Kode Iklan anda yang ingin ada di sebelah kiri disini
Kode Iklan anda yang ingin ada di sebelah kanan disini
Bagi sebagian besar
masyarakat Hindu utamanya yang menganut paham Shiwaistik, maka pemujaan kepada
Lingga yoni sebagai perlambang dari Shiva beserta sakti beliau adalah merupakan
hal yang umum. Terlebih jika ada perayaan khusus untuk memuja personifikasi
Tuhan dalam aspeknya sebagai pengembali (recycle) semua unsure pembentuk alam
semesta ini. Mahashivaratri atau perayaan puncak dari semua malam Shiva (sehari
sebelum bulan mati) adalah sebuah kemeriahan puja dimana banyak orang akan
melakukan pemandian atau Abhiseka terhadap bentuk Lingga dan yoni ini.
Beberapa orang
mengindikasikan bahwa Lingga dan Yoni merupakan miniature dari alat kelamin
laki-laki (Purusha) dan alat kelamin perempuan (Prakriti) sehingga dari pertemuan
keduanyalah kehidupan bisa terjadi. Sehingga Shiva dan Parvathi juga dikenal
sebagai Bapak Ibu Ilahi, asal muasal semua kehidupan di bhumi. Jadi pemujaan
kepada simbul ishvara ini bisa jadi merupakan wujud rasa terima kasih kita
kepada Tuhan yang telah memberikan kesempatan kepada sang Jiwa untuk
mendapatkan badan manusia guna berkarma agar lebih bisa meningkatkan kwalitas
kehidupannya dari tingkat Manava kepada tingkatan Madhava. Sebab hanya dalam
kelahiran sebagai manusia di Bhumi, sang jiwa memperoleh kesempatan untuk
berbenah dan juga merasakan cinta kasih sosok Ilahi yang memunculkan diri-Nya
sebagai Avatara. Mengingat di berbagai loka lainnya, kesempatan yg sama untuk
mendapatkan Dharsan, Sparsan, ataupun Sambhasan ketika Tuhan hadir adalah
sesuatu yang sangat sulit.
Terlepas dari
ungkapan rasa syukur kepada sang pencipta, ternyata pemujaan kepada alat
reproduksi ini telah mengalami perkembangan tafsir yang dihubungkan dengan
bentuk phisik dari Lingga dimaksud. Di beberapa tempat seperti di Kuil Shinto Tagata, yang berada di kota Komaki, sebelah
utara Nagoya Jepang, bahkan ada sebuah kuil yang menempatkan alat kelamin pria
untuk disembahyangi oleh para pengunjung. Masyarakat setempat percaya bahwa
dengan melakukan puja terhadap alat reproduksi ini akan mendatangkan
kebahagiaan bagi pasangan suami istri ataupun menjadi pengobatan alternative bagi
mereka yang mengalami disfungsi seksual. Di Bali sendiri, pemujaan terhadap
patung atau relief yang menyerupai alat reproduksi ini lebih dikaitkan dengan
usaha untuk memperoleh anak, memohon hujan / kesuburan, dan juga sebagai
penolak wabah penyakit.
Alat reproduksi
merupakan salah satu bagian tubuh yang sering digambarkan dalamkaitannya dengan
simbol sebagai penolak bala. Alat reproduksi perempuan ( vulva) kerap ditemukan dalam wadah kubur atau bangunan
megalitik lainnya. Alat reproduksidimaksud sering dikaitkan dengan upaya
menolak bala agar perjalanan roh ke alam arwah tidak mendapat gangguan. Selain itu juga dikaitkan dengan upaya
melindungi areal dari kekuatan roh
jahat yang akan mengganggu perkebunan, hunian dan areal lainnya.Sedangkan
alat reproduksi laki-laki (phallus ) selain dikaitkan dengan upaya menolak
bala juga simbol bagi keperkasaan atau juga sebagai media pemujaan.
Disadari atau tidak, ternyata dalam bagian
tubuh manusia ada yang memiliki nilai yang menonjol bagi kalangan masyarakat baik
pada masa prasejarah, klasik hingga masa kini. Berbagai penggambaran bagian tubuh manusia yang ada pada bangunan megalitik
menunjukkan bahwa betapa pentingnya bagian tubuh manusia tersebut. Bagian tubuh manusia yangsering digambarkan pada
bangunan megalitik diantaranya adalah telapak kaki, telapak tangan, kepala
beserta muka manusia dan alat reproduksi. Pada masa klasik bagian- bagian
tubuh manusia juga memiliki peran penting baik dalam kaitannya dengan fungsi secara umum ataupun fungsi magis selain sebagai
sebuah simbol. Salah satu peninggalandimaksud adalah prasasti Ciareuteun, di Bogor yang
diantaranya menggambarkan telapak kaki
manusia. Bahkan para dewa dalam agama Hindu kerap digambarkan dengan jumlah
tangan atau kaki atau juga kepala dan mata yang lebih banyak. Dalam proses pengabenan di Bali (ngreka)
diantaranya juga mengumpulkan bagian-bagian tulang dari tulang tengkorak, dan
anggota badan yang dianggap dapat mewakili tubuh manusia. Oleh karena begitu
pentingnya alat reproduksi ini untuk menunjang keberlangsungan hidup maka Ia
dipuja dalam berbagai cara.
Beberapa
daerah di Nusantara yang memiliki peradaban tentang Phallus Worship ini adalah
sebagai berikut :
1.Sumatera Utara
Genetalia (alat reproduksi) sering digambarkan baik dalam
bentuk goresan maupun dalam
bentuk tiga dimensi seperti pada sebuah patung misalnya. Alat reproduksi
laki-laki umumnya lebih sering digambarkan
dibandingkan dengan alat reproduksi perempuan pada sebuah media. Di
Sumatera Utara alat reproduksi sering tidak digambarkan sekalipun dari objek
yang berupa orang yang dipahatkan dalam posisi kangkang. Bahkan kadangkala sengaja bagian dari alat kelamin
ditutupi dengan telapak tangan. Kondisi semacam itu terlihat pada pahatan manusia di bagian depan wadah sarkofagus
Sidabutar,Tomok, Pulau Samosir, yang
memahatkan seorang laki-laki dalam posisi jongkok, dengan bagian phallus ditutupi telapak tangan. Hal tersebut
sengaja dilakukan dengan pemahaman bahwa
alat reproduksi memiliki kekuatan yang luar biasa, sehingga dengan ditutup
tangan saja maka kekuatan yang dimilikinya masih berfungsi mengusir roh jahat yang mengganggu perjalanan roh ke alam
arwah. Fungsi demikian sangat umum
ditemukan pada phallus yang
kerap dikaitkan dengan upaya mengusir roh jahat.
Fungsi
phallus seperti itu disebabkan oleh
adanya konsep kesuburan yang dikenal masyarakat
Batak yang disimbolkan dengan buah dada perempuan. Pada sarkofagus, buah
dada perempuan digambarkan bersama dengan anggota badan lainnya dan ditempatkan
di atas sarkofagus (pada bagian tutupnya). Sehingga perbedaan penempatan sebuah
genetalia juga berkaitan dengan fungsinya. Di
Nias bagian utara hingga selatan, patung baik yang berukuran besar (tingginya
lebihdari 1 meter) hingga yang
berukuran kecil (tingginya kurang dari 1 meter) kerap digambarkan lengkap dengan alat reproduksi. Patung
yang berfungsi sebagai symbol status
sosial seseorang ataupun yang berfungsi sebagai media pemujaan roh kerap digambarkan lengkap dengan phallus.Di Onowaembo, Kec. Gunung Sitoli,; di HiliGowe, Kec. Mandrehe,; di Olayama, Kec. Lolowau yang
semuanya masuk dalam wilayah Kab.
Nias terdapat patung manusia dengan tinggi lebih dari satu meter yang digambarkan
lengkap dengan phallus dengan kondisi
ereksi. Di Nias bagian selatan,selain patung dengan penggambaran manusia yang
dilengkapi
Phallus
dalam kondisi ereksi juga pada osa-osa (patung binatang) kerap menggambarkan phallus
yang dilengkapi dengan buah zakar (Koestoro, Lucas Partanda & Ketut
Wiradnyana,2007:34-76).
2.Lampung
Arca megalitik yang memperlihatkan alat reproduksi secara
berlebihan ditemukan diRanau,
Lampung Utara. Di Jabang, Lampung Tengah menhirnya berbentuk phallus yang
tidak hanya berfungsi sebagai lambang nenek
moyang dalam kaitannya sebagai pelindung, tetapi juga sebagai
lambang kesuburan (Sutaba,2001:57-89). Di Sidomukti,
Metro, terdapat sebuah menhir berbentuk phallus, yang diletakkan pada puncak teras berundak
yang dikaitkan dengan fungsi sebagai media pemujaan (Sukendar,1997:69).
Temuan batu berbentuk Linggam yoni di pantai Ujung Tumbu Karangasem |
3.Bali
Di
daerah Munduk, Kab. Buleleng, terdapat sebuah batu monolit berlubang pada
bagian sampingnya dan pada lubang tersebut
ditancapkan batu berbentuk silinder. Masyarakat setempat menyebut batu itu Celak Kontong Lugeng Luwih yang memberi makna
simbolis sebagai genetalia laki-laki dan perempuan. peninggalan megalitik
tersebut digunakan untuk tempat memohon hujan, menolak hama yang menyerang tanaman(Gede,1999;18).
Arca megalitik di Pura Besakih, Desa Keramas, Blahbatuh, Kab. Gianyar
diantaranya ada yang memperlihatkan alat reproduksi baik laki-laki maupun
perempuan. Hingga saat ini temuan itu masih
berfungsi sakral yang berkaitan dengan upacara kematian, yang dapat dianggap
sebagai sisa-sisa yang masih hidup dari fungsinya yang lama. Selain itu arca
ini juga berfungsi sebagai media untuk memohon kesembuhan bagi anggota
masyarakat yang sedang sakit, dan kesembuhan
bagi binatang peliharaan seperti sapi yang sakit (Mahaviranata,1982:119-127;dalam
Sutaba,2001:89).Di Pura Keramas, Banjar Kawan, Bangli, arca megalitiknya
difungsikan sebagai tempat untuk memohon
kesembuhan bagi binatang peliharaan yang sakit atau memohon keselamatan dari serangan hama pada tanaman
pertaniannya dan memohon hujan jika musim kemarau (Sutaba,2001:89-90).Sebuah menhir berbentuk phallus
(kelamin laki laki) di Desa Tenganan Pegringsingan,
hingga saat ini berfungsi sebagai medium untuk memohon anak, bagi
pasangan yang belum mempunyai anak selain itu juga dijadikan media bagi
pedagang agar laris dalam berjualan di pasar (Sutaba,2001:99).Arca–menhir
dan arca bercorak megalitik berfungsi magis simbolis bagi masyarakat Bali.Fungsinya sangat jelas terutama arca yang memperlihatkan
genetalia, baik laki-laki maupun
perempuan, sebagai lambang nenek moyang sekaligus berfungsi sebagai media pemujaan,
diantaranya berkaitan dengan keselamatan hasil pertanian, kesuburan tanah, keselamatan binatang peliharaan dan memohon anak
serta media untuk membayar kaul (Sutaba,2001:103-104).Genetalia dalam
bentuk vulva yang terdapat pada sarkofagus
ditemukan di Ambyarsari,di Munduk
Tumpeng dan di Gilimanuk yang kesemuanya masuk dalam wilayahKabupaten
Jembrana. Hiasan
Vulva
yang naturalis itu dimaksudkan sebagai upaya untuk menangkal roh jahat yang akan mengganggu perjalanan roh dan juga
sebagai simbolkembalinya pulang ke ibu pertiwi (Soejono,1977,141 dalam
Gede,1999:16).
4.Jawa
Di pintu masuk Candi Sukuh, Jawa Tengah terdapat pahatan phallus
Dan
vulva yang dikaitkan dengan kesuburan. Selain itu, juga dipercaya dapat
memberikan pertanda akan prilaku bagi perempuan yang melewati tempat ini.
Jika perempuan karena melewati tempat ini
menjadikan kainnya robek maka pertanda perempuan dimaksud memiliki prilaku
yang buruk dan harus disucikan untuk menebus dosanya (Sugiarti,1989/1999 dalam
Gede,1999:15)
5.Nusa Tenggara Timur
Di
Lambakara, Sumba Timur terdapat penji (menhir) berbentuk phallus
yang berasosiasi dengan kubur reti
(dolmen) berfungsi sebagai simbol kekuasaan
dan kebesaran yangdikuburkan (Gede,1999:19). Selain itu sebuah menhir berbahan
batu ataupun kayu yangdisebut katoda kerap
bentuknya dibuat menyerupai phallus yang difungsikan sebagai media pemujaan terhadap roh leluhur
maupun roh penjaga areal tertentu.
6.Minahasa
Waruga yang terdapat di Minahasa pada umumnya hiasan
manusia yang digambarkan adalah manusia dalam posisi kangkang dengan penonjolan pada
bagian alat reproduksinya (baik laki-laki maupun perempuan). Selain
itu ada juga manusia(perempuan)
dalam posisi kangkang dan diantara kakinya terdapat kepala anak kecil, hal ini dikaitkan dengan seorang ibu yang sedang
melahirkan (Fahriani,2008:34).Pendapat lain menyatakan bahwa pahatan dimaksud
merupakan gambaran dari seorang ibu yang meninggal saat melahirkan dan
si ibu dimasukkan ke dalam waruga dan apabila orang
membuka tutup waruga maka akan mengganggap bayinya sudah lahir (Bertling,1932 dalam Fahriani,2008:39). Artinya
pahatan yang ada pada waruga tidak selalu berkaitan dengan religi
magis akan tetapi ada yang hanya merupakan simbol akan kondisi tertentu. Kalau kita bandingkan dengan religi kuno masyarakat
Minahasa yang mempercayai akan adanya
kelahiran kembali maka dapat saja pahatan dimaksud merupakan gambaran
akan keadaan yang diinginkan dan juga religi yang dianut.
Beberapa
kebiasaan yang masih melekat pada masyarakat Bali jika kaum laki-laki
berada pada tempat-tempat yang dianggap angker dan yang bersangkutan
merasa takut di tempat itu maka yang akan
dilakukan adalah bertelanjang. Masyarakat mengganggap dan mempercayai bahwa roh
jahat akan takut jika melihat phallus. Mengingat pentingnya karya suci
Tuhan inilah maka penghormatan kepada alat reproduksi hendaknya ditempatkan dan
dipergunakan sebagai mana fungsinya guna mengembalikan kesadaran manusia akan
pentingnya mengontrol Kama (keinginan) terutama nafsu seksual yang seringkali
menjadi penyebab kejatuhan manusia ke taraf hewaniah. Jadi Abhiseka Linggam
pada perayaan Mahashivaratri sebenarnya lebih mengacu kepada proses penyadaran
diri terhadap segala bentuk keterikatan duniawi terutama hubungan suami istri
yang sering mengaburkan pandangan akan tujuan sang jiwa mendapatkan badan
manusia.
ada kisah menarik
tentang pemujaan Linggam Shiva ini. Dimana diceritakan pada jaman dulu, Dewa
Shiva bermaksud membuktikan kepada Saktinya, Dewi Parwathi bahwa diantara para
pemuja beliau yang telah mengikrarkan diri bebas dari kemelekatan duniawi, Belum
sepenuhnya melandaskan hidup mereka sebagaimana apa yang mereka tampilkan
diluar. Maka demikianlah, Dewa Shiva turun ke bhumi untuk menguji para pertapa
itu dengan memakai wujud seorang rsi yang datang untuk menggoda istri para
brahmana itu. Melihat aksi Brahmana jelmaan Dewa Shiva yang dirasa sangat tidak
pantas dilakukan oleh seorang dalam tingkatan Brahmana itu, akhirnya para
Brahmana menjadi marah lalu menghakiminya beramai-ramai. Puncak kemarahan
mereka dilakukan dengan memotong alat Vital sang Brahmana sebagai bentuk
pemotongan nafsu (Kama) yang telah memperdayai sang Brahmana sehingga melupakan
jati dirinya sebagai figure yang seharusnya menjadi contoh atau ideal bagi
masyarakat umum.
Pada waktu itulah
Brahmana jelmaan itu menunjukkan diri-Nya yang sesungguhnya sebagai Dewa Shiva
sambil memarahi para Brahmana yang tidak sepenuhnya mengerti arti “ketidak
terikatan” sebagaimana yang sering diajarkannya kepada para murid.
“Bagaimana engkau
mengatakan diri sudah tidak memiliki keterikatan duniawi jika kemelekatanmu
pada istri saja masih begitu kuat ?”
Para Brahmana
akhirnya menyadari kebenaran Tuhan lalu meminta maaf karena kegelapan bhatin
mereka sehingga bertindak bringas sampai memotong alat Vital sang Brahmana. Dan
untuk mengingatkan mereka atas kesalahan inilah maka Phallus (bentuk alat
kelamin laki-laki) ini dipuja sekaligus untuk mengingatkan hebatnya kemelekatan
yang bisa ditimbulkannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar