Kode Iklan anda yang ingin ada di sebelah kiri disini
Kode Iklan anda yang ingin ada di sebelah kanan disini
Bila engkau
terus menerus memuja Tuhan dengan kesadaran yang terpusat dan perasaan yang
murni, bebas dari segala pikiran lain yang tidak ada hubungannya, pemujaan itu
menjadi bhava samadhi (Suatu tingkat supra sadar). Dalam tingkat
kesadaran ini Tuhan menampakkan diri di mata batin bakta tersebut, dalam wujud
yang telah dipilihnya untuk pemujaan. Penampakan ini bukanlah sekedar
imaginasi, melainkan darshan Tuhan yang sesungguhnya. Bila bakta itu
dapat selalu merasakan kehadiran Tuhan di mana pun juga ia berada, maka ia
telah mencapai tingkat berikutnya yang disebut salokyamukthi. (Bila ia
maju terus dalam kehidupan spiritualnya), selain selalu berada dalam kehadiran
Tuhan, ia juga akan melihat segala sesuatu sebagai perwujudan kemuliaan Tuhan.
Penghayatan ini disebut samipiyamukthi. Hidup dalam kehadiran Tuhan yang
tiada putusnya, selalu menyaksikan kemuliaan Tuhan, bakta itu diliputi dengan
kesadaran Tuhan. Ini disebut sarupyamukthi. Inilah hasil akhir jalan
kebhaktian. Meskipun demikian, pada tingkat ini pun masih ada jejak rasa
perbedaan antara Tuhan dan bakta. Maka keadaan ini tidak dapat dianggap sebagai
tingkat yang tertinggi dalam arti penghayatan Tuhan yang tanpa wujud dan
Mahabesar. Walaupun bakta mempunyai wujud yang sama dengan Tuhan, kita tidak
dapat beranggapan bahwa ia mempunyai kekuasaan Tuhan untuk mencipta, memelihara,
dan membinasakan. Hanya bila semua perbedaan lenyap dan kemanunggalan tercapai,
bakta mencapai tingkat yang tertinggi. Inilah yang disebut sayujya.
Tingkat ini hanya dapat dicapai dengan rahmat Tuhan yang diperoleh karena
hakikat usaha spiritual yang dilakukan individu, hal ini tidak dapat dikatakan
sebagai hasil usaha tersebut. Sang bakta merindukan kemanunggalan ini. Ia ingin
mengabdi Tuhan, menyenangkan Tuhan, dan mengalami kegembiraan wujud Tuhan.
Dalam kemurahan-Nya Tuhan tidak hanya menganugerahinya dengan kebahagiaan
setiap tingkat pengabdian, kedekatan dengan Tuhan, penghayatan kemuliaan-Nya,
rasa kesamaan dengan Tuhan yang merupakan hasil akhir kebhaktiannya, tetapi
juga dengan kesadaran Tuhan (brahmajnana). Bahkan bila bakta tidak
menginginkan tingkat yang tertinggi ini, Tuhan menganugerahkan hal tersebut
kepadanya. Sadhaka yang mencapai kemanunggalan dengan Tuhan secara ini
juga disebut sebagai ekanthamukthi, artinya yang unik di antara mereka
yang telah mencapai kebebasan.
JALAN UNTUK
MENCAPAI KEHADIRAN TUHAN
Bagi
makhluk yang hidup di dunia ini, ada dua gerbang maya, yaitu nafsu seks dan
nafsu makan. Setiap manusia harus menaklukkan kedua nafsu ini. Selama keduanya
bertahan, mereka menyebabkan penderitaan. Semua keinginan duniawi tercakup
dalam kedua selera ini; karena itu, hanya mereka yang telah menguasainya dapat
mengarungi dunia dengan sukses. Nafsu seks dan nafsu makan adalah penyebab
semua dosa, dan dosa adalah pupuk yang membuat maya tumbuh dengan subur.
Sesungguhnya dunia jasmani ini hanya mempunyai satu tujuan, yaitu sekedar
pemeliharaan badan. Bila engkau menginginkan kebebasan spiritual, engkau harus
menaklukkan inderamu. "Makanan untuk mempertahankan badan, pakaian untuk
menghindarkan rasa dingin," demikian dikatakan dalam kita suci Uttara
Gita. Meskipun demikian, bila engkau tenggelam sepenuhnya dalam usaha untuk
mencari pemuasan kebutuhan material ini, engkau akan melupakan tujuan
kedatanganmu di dunia dan tujuan semua kegiatan serta usaha spiritualmu yang
suci. Sebaliknya, apa pun juga kegiatan yang kau lakukan, secara otomatis
seperti bernafas engkau harus selalu ingat kata-kata ini, "Aku lahir untuk
mengabdi Tuhan dan untuk menyadari diriku yang sejati." Renungkan dan
insyafilah selalu kata-kata tersebut. Semua kegiatan; mengenakan pakaian,
makan, berjalan, belajar, menolong, bergerak, semuanya harus dilakukan dalam
keyakinan bahwa hal tersebut akan membawamu ke hadiran Tuhan. Segala sesuatu
harus kau lakukan dalam semangat pengabdian kepada Tuhan:
Seorang
petani membersihkan serta meratakan tanah, membuang duri dan batu-batuan,
meluku serta menyiapkan ladangnya, memupuk, menguatkan tanah, mengairi dan
menyuburkannya. Kemudian ia menaburkan benih, memindahkan tunas-tunas yang
tumbuh, membuang rumput liar, menyemprot, dan menanti. Akhirnya ia menuai hasil
panennya. Setelah menampi dan menebah, ia menyimpan onggokan jagungnya. Semua
proses yang beraneka raga ini dikerjakan demi kepentingan perut. Demikian pula
engkau harus merasa bahwa rasa lapar, haus, suka, duka, kegagalan, kerugian, penderitaan,
kemarahan, makan, dan selera, semua ini hanyalah dorongan yang menolong kita
untuk mencapai kehadiran Tuhan. Bila engkau mempunyai sikap seperti ini, dosa
tidak akan pernah menodai semua kegiatan tersebut. Nafsu-nafsu pun akan lenyap,
tanpa bekas atau rupa.
TUHAN ADALAH
TUJUAN UNIVERSAL
Seseorang
tidak akan dapat menikmati hidangan yang dimakannya bila ia sakit atau sedang
asyik memikirkan suatu hal. Demikian pula, walaupun engkau mengulang-ulang nama
Tuhan, menyanyikan kemuliaan-Nya, melakukan japa atau meditasi, engkau tidak
akan memperoleh kebahagiaan bila hatimu penuh dengan sifat-sifat yang rendah
atau cenderung untuk melawan. Sukacita tidak akan pernah timbul dalam dirimu
pada kondisi seperti itu. Lidah akan manis selama ada gula di atasnya. Bila
pelita bakti bersinar di relung hatimu, tidak akan ada kegelapan selama pelita
itu menyala. Hatimu akan diterangi oleh kebahagiaan. Sesuatu yang pahit di
lidah akan membuat seluruh lidah menjadi pahit; bila sifat-sifat seperti
ketamakan dan kemarahan memasuki hatimu, kecemerlangannya akan lenyap.
Kegelapan menguasai pandangan dan engkau menjadi sasaran kesedihan serta
kehilangan yang tidak terhitung banyaknya. Karena itu, bila engkau ingin
mencapai kehadiran Tuhan yang suci, engkau harus berusaha mengembangkan
kebiasaan yang baik, disiplin, dan sifat-sifat tertentu. Cara hidup yang biasa
tidak akan membawa manusia kepada Tuhan. Cara hidupmu harus diubah dengan
latihan rohani. Lihatlah burung bangau, ia dapat berjalan dengan sigap di air.
Tetapi, selama bergerak, ia tidak dapat menangkap seekor ikan pun. Untuk
melakukan hal itu, ia harus memperlambat jalannya, lalu berdiri diam tidak
bergerak. Demikian pula bila engkau berjalan dengan ketamakan, kemarahan, dan
sifat-sifat semacam itu, engkau tidak akan dapat menangkap ikan kebenaran,
kebajikan, dan kedamaian batin.
Apa
pun juga latihan rohani yang kau lakukan atau tidak kau lakukan, engkau harus
mempraktekkan pengulang-ulangan nama Tuhan dengan tiada putusnya. Setelah itu,
barulah engkau dapat menguasai sifat-sifat yang lazim seperti ketamakan,
kemarahan, dan sebagainya. Semua kitab suci mengajarkan satu hal ini:
"Tuhan adalah tujuan universal; manusia menempuh perjalanan hidup ini
untuk mencapai Tuhan; karena itu, ingatlah selalu pada Tuhan dan tundukkanlah
pikiran serta perasaan yang membuat engkau menyimpang dari jalan
kesucian". Semua sifat baik secara otomatis akan dimiliki oleh orang yang
mengontrol pembicaraannya dan selalu merenungkan Tuhan. Misalnya saja, pada
zaman Sri Krishna (Dwapara Yuga), ketika pihak Kurawa menikmati pahala
karma baik yang telah mereka lakukan pada kehidupan yang lampau, mereka (pada
kehidupan sekarang) terus menerus melakukan perbuatan buruk. Sebaliknya,
Pandawa menderita akibat karma buruk mereka yang lampau, tetapi dengan pikiran
serta perbuatan mereka yang penuh kebajikan, mereka terus menerus mengumpulkan
pahala! Inilah perbedaan antara mereka yang arif dan mereka yang tidak
bijaksana. Kurawa adalah budak nafsu makan dan nafsu seks; sedangkan Pandawa
melakukan setiap kegiatan demi Tuhan dengan kebenaran dan kebajikan sebagai
sais mereka, Seseorang yang diliputi kesedihan tidak akan berminat pada pesta
atau pada perkelahian, demikian pula peminat kehidupan rohani yang sejati, yang
selalu asyik merenungkan Tuhan, tidak akan pernah mengecap atau bahkan
memikirkan tentang obyek-obyek kenikmatan duniawi.(Bhagavan Sri Sathya Sai Baba)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar