Kode Iklan anda yang ingin ada di sebelah kiri disini
Kode Iklan anda yang ingin ada di sebelah kanan disini
“Rsi
yang agung, saya belum merasa puas betapapun banyaknya cerita yang saya dengar
mengenai permainan masa kanak-kanak Sri Krishna! Sungguh, Krishna bocah yang
menyenangkan hati. Beliau adalah Tuhan yang telah berkenan mewujudkan diri guna
memberikan teladan hidup bagi para manusia. Walaupun segala ciptaan berada
dalam diri beliau,namun beliau bermain-main seakan-akan beliau anak manusia
biasa! Oh alangkah beruntungnya saya bila saya memikirkannya, saya merasa bahwa
segala kemujuran yang saya peroleh bukannya karena pahala perbuatan baik yang
saya lakukan dalam kehidupan ini. Ah! Saya melewatkan hari-hari akhir saya
dengan mendengarkan kisah perbuatan Sri Krishna yang begitu agung, yang
memiliki naga sesa sebagai pembaringan beliau! Dengan demikian, kutukan anak
Rsi Samika kepada saya sebenarnya secara tidak langsung telah membikan
kesempatan istimewa kepada saya untuk membersihkan segala dosa. Sekali lagi
saya persembahkan seribu sembah sujud pada Rsi yang telah memberikan kutukan
sekaligus kesempatan istimewa ini.
Sementara
saat terakhir semakin mendekat, kerinduan saya terpusat (sebagai keinginan untuk)
meneguk dengan riang semua kisah permainan Sri Krishna yang begitu manis. Kisah
ini begitu memabukkan saya, membuat saya gila. Karena saya terbakar oleh
keinginan ini, maka berikanlah saya minuman sejuk yang menyenangkan selama
beberapa jam yang masih tersisa dalam hidup saya ini.” Parikshit, bersujud di
kaki Rsi Sukha, terdorong oleh bhakti yang memenuhi hatinya, dan mohon lebih
banyak lagi kisah mengenai masa kanak-kanak Sri Krishna. Mendengar permohonan
ini, mengalirlah sumber belas kasihan dalam hati sang Rsi. Beliau bertanya “Oh
Maharaja! Di antara aneka kejadian surgawi yang tidak terbilang banyaknya, yang
mana yang ingin tuanku dengarkan sekarang ? kisah itu demikian banyak sehingga
seandainya diceritakan terus menerus selama ribuan tahunpun masih akan ada
banyak kisah yang tetap tidak terungkapkan. Tiada seorangpun, betapapun
pandainya yang dapat meringkas kisah kemuliaan beliau dalam beberapa jam saja.
Mendengar
hal ini, Parikshit menjawab “Wahai Rsi yang agung! Saya pernah mendengar
bagaimana Krishna yang sangat kita cintai, bersama Balarama kakak beliau
mempelajari berbagai keahlian dan cabang ilmu dari Sandipani, seorang guru yang
sangat mujur. Apakah ini berarti beliau, yang adalah penguasa seluruh
pengetahuan, guru agung dan penguasa semuanya perlu belajar dari seseorang yang
kurang terpelajar? Ini pastilah salah satu permainan beliau, namun begitu saya
tetap ingin mendengar kisah permainan ini. Hanya Gopala sang sutradara agung
yang paling tahu siapa jiwa yang harus diberkahi dan diselamatkan, dengan cara
apa, dan bilamana. Pastilah beliau memainkan drama ini untuk membebaskan
Sandipani dari belenggu kelahiran dan kematian melalui hubungannya dengan
Tuhan. Izinkan saya mendengar berbagai kisah kemuliaan beliau yang berkisar
pendidikan ini agar saya bisa diselamatkan dengan mendengarkannya. Rsi Sukha
berkata “Oh Maharaja, hal yang tuan katakan merupakan kebenaran yang tidak
dapat disangkal. Ya semuanya itu hanyalah permainan beliau. Dalam drama yang
disutradarai dan dimainkan oleh-Nya sendiri, alam semesta merupakan pentasnya
dan disitu terdapat tirai, pentas tambahan, rak, srta ruang-ruang terpisah yang
tidak terbilang banyaknya untuk memainkan berbagai alur cerita guna
menyelamatkan dan membebaskan. Karena nasib baik Sandipani telah matang.
Krishna menganugrahinya kesempatan hebat itu dan memberkatinya dengan cara
tersebut. Dengarkanlah! Akan saya ceritakan drama surgawi itu kepada tuanku
sekarang.
Krishna
dan Balarama, dua saudara luar biasa, tumbuh bagaikan matahari yang membumbung
ke puncak dan bersinar semakin cemerlang. Orang tua mereka, Nanda dan Yasoda
prihatin memikirkan masa depan kedua anak itu, karena (pandangan) mereka
tertutup kekaburan bathin yang sudah lazim. Mereka memutuskan bahwa anak-anak
itu harus diajar seni dan ilmu pengetahuan, ketrampilan, dan kecakapan yang
sesuai dengan kedudukan serta keadaan mereka. Garga pendeta keluarga dipanggil
dan setelah berkonsultasi dengannya,
ditetapkanlah hari dan jam yang baik untuk melangsungkan upacara yang
diperlukan. Upacara inisiasi dalam kebijaksanaan Brahman yang disebut Upanayana
‘Upacara menuntun murid kepada guru’ dilangsungkan besar-besaran secara resmi.
Pada hari itu diselenggarakan berbagai kegiatan amal dan banyak benda yang
berharga di dermakan sesuai dengan petunjuk sashtra. Hiburan rakyat
diselenggarakan untuk menyenangkan para penduduk Gokul.
Bersamaan
dengan itu, Nanda dan Yasodha mengundang banyak pendeta dan berunding dengan
mereka beserta Rsi Garga yang merupakan pendeta keluarga untuk mengetahui guru
yang paling pandai yang diinginkan guna memberikan pendidikan bagi putra-putra
mereka. Setelah beberapa saat melakukan perundingan, Garga kemudian menyatakan
bahwa yang terbaik yaitu mengirim kedua anak tersebut kepada Sandipani, seorang
pandit hebat dari Avantii yang tinggal di Khaasi, sebuah kota kecil di tepian
sungai gangga.
Sandipani,
demikian kata Garga adalah orang yang saleh, orang tua anak-anak itu tidak
dapat mengirim para putra yang demikian dicintainya ke tempat yang demikian
jauh, tetapi mereka menyadari kebenaran bahwa belajar tanpa seorang guru
hanyalah belajar secara sembarangan. Karena itu akhirnya mereka setuju dan
merencanakan akan ikut mengantar mereka ke Khaasi. Ketika tiba pada saat yang
ditentukan, Krishna dan Balarama akhirnya dikirim ke ashram Rsi Sandipani untuk
mendapatkan pendidikan. Sejak hari itu Krishna dan Balarama belajar di bawah
bimbingan dan asuhan Sandipani. Mereka menunjukkan penghargaan kepada guru
dengan sikap segan dan hormat. Oh Maharaja, ada ribuan, puluhan ribu, bahkan
jutaan anak yang belajar di bawah bimbingan para guru, tetapi siswa yang
prilakunya sedemikian rupa sehingga memuaskan dan menyenangkan guru sangatlah
langka, bahkan tidak ada satupun dalam seratus orang murid. Membuat guru senang
dan puas, mempelajari dengan baik hal-hal yang diajarkan, tidak mengejar
kesenangan indera, dan hanya asyik mengejar pengetahuan, selalu sadar bahwa
belajar merupakan tugas dan kewajiban, demikianlah seharusnya seorang siswa
yang ideal sebagaimana yang dicontohkan oleh Krishna dan Balarama.
Dalam
kesempatan apapun mereka tidak pernah menyela ceramah sang guru atau
mengemukakan kemauan untuk menentangnya. Mereka tidak melanggar kehendak atau
petunjuk dalam hal apapun. Mereka tidak pernah meragukan keahliannya atau
berani melanggar perintah sang guru, walaupun mereka sendiri merupakan
gudangnya segala keahlian dan pengetahuan duniawi maupun rohani, dan walaupun
mereka sendiri adalah pemegang wewenang tertinggi baik di dunia maupun di alam
semesta lainnya yang lebih tinggi. Mereka tetap mematuhi dan menghormati guru
sesuai dengan kecakapan, kemashyuran, dan kedudukannya. Mereka penuh
kesungguhan dan ketaatan, mereka tidak membiarkan apapun mengganggu atau
mengalihkan perhatiannya dari pelajaran.
Melihat
disiplin dan semangat belajar yang ditunjukkan oleh Krishna dan Balarama,
Sandipani merasakan gelora suka cita yang tidak terhingga di hatinya. Bila
dilihatnya mereka, timbullah keinginan yang tidak tertahankan untuk melatih
mereka dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan yang lebih banyak lagi. Dibuatnya
mereka menguasai keempat Veda, Vedanta, Ilmu Logika, tata bahasa, ilmu hukum
dan ekonomi; diajarkannya kepada mereka segala hal yang diketahuinya. Oh
Maharaja, apa yang dapat saya katakana? Mungkin dunia mengenal para genius yang
dapat menguasai satu bidang ilmu dalam waktu lima tahun, atau satu tahun, atau
barangkali hanya satu bulan. Tetapi dengarkan! Krishna dan Balarama hanya
tinggal bersama Saandipani selama 64 hari, dan dalam waktu sesingkat itu mereka
telah menguasai 64 kesenian serta ilmu pengetahuan! Demikianlah mereka
memerankan drama proses belajar. Hal ini hanya permainan bagi mereka. Bagaimana
kita bisa menjelaskan kepura-puraan yang menakjubkan ini, permainan dan
sandiwara Tuhan? Dapatkah manusia biasa belajar secepat itu? Dapatkah manusia
mengetahui demikian banyak hal dalam waktu beberapa hari saja? Pada waktu
Sandipani merasa gembira karena kerendahan hati dan kesetiaan Krishna serta
Balarama, pada waktu ia menerima salam dan hormat mereka yang disampaikan
dengan tulus ikhlas, dan ketika sedang asyik dalam percakapan yang menyenangkan
dengan kedua bersaudara ini, ia sering menitikkan air mata, walaupun ia selalu
berusaha menahan kesedihan yang memenuhi hatinya. Krishna dan Balarama
mengetahui hal ini dan akhirnya pada suatu hari Krishna berdiri di hadapan sang
guru dengan kedua tangan terkatup (dalam sikap hormat) dan bertanya “Oh Guru,
setiap kali kami bercakap-cakap dengan guru, kami dapati kadang-kadang air mata
guru merebak bila sedang mengingat suatu peristiwa. Jika guru beranggapan bahwa
kami layak untuk mengetahui penyebab kedukaan itu, mohon ceritakanlah kepada
kami”
Ketika
mendengar permohonan ini, kesedihan yang terpendam di hati Sandipani tercurah
keluar. Dukacita yang melandanya tidak tertahankan sehingga dirangkulnya
Krishna sambil menangis dalam penderitaan bhatin yang tidak dapat dikuasainya
lagi. Sebenarnya Krishna mengetahui seluruh kejadian itu, tetapi beliau
berpura-pura tidak tahu dan berkata “Guru, katakanlah kepada kami apa penyebab
kesedihan ini. Kami akan berusaha meringankannya sedapat mungkin dengan segenap
kekuatan dan kemampuan kami. Tidak ada tugas yang lebih suci dan lebih penting
bagi kami selain memulihkan kegembiraan hati guru. Beritahukanlah kepada kami
tanpa ragu. Jangan menganggap kami sebagai anak kecil dan merasa bimbang.”
Ketika Krishna memprotesnya seperti itu, Sandipani merasa sangat terhibur dan
dapat menguasai emosinya lagi. Ditariknya kedua bocah itu agar duduk dekat
disebelah kiri dan kanannya sambil berkata :” Anak-anakku terkasih! Sungguh
saya sangat beruntung mendapatkan kalian sebagai murid. Dari perkataan kalian
saja saya sudah memperoleh kegembiraan (karena yakin) bahwa keinginan saya akan
segera diwujudkan. Suara hati saya mengatakan bahwa kalian bukanlah bocah
biasa. Saya merasa yakin bahwa kalian pasti sanggup menyelesaikan misi ini.
Keyakinan itu mendorong saya (untuk memberitahu kalian); namun terkadang saya
terguncang keraguan, saya tidak tahu apa yang akan terjadi pada diri saya.”
Setelah menyatakan hal itu Sandipani terdiam lalu air matanya merebak lagi.
Melihat kejadian ini, Balarama bersujud di kakinya dan berkata “Guru yang
terhormat, mengapa guru meragukan kami? Kami ini sudah seperti putra guru sendiri.
Untuk membahagiakan guru, kami bersedia mengorbankan hidup kami.”
Kesungguhan
kedua anak itu membuat sang guru malu karena tidak memberitahukan penyebab
kesedihannya. ‘Nak! Setelah menikah dan berkeluarga selama bertahun-tahun, saya
mendapatkan seorang anak laki-laki. Saya rawat ia dengan penuh kasih dan
perhatian seperti saya menjaga hidup saya sendiri. Suatu hari ia pergi ke
Prabhasa ksetra di laut, dan ketika masuk ke dalam air yang bergelombang untuk
upacara penyucian, ia tenggelam dan saya tidak pernah melihatnya lagi sampai
sekarang. Ketika melihat kalian berdua dan mengamati kerendahan hati serta
disiplin kalian, saya merasa sangat terhibur, bahkan senang sekali. Saya hampir
melupakan kehilangan itu. Kalian telah mempelajari semua yang harus dipelajari
dengan cepat sekali. Sekarang bahkan kalianpun tidak dapat tinggal lebih lama
dengan saya. Setelah kalian berangkat, siapa yang akan saya asuh dan sayangi
lagi? Tangis sang guru meledak menutup kata-katanya, sedu sedan sang guru tidak
dapat tertahankan lagi.
Krishna
berdiri dihadapannya dengan gagah perkasa. Lalu berkata “Oh guru terbaik! Kami
harus menyampaikan rasa terima kasih kepada guru karena telah mengajarkan
segala kesenian dan ilmu pengetahuan yang langka kepada kami dengan cara yang
tiada bandingnya. Bukankah itu Darma kami? Kami akan segera berangkat dan
bertarung dengan samudra yang telah menelan putra yang sangat guru kasihi. Akan
kami bawa anak itu kembali kepada guru. Biarkanlah kami mempersembahkan
perbutan ini sebagai guru daksina “hadiah resmi yang diberikan murid kepada
guru ketika menyelesaikan pendidikannya. Berkatilah kami dan ijinkan kami
berangkat sekarang! Mereka bersujud di kaki sang guru, bangkit, kemudian sambil
menanti. Sandipani yakin bahwa kedua anak lelaki itu bukan bocah biasa; ia
percaya mereka akan berhasil. Dipeluknya kedua anak itu lalu diusap-usapnya
rambut mereka sambil memberikan restunya.
Mendengar
penuturan ini, Raja parikshit berkata “Maharesi, Oh alangkah mujurnya para
kakek saya karena mereka telah menyaksikan hal ini. Krishna adalah tuhan yang
memainkan peran seorang manusia, walaupun di dalam diri beliau terkandung
segala sesuatu yang ada sekarang, dahulu, maupun yang akan datang.
Oh
Maharaja, setelah mendapat persetujuan dan restu guru mereka, Balarama dan
Krishna bergegas pergi ke laut dekta Prabhaksetra. Di tempat itu mereka berdiri
penuh keagungan dan memberi perintah dengan penuh wibawa dengan nada yang tidak
dapat dibantah :”Wahai samudra, kembalikanlah putra guru kami yang dulu telah
tenggelam di tempat ini, bawalah ia kemari atau engkau akan mendapat ganjaran!”
Mendengar perintah itu, (dewa penguasa lautan) yang mengetahui identitas kedua
anak dihadapannya, menampakkan diri dan gemetar ketakutan, disentuhnya kaki
Krishna dan Balarama, kemudian berkata “ Ampuni saya paduka, ini bukanlah
kesalahan saya, ketika bocah itu sedang mandi, takdir menariknya ke dalam
pusaran air dan membawanya ke kedalaman. Pada waktu itu ia ditelan oleh raksasa
Panchajana yang selama ini tinggal dalam gua besar dibawah samudra. Anak itu
ada di perutnya. Inilah kejadian yang sebenarnya. Selebihnya hamba serahkan
kepada paduka.
“setelah
samudra mengatakan hal itu, Krishna mengangguk, Baik! Aku telah mendengar
keteranganmu! Kembalilah, Aku akan pergi menemui raksasa itu.” Setelah
mengatakan hal itu, Krishna terjun ke dalam samudra menuju sebuah gua besar di
dasar samudra yang ditunjukkan dewa laut. Disana ia melihat raksasa yang sangat
besar dengan tatapan marah karena merasa kediamannya diganggu. Ketika tidak ada
kesepakatan untuk mengembalikan anak guru Sandipani, akhirnya mereka berkelahi.
Samudra menjadi sangat gaduh oleh kejadian ini, oleh karena itu, Sri Krishna
segera mengakhiri pertarungan itu dengan membunuh sang raksasa. Ketika Krishna
membelah perut raksasa itu untuk mencari anak gurunya, sebuah lokan yang besar
datang ke tangan beliau menyerahkan diri. Setelah memeriksa semua bagian dari
gua itu dan juga usus sang raksasa tetapi tidak menemukan anak gurunya, Sri
Krishna segera naik ke permukaan lalu mengajak Balaram pergi ke kota kematian.
Disana beliau berdiri di gerbang pintu kematian sambil meniup lokan yang baru
didapatkannya dari badan Panchajanya. Suara yang ditimbulkan kulit lokan itu
begitu menggelegar bagaikan gemuruh halilintar.
Yama,
dewa kematian, berlari ketakutan menuju gerbang menemui Krishna dan Balarama.
Dengan sopan ditanyakannya tujuan kedatangan mereka dari tempat yang begitu
jauh. Kedua bersaudara itu memerintahkan agar putra guru mereka dibawa dan
diserahkan kepada mereka. “sesuai perintah paduka” jawab dewa Yama dengan
tangan tertangkup dalam sikap hormat. Diperintahkan bawahannya untuk menjemput
dan mengantarkan anak Sandipani dan dalam beberapa detik, putra sang guru yang
telah dikuduskan ini diserahkan kepada Krishna dan Balarama. Setelah mengucapkan
terima kasih dan memberkati dewa Yama, mereka segera pergi ke ashram gurunya
mengantarkan anak sang guru. Setibanya di ashram mereka dudukkan sang anak
dekat gurunya lalu sambil berdiri di sisi lain, Krishna berkata :” inilah Guru
daksina kami” mohon diterima sebagai persembahan dari kami.
Tidak
terkatakan senangnya sang guru melihat hal itu. Mereka dilanda luapan
kebahagiaan yang mendadak. Sandipani begitu merasa mujur karena diberi
kesempatan menjadi guru bagi bocah surgawi yang adalah Tuhan sendiri. Di dalam
hati ia bersujud kepada Krishna dan Balarama dan dengan air mata mengalir di
pipi, dipeluknya mereka dan diaturnya keberangkatan mereka untuk meninggalkan
ashram setelah menyelesaikan pendidikannya.
Oh
maharaja, renungkan sejenak betapa menimbulkan inspirasi teladan yang diberikan
gopala Krishna ketika beliau menempuh pendidikan. Betapa prilaku dan
kesungguhan beliau menyenangkan orang-orang yang lebih tua. Setiap tindakan
beliau, betapapun dari luar Nampak sepele dan tidak penting, tetapi tetap mempunyai
arti dan makna yang sangat mendalam. Orang-orang bodoh yang tidak dapat
mengetahui hal ini, karena itu mereka anggap perbuatan tersebut tidak ada
bedanya dengan kegiatan manusia biasa. Di dunia ini adakah orang yang dapat
mengatakan bahwa ia bisa mengajarkan cara berenang kepada ikan ? demikian pula,
siapa yang dapat mengajar dan menjadi guru bagi Tuhan? Walaupun segala
pengetahuan timbul dari beliau dan hanya dapat diperoleh melalui rahmat beliau,
sebagai gambaran dari murid yang ideal, beliau menggunakan diri beliau sebagai
wakil, contoh, dan teladan bagi dunia bagaimana cara memilih,dan mengabdi
kepada sang guru dengan sikap rendah hati yang harus ditanamkan dengan
pendidikan dan rasa terima kasih serta hormat yang harus diberikan murid kepada
gurunya. Dengan maksud membimbing dan member dorongan kepada para pelajar masa
kini, maka Krishna menempuh proses pendidikan sebagai siswa yang ideal.
Perhatikan betapa misteri dan permainan Tuhan tidak mudah dipahami. “Ketika
mengucapkan hal ini, air mata sukacita Rsi Sukha tidak bisa dibendung lagi.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar