
pengetahuan abadi (sanathana
vidya) dari kitab-kitab suci yang kuno. Bila
sebatang pohon akan dimusnahkan, akar utamanya harus dipotong. Tidak ada
gunanya berusaha membinasakan pohon itu dengan memetiki daunnya satu persatu.
Hal itu akan memerlukan waktu yang lama sekali, selain itu, mungkin tidak akan
ada hasilnya. Para ahli dalam kitab suci Weda
yang bijak waskita pada zaman dahulu, memiliki pengetahuan ini. Karena olah
tapa yang mereka lakukan, mereka mendapat penampakan Tuhan dan memperoleh
rahmat-Nya. Pengetahuan yang mereka temukan dengan usaha yang gagah berani itu,
mereka catat dan mereka ajarkan pada orang lain. Pencari kebenaran dari manca
negara datang untuk mempelajari kitab-kitab ini. Mereka mengatakan bahwa India
telah merintis jalan bagi seluruh dunia. Hal ini telah diakui di mana-mana.
Tetapi, orang India zaman sekarang malu mengakui tokoh-tokoh waskita yang agung
itu sebagai leluhur mereka. Sebuah pelita dapat menerangi ruangan, tetapi
justru di kaki pelita itu terdapat lingkaran yang gelap. India tidak mengetahui
dan tidak mempedulikan harta spiritualnya yang sangat berharga. Dapatkah kita
menganggap hal ini sebagai permainan nasib dan membiarkannya saja?
Pada
zaman dahulu, orang-orang India melakukan upacara doa harian, mereka duduk di
suatu tempat yang telah disucikan, dilingkungi oleh suasana kudus, dan
menenggelamkan diri dalam pengkajian serta penerapan ajaran kitab suci Weda dan Upanishad. Selain
itu, mereka mencatat pengalaman-pengalaman mereka, tidak hanya supaya mudah
diingat, tetapi juga untuk membimbing orang lain. Tetapi anak cucu mereka hanya
meletakkan kitab-kitab tersebut di altar dan memuja buku tersebut. Karena
dilalaikan, akhirnya buku itu rusak menjadi rongsokan kertas atau hancur menjadi
debu. Naskah-naskah kuno yang terbuat dari daun lontar itu lapuk dan rusak
dimakan tikus. Tetapi siswa yang penuh minat dari negara-negara Barat datang
mencari naskah kuno yang rusak itu. Mereka insyaf bahwa naskah itu merupakan
sumber penerangan yang tiada bandingnya dan mengandung ajaran kebijaksanaan
yang tidak ternilai harganya. Mereka menjunjungnya dengan penuh hormat dan
menyambutnya sebagai hadiah yang tidak ternilai harganya dari India yang abadi,
bagi mereka dan anak-anak mereka. Orang-orang Barat membawa ajaran ini ke
seberang lautan dengan mata yang berseri-seri penuh suka cita dan hati penuh
rasa syukur.
Sekarang,
perlukah Kukatakan padamu apa yang dilakukan oleh putra putri India masa kini?
Orang India tidak membuka kitab-kitab kuno ini, tidak membacanya, bahkan tidak
memperdulikannya. Hanya satu di antara sejuta yang membacanya dan orang itu pun
diejek sebagai orang yang tolol dan aneh. Orang India zaman kini menertawakan
kitab-kitab tersebut sebagai campuran antara dusta serta legenda dan mereka
memperdebatkan keaslian sejarah serta penulisnya. Mereka menolak bahasa
Sanskerta karena dianggap "terlalu sulit untuk dipelajari" dan
memberikan harta spiritual yang tidak ternilai itu kepada para sarjana asing.
Alangkah tragis pemandangan ini. Seandainya mereka mempelajari bahasa ibu
mereka dengan teliti, keadaan yang menyedihkan ini akan sedikit terimbangi,
tetapi hal ini pun mereka lalaikan. Di mana-mana kelalaian.
Aku
tidak mengecam kebahagiaan duniawi. Sama sekali tidak. Aku senang bila orang-orang
berbahagia. Tetapi engkau harus sadar bahwa kebahagiaan semacam ini tidaklah
langgeng sifatnya. Aku menghendaki agar engkau mempelajari semua keahlian dan
pengetahuan untuk memperoleh kebahagiaan duniawi. Tetapi Aku ingin agar engkau
juga ingat bahwa kebahagiaan ini hanya sementara.
Kebahagiaan
yang langgeng hanya dapat diperoleh melalui satu pengetahuan, yaitu pengetahuan
abadi dari kitab-kitab Upanishad.
Inilah ilmu tentang kesadaran Tuhan, inilah ajaran para resi. Hanya pengetahuan
itulah yang dapat menyelamatkan manusia dan memberinya kedamaian hati. Tidak
ada yang lebih tinggi dari hal tersebut. Itu adalah fakta yang tidak dapat
dibantah lagi. Apa pun juga suka duka yang kau alami, apapun juga hal yang kau
pelajari sebagai bekal hidupmu, pancangkanlah selalu pandanganmu pada
pengetahuan Tuhan yang abadi. Bila manusia hanya mempertajam kecerdasannya dan
mengumpulkan keterangan-keterangan belaka tanpa menumbuhkan serta mempraktekkan
sifat-sifat yang baik, kesejahteraan dunia akan terancam dan tidak akan dapat
maju.
Meskipun
demikian, tampaknya manusia zaman ini kurang menghargai keutamaan, karena
sistem pendidikan sekarang tidak mengikutsertakan ajaran dan latihan spiritual.
Pendidikan yang benar tidak akan merusak atau menyelewengkan aneka kebajikan yang
indah yang dimiliki anak-anak dan juga tidak akan puas bila hanya mengisi
pikiran anak-anak dengan hal-hal yang tidak berguna. Pendidikan yang
benar-benar bermanfaat hanyalah pendidikan yang memberi peluang penuh untuk
mengembangkan semua kebajikan yang merupakan ciri utama manusia (Sathya Narayana Svami)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar