Kode Iklan anda yang ingin ada di sebelah kiri disini
Kode Iklan anda yang ingin ada di sebelah kanan disini
Resi Shuka membetulkan duduknya dan mulai
bercerita, “Tuhan Yang Maha Tinggi dan Maha Kuasa mewujudkan diri sebagai
Brahma, Vishnu, dan Maheshvara karena dorongan keinginan pramula (moha) dan
sibuk mencipta, memelihara, serta melebur manca loka. Dalam segala yang mereka
ciptakan, selalu ada prinsip dualisme. Ada perbedaan dan kelainan antara yang
satu dengan yang lain. Bila perbedaan dan kelainan ini diselaraskan dengan
bijaksana, dunia akan memiliki kebahagiaan dan kedamaian. Sebaliknya, jika
makhluk hidup bertingkah laku tidak benar, dunia akan tenggelam dalam
kecemasan, kesengsaraan, dan kekacauan. Bila ini terjadi, Tuhan mengambil wujud
yang sesuai dan memberikan perlindungan serta perbaikan yang diperlukan. Beliau
membenahi dunia yang rusak dan kacau, menyingkirkan kekuatan jahat yang
menyebabkan kerusakan itu, dan mengajar umat manusia cara-cara untuk memelihara
yang benar dan baik.”
“Tidak mungkinlah membatasi kebebasan Tuhan dalam
mengambil wujud. Dengan tiada putusnya Beliau mengenakan aneka wujud untuk
mengejawantah di dunia dan menyelamatkannya. Inkarnasi Beliau disesuaikan
dengan kebutuhan dan krisis pada masa itu. Ketika bumi mengerang menderita
ketidak adilan Hiranyaaksha, Beliau harus muncul sebagai babi hutan jantan.
Tuhan mengambil wujud itu lengkap dengan sifat-sifatnya, walaupun pada
hakikatnya Beliau tidak berwujud dan tidak bersifat. Kehendak Tuhan bersifat
misterius, tidak dapat dijelaskan dengan sistem penggolongan atau (dianggap)
sebagai akibat. Kehendak Tuhan berada di atas dan di luar jangkauan pemikiran
serta imajinasi manusia. Kehendak Tuhan hanya dapat dipahami oleh mereka yang
sudah mengenal Beliau, dan bukannya oleh mereka yang berpendidikan tinggi atau
berotak tajam. Sebab dan akibat sepenuhnya saling terkait.”
“Pada suatu hari ketika Brahma sedang beristirahat
sejenak di tempat duduk Beliau, dari hidung Beliau muncullah seekor babi hutan
kecil mungil sebesar ujung ibu jari! Dalam senda gurau yang amat gembira,
Brahma telah mengambil wujud manusia, dan Beliau tahu perihal mengapa dan untuk
apanya segala sesuatu. Meskipun demikian, Beliau berpura-pura tidak tahu dan
memandang babi hutan mungil itu dengan sangat heran. Sementara itu, babi hutan
tersebut tumbuh makin lama makin cepat dan makin besar ukurannya sebesar katak,
tikus, kucing, kemudian menjadi sebesar gajah pejantan. Brahma tersenyum
sendiri melihat kejenakaannya. Dalam waktu singkat babi hutan itu tumbuh
demikian besar hingga menutup bumi dan langit. Ia meluncur ke dalam lautan dan
keluar lagi sambil mengangkat Dewi Bumi (yang telah menyembunyikan diri dalam
air karena merasa dihina) aman dan terlindung pada taringnya.”
“Sementara itu, terdengarlah teriakan dari
belakang, 'Engkau babi bedebah! Ke mana kau lari? Berhenti di tempatmu! 'babi
hutan tidak memperdulikan teriakan itu; ia berjalan terus seakan-akan tidak
mendengarnya. Kemudian Hiranyaaksha, pemimpin kaum raksasa yang jahat,
menghadangnya bagaikan monster yang mengerikan dan menantang berduel.
Berlangsunglah perkelahian yang dahsyat di antara keduanya. Menyaksikan mereka
tusuk menusuk sangat mengerikan, Dewi Bumi gemetar ketakutan, tetapi babi hutan
itu menghiburnya, 'Oh Dewi, jangan takut. Raksasa ini akan segera kuhabisi.
Akan kujamin keselamatan dan ketenteraman Dewi dalam sekejap. 'Segera babi
hutan itu menjadi sangat mengerikan dipandang. Sang Dewi resah sekali melihat
duel itu. Babi hutan menubruk Hiranyaaksha dengan kekuatan yang luar biasa
sehingga Dewi Bumi memejamkan mata karena seram, tidak tahan melihat wujud babi
hutan yang membinasakan itu. Duel itu dilangsungkan dengan gelora kemarahan
yang tidak terlukiskan, tetapi akhirnya Hiranyaaksha tercabik-cabik dan
dicampakkan ke tanah.”
“Demikianlah Tuhan mengambil aneka wujud sesuai
dengan keperluan situasinya. Beliau mengenakan wujud yang paling cocok untuk
membinasakan Daanava yang jahat (bangsa raksasa yang busuk hati), untuk
melindungi mereka yang baik dan saleh, dan untuk menjaga Weda, kitab-kitab suci
yang mengungkapkan kebenaran sejati. Dengan cara ini Tuhan telah mengejawantah
sebagai ikan, kura-kura, manusia-singa, dan orang cebol (Avatar Matsya, Kurma,
Narashimha, dan Vaamana). Dari semua penjelmaan itu wujud Krishnalah yang
teragung dan penuh kebahagiaan. Meskipun demikian, kalian harus sadar bahwa
tujuan utama semua inkarnasi Tuhan adalah untuk mempertahankan darma (keadilan,
kebenaran, moralitas, dan kebajikan).”
“Orang yang mengajar harus memperkirakan kemampuan
siswa dalam menerima pelajarannya. Akan merupakan usaha yang sia-sialah bila
berusaha menyampaikan pengetahuan tertinggi kepada orang yang tarafnya paling
rendah karena ia tidak akan mampu memahaminya. Demikian pula, bila pelajaran
yang harus diberikan kepada mereka yang rendah tarafnya disampaikan kepada
mereka yang tinggi tingkatnya, mereka tidak akan puas dengan pelajaran itu.
Untuk memperjelas hal ini akan saya ceritakan kepada kalian diskusi yang pernah
berlangsung antara Brahma dan Naarada. Dengarkan baik-baik!”
“Sekali peristiwa Brahma berkata kepada Naarada,
'Oh putra yang timbul dari pikiranKu!. Mencipta adalah tugasKu. Itulah caraKu
memenuhi misi dan tapaKu. Aku berkehendak, maka ciptaan terjadi. Tetapi
Kutetapkan peraturan dan tata cara untuk setiap jenis (ciptaan) Jika hal itu
diikuti dengan baik, roda darma akan berputar dengan benar. Sebaliknya, jika
peraturan serta tata cara itu diabaikan dan mereka bekerja untuk memuaskan
keinginan mereka sendiri mengikuti jalur yang curang, jahat, dan sesat, mereka
akan menderita berbagai kesengsaraan.”
“Siang dan malam ada karena kehendakKu. Para
penguasa makhluk hidup merupakan bagian dari diriKu. Dorongan yang dimiliki
manusia untuk bertambah dan berkembang biak merupakan cerminan kehendakKu.
Kadang-kadang bila dunia ciptaan ini harus ditopang dan dipertahankan dari
kemerosotan, Aku mengenakan nama serta wujud dan memulai Manvantara 'masa
kepemimpinan seorang Manu'l Kulengkapi bumi dengan tokoh-tokoh suci serta kaum
bijak waskita yang sesuai untuk memberikan teladan yang harus diikuti dan
menunjukkan jalan menuju kemajuan.”
“Kuakhiri pula pertambahan makhluk yang berlipat
ganda tanpa batas, jika hal itu terjadi. Untuk ini Aku pun mengenakan wujud
Rudra. Kuciptakan yang jahat untuk mengangkat yang baik dan membuat mereka
kelihatan mencolok. Untuk melindungi yang baik, Kutetapkan batasan-batasan
tertentu untuk orang yang baik dan buruk, karena jika tidak demikian, mereka
akan sesat menempuh jalan yang salah dan amat membahayakan (makhluk lain).”
“Aku selalu ada dalam segala makhluk. Orang-orang
melupakan Aku yang berada di dalam dan di luar diri mereka. Aku adalah hakikat
dan inti setiap makhluk, tetapi mereka tidak menyadari hal ini. Karena itu,
mereka tergoda untuk menganggap dunia objektif ini sebagai nyata dan benar.
Mereka mengejar kesenangan dan kenikmatan duniawi, lalu jatuh dalam kesedihan
dan penderitaan. Sebaliknya, jika mereka pusatkan seluruh perhatian mereka
kepada-Ku semata; percaya bahwa segala sesuatu dan setiap makhluk ada karena
kehendak Tuhan, maka mereka Kuberkati dan Kuungkapkan pada mereka kebenaran
bahwa mereka sebenarnya adalah Aku dan Aku adalah mereka. Ribuan orang telah
memperoleh berkat itu. Mereka adalah para peminat kehidupan rohani, para
pencari kebenaran, para mahaatma, kaum bijak waskita, orang-orang yang mendapat
inspirasi dari Tuhan, para penjelmaan Tuhan, dan para pembimbing yang
menunjukkan jalan. Mereka telah memperoleh penghayatan bahwa kebenaran adalah
Tuhan.”
“Akan Kuceritakan kepada Anda sekalian tentang
beberapa di antara mereka, dengarkan! Saagara, Ikshvaaku, Praachinabarhi,
Rubhu, Dhruva, Raghumaaharaj, Yaayati, Maandhaathaa, Alarka, Shatadhanvaa,
Dilipa, Khali, Bhiishma. Shibi, Pippalaada, Saarasvata, Vibhiishana, Hanuumaan,
Mucukunda, Janaka, Shataruupa, Prahlaada, dan banyak brahmaresi, rajaresi, para
pangeran, serta bangsawan yang dapat dikelompokkan dalam satu golongan, yaitu
orang-orang yang saleh (Bhaagavata), mereka semua merindukan kesempatan untuk
mendengarkan kemuliaan Tuhan. Mereka semua telah diberkati tanpa memandang
kasta, usia, kedudukan, atau jenis kelaminnya. Di antara mereka terdapat wanita,
brahmana, sudra, dan orang-orang yang tidak berkasta.”
“Akulah penyebab segala sebab. Aku abadi. Aku
adalah sat, chit, aananda 'eksistensi, pengetahuan, dan kebahagiaan'. Aku
adalah Hari (Vishnu) dan juga Hara (Shiva), karena Kuubah diri-Ku menjadi perwujudan
itu, jika timbul kesempatan (yang tepat). Ciptaan, alam semesta, adalah
proyeksi kehendak-Ku, kebenaran ini Kunyatakan kepadamu karena Kasih-Ku yang
sangat mendalam kepadamu. Orang-orang lain tidak akan mampu memahami misteri
ciptaan ini. Hal yang baru saja Kuungkapkan kepadamu ini dikenal sebagai
ringkasan Bhaagavata.”
“Bhaagavata mencakup tiga bagian pengetahuan
sebagai berikut:
1.
Kemuliaan
dan kebesaran para penjelmaan Tuhan.
2.
Nama-nama
mereka yang berbakti sepenuhnya kepada Tuhan.
3.
Hubungan
erat antara Tuhan dengan orang-orang yang mencintai-Nya
Bila ketiga hal ini dijumpai bersama-sama, di
situlah kita memiliki Bhaagavata. Segala hal yang kasat mata tidak berada di
luar Tuhan. Karena itu, singkatnya, segala sesuatu adalah Bhaagavata. Segala
sesuatu layak dihormati seperti itu.”
“Ketika Brahma sedang menyampaikan pelajaran
kepada Naarada dengan sangat gembira, Naarada bertanya kepada Beliau dengan
takjub dan amat ingin tahu, 'Tuhan, sesuai dengan petunjuk Paduka, saya
menyanyikan kemuliaan Tuhan dengan tiada putusnya dan memungkinkan dunia
memperoleh kebahagiaan dari hal itu. Tetapi maya yang penuh tipu muslihat dan
amat kuat setiap saat dapat mengalahkan saya, menjerumuskan saya dalam
kesalahan, dan menimbulkan hambatan pada misi yang saya tempuh. Adakah suatu cara
agar saya dapat menghindari bencana ini? Mohon berilah saya petunjuk dalam hal
ini sebagai bukti lain kasih kebapakan Paduka.”
“Brahma tertawa mendengar pertanyaan ini. Jawab
Beliau, 'Nak! Perkataanmu terdengar kekanak-kanakan. Awan maya tidak dapat menggelapkan
kesadaran batin orang-orang sebagai berikut.
1.
Mereka
yang bersuka ria dalam kemuliaan dan keagungan Tuhan.
2.
Mereka
yang tahu dan mempermaklumkan bahwa Tuhan adalah penguasa maya; pemegang
kekuatan baik yang bersifat memperdayakan maupun kekuatan yang menghancurkan
kesan dan pandangan yang keliru.
3.
Mereka
yang melakukan berbagai perbuatan baik, dan melaksanakannya dengan iman dan
bakti.
4.
Serta
mereka yang selalu berusaha menegakkan kebenaran dan karena itu, pergilah tanpa
takut ke mana pun juga di tiga loka ini dengan (alat musik) viina di tanganmu,
bernyanyilah sebagai pernyataan bakti dan kasihmu yang mendalam kepada Tuhan.
Penduduk mancaloka yang mendengarkan kidung itu dan uraian tentang misteri
Tuhan serta orang-orang saleh, akan menyelamatkan diri dari lingkaran kelahiran
dan kematian.”
“Karma (perbuatan manusia dan akibatnya) bersifat
mengikat karena hal itu menimbulkan akibat yang harus diderita atau dinikmati.
Tetapi perbuatan yang dilakukan sebagai pelayanan tanpa pamrih atau bakti
sosial bebas dari kekurangan itu. Selalulah memusatkan pikiranmu kepada Tuhan,
selain ini tiada cara lain untuk memalingkan pikiranmu dari kegiatan duniawi
dan usaha mengejar kesenangan indera.”
Resi Shuka berkata kepada Raja, “Oh Maharaja
Pariikshit, karena kebijaksanaan tertinggi ini tidak dapat disampaikan kepada
semua orang kecuali mereka yang telah mencapai tingkat kemurnian dan pengertian
yang tinggi, Brahma hanya mengajarkannya kepada Naarada. Sesuai dengan nasehat
itu, Naarada terus bernyanyi, dan melalui lagu-lagunya ia memuja serta
menyatakan kasihnya kepada Tuhan yang imanen (berada dalam kesadaran segala
makhluk dan segala sesuatu) serta transenden (melampaui segala sesuatu). Ia
tidak mengabaikan atau mengesampingkan pelajaran yang dianugerahkan Brahma. Tuan
pun memenuhi syarat dan berhak menerima pelajaran suci ini; itulah sebabnya
mengapa saya yang sulit ditemui, telah datang secara spontan langsung kepada
Tuanku untuk mengisahkan Bhaagavata. Saya bukanlah penyanyi pengembara
sebagaimana lazimnya. Saya tidak pernah datang menemui orang yang belum
memenuhi syarat untuk mendengarkan saya. Bayangkan betapa tingginya tingkat
spiritual yang telah dicapai Naarada sehingga ia memenuhi persyaratan yang
diperlukan untuk menerima pelajaran mengenai sifat-sifat Tuhan yang tidak
bersifat.”
Ketika Resi Shuka menilainya dengan serius seperti
itu, Pariikshit menyela, “Resi Yang Agung! Brahma penguasa purwakala yang
berwajah empat itu menyuruh Naarada menyanyikan Bhaagavata, demikian kata
Maharesi. Kepada siapa Naarada menuturkan kisah Bhaagavata? Siapakah
tokoh-tokoh yang disayang dan mendapat keistimewaan itu? Mohon ceritakan hal
itu secara rinci kepada saya. “Resi Shuka menjawab, “Oh Maharaja, mengapa
Tuanku begitu tergesa-gesa. Tabahlah dan kendalikan diri. Segalanya akan saya
ceritakan kepada Tuan pada saatnya yang tepat. Bersikaplah tenang dan sabar.”
Raja menjelaskan, “Maharesi, maafkan saya. Saya
sama sekali tidak bermaksud tergesa-gesa. Saya hanya ingin sekali agar pada
saat terakhir kehidupan, dapat memusatkan pikiran saya pada senyum manis yang
tersungging di bibir Sri Krishna dan ingin agar pada saat itu saya dapat
mereguk dalam-dalam madu kaki suci Tuhan. Saya tidak mempunyai keinginan lain.
Jika pada saat ajal saya tidak dapat memusatkan pikiran saya pada citra Tuhan
yang menawan itu, pastilah saya harus lahir lagi sebagai salah satu di antara
84.000.000 jenis makhluk hidup, bukan? Karena bencana itu tidak boleh terjadi, dan
karena dengan napas yang terakhir saya harus mengingat penganugerah napas yang
terakhir saya harus mengingat penganugerah napas kehidupan, mohon buatlah hidup
saya berarti dengan menceritakan kepada saya ciri-ciri khas serta kegiatan suci
Tuhan.”
Resi Shuka tertawa mendengarnya. Kata beliau,
“Maharaja! Bagaimana pikiran dapat terpusat pada kaki suci Tuhan, jika telinga
mendengarkan ciri-ciri khas dan kegiatan Beliau? Apakah pendapat Tuan mengenai
hal ini? Katakan kepada saya. “Pariikshit menjawab, “Resi Yang Agung, saya
percaya bahwa tiada perbedaan antara Tuhan, nama Beliau, dan sifat-sifat Beliau;
Benarkah itu? Bila kisah Tuhan diceritakan dan didengarkan, nama Tuhan dan
sifat-sifat Beliau masuk dari telinga ke dalam hati dan melenyapkan kegelapan
kebodohan, bukankah demikian? Bukankah bila singa memasuki hutan, serigala yang
penakut lari dengan ekor tersembunyi di antara kedua kakinya? Pendengar yang
serius pastilah akan memusatkan perhatiannya pada hal yang didengarnya melalui
telinga. Pada waktu sedang terpesona mendengarkan kisah Sang Avatar yang
senyum-Nya menawan dan sifat-sifat-Nya sangat memikat hati, pikiran orang itu
akan melekat pada keindahan yang diperolehnya dari kisah tersebut sehingga
tidak tertarik lagi pada hal-hal yang rendah dan kasar, bukankah demikian? Pada
waktu itu telinga dan pikiran akan bekerja secara serentak. Hanya itulah yang
akan menimbulkan kebahagiaan.”
Demikianlah dengan penuh
semangat raja menyanjung-nyanjung manfaat yang diperoleh, bila manusia
mendengarkan kisah kegiatan dan keagungan Tuhan dengan penuh perhatian. Resi
Shuka menyela luapan kegembiraannya dan berkata, “Oh Maharaja, sifat pikiran
itu tidak tetap. Bagaimana pikiran dapat membuang sifatnya dan melekatkan diri
pada kaki Tuhan? Bukankah itu prestasi yang tidak mungkin?” Resi Shuka mencoba
menduga perasaan yang memenuhi hati Pariikshit. Pariikshit tersenyum dan
menjawab, “Resi Yang Agung, saya akan memberikan jawabnya jika Maharesi
mengizinkan dan memerintahkannya. Kumbang akan terbang melayang di sekitar
bunga sambil mendengung-dengung hingga ia duduk mengisap nektar dari situ.
Setelah memasuki bunga dan mengecap nektarnya, ia tidak akan melayang-layang
atau mendengung lagi. Ia tidak memikirkan hal-hal lain yang mengganggu
kebahagiaannya. Begitu mabuknya si kumbang dengan kebahagiaan itu sehingga it
tidak peduli lagi pada keselamatannya sendiri, karena ketika (pada senja hari_
daun bunga teratai menutup, kumbang membiarkan diri terkurung di dalamnya.
Demikian pula, sekali pikiran manusia menetap pada kaku suci perwujudan
keindahan dan kebajikan itu, ia tidak akan pernah lagi ketagihan atau
menginginkan apa pun juga selain nektar kaki suci Tuhan.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar