Kode Iklan anda yang ingin ada di sebelah kiri disini
Kode Iklan anda yang ingin ada di sebelah kanan disini
Menjawab pertanyaan Raja, Resi Shuka
berkata, "Akan sulitlah jika kesepuluh ciri khas Puraana ini harus
dilukiskan secara singkat karena setiap ciri khas harus ditunjukkan dengan
jelas seperti bila harus memaparkan proses pembuatan mentega, maka setiap
bagian dari memeras susu hingga mengocok (yoghurt) harus disebutkan. Setiap
langkah penting. Sepuluh nama tersebut berkaitan dengan sifat-sifat yang
ditandai oleh makna nama tersebut. Tetapi semuanya ditujukan untuk memperoleh
mentega kebebasan (moksa), Untuk mencapai kebebasan itulah, maka kesepuluh ciri
khas tersebut digunakan. Kitab-kitab Puraan dimaksudkan agar para pendengar
(atau pembacanya) yang tulus dan penuh hasrat dapat memperoleh dukungan dan
santapan rohani yang diperlukan dalam peziarahannya menuju kebebasan. Hal-hal
yang ditunjukkan Weda dengan pernyataan, dalil, atau dengan anjuran yang
dinyatakan secara tidak langsung dalam konteks lain, atau bahkan dengan
menggambarkan pengalaman aktual secara langsung dalam suatu bab lain, di dalam
Puraana diuraikan secara rinci agar lebih jelas dan menimbulkan
inspirasi," ujar Resi Shuka.
Ketika
mendengar perkataan ini, timbullah pertanyaan dalam pikiran Pariikshit. Hal itu
disampaikannya, "Resi Yang Agung! Maharesi berkata bahwa Guru akan
menceritakan sebuah Puraana kepada saya. Karena itu, saya ingin mendengar lebih
banyak mengenai ciri-ciri khas ini. Dengan demikian, kisah itu dapat saya
dengarkan dengan lebih gembira dan lebih bermanfaat."
Resi
Shuka siap menjawab pertanyaan ini, dimulai dengan uraian tentang kesepuluh
ciri khas Puraana. Beliau berkata, "Dengarkan oh Maharaja! Saya telah
memutuskan akan menceritakan Bhaagavata Puraana kepada Tuanku. Kitab ini sarat
dengan jawaban segala pertanyaan dan keraguan yang timbul dalam pikiran Tuan.
Tidak ada Puraana yang lebih penting daripada ini."
"Mengenai
ciri khasnya, yang pertama adalah sarga. Akan saya jelaskan artinya kepada
Tuan. Ketika ketiga sifat: sattva, rajas, dan tamas berada dalam keseimbangan,
hal itu disebut prakriti, subtansi pramula. Dengan adanya gangguan dalam
keseimbangan itu, keadaan menjadi tidak seimbang, maka timbullah kelima unsur
alam : tanah, air, api, udara, dan angkasa (eter). Timbullah juga sifat halus
kelima unsur tersebut yaitu: bau, rasa, wujud, sentuhan, dan suara. Tercipta
juga indra halus yang dapat mempersepsinya yaitu: hidung, lidah, mata, kulit,
dan telinga. Pikiran dan ego pun timbul dari prinsip yang sama. Proses
penciptaan inilah yang dimaksudkan dengan sarga."
"Tanda
kedua pada Puraana adalah visarga yaitu sarga atau penciptaan dalam pengertian
khusus. Perkembangbiakan makhluk menjadi aneka ragam jenis melalui pengaruh
timbal balik berbagai sifat yang aneh dan kegiatan yang khas, inilah yang
dimaksud dengan visarga. Hal ini berhubungan erat dengan Pribadi Maha Tinggi
yang meliputi semuanya. Alam semesta ini terkandung di dalam Beliau."
"Sthaana
merupakan isi terpenting yang ketiga dalam Puraana. Segala sesuatu yang
diciptakan dalam alam semesta ini harus mempunyai batasan-batasan agar
bermanfaat untuk beberapa keperluan.
Penentuan
batasan ini, dan proses-proses yang membuat batasan tersebut dihormati,
semuanya dilukiskan dalam bagian yang disebut sthaana atau keadaan. Suatu mesin
misalnya, mempunyai kunci. Hanya dengan kunci itulah mesin tersebut dapat
dijalankan. Mesin itu juga mempunyai alat-alat untuk mengatur dan menghentikan
kerjanya. Jika tidak, mesin tersebut akan menimbulkan bahaya baik bagi benda
itu sendiri maupun bagi orang yang menggunakannya. Penetapan alat atau
perlengkapan pengatur semacam itu merupakan topik yang dibahas dengan
sthaana."
"Tanda
berikutnya yang merupakan ciri khas Puraana yaitu adanya bagian mengenai
poshana 'pemeliharaan, penjagaan, dan perlindungan dari bahaya'. Singkatnya,
semua pemeliharaan, bimbingan, dan perlindungan tercakup dalam satu topik yang
mengandung pengertian luas yaitu rahmat Tuhan. Pohon muda yang ditanam harus
dipelihara dengan penuh perhatian dan kasih; segala ciptaan juga dipelihara
seperti itu dengan rahmat Sang Pencipta."
"Berikutnya
adalah Manvantara yaitu urutan waktu atau masa (kekuasaan) Manu yang terkandung
dalam setiap Puraana. Satu hari (bagi manusia di dunia ini) terdiri dari
delapan yama. Tiga puluh hari semacam itu disebut sebulan. Dua belas bulan
disebut setahun. Waktu setahun di dunia manusia ini hanya sehari bagi para
dewa. Tiga ratus enam puluh hari bagi dewa merupakan setahun bagi mereka. Kali
Yuga atau 'zaman kali' terdiri dari 1000 tahun dewa. Dwaapara Yuga sebelum ini
terdiri dari 2000 tahun dewa, sedangkan Tretaa Yuga yang mendahului Dwaapara
Yuga terdiri dari 3000 tahun dewa. Krita Yuga yang paling awal dari keempat
zaman ini, terdiri dari 4000 tahun dewa. Di antara setiap yuga itu terdapat
jarak waktu peralihan selama 200, 400, 600, dan 800 tahun dewa yang disebut
periode sandhyaa. Dua belas ribu tahun semacam itu (tahun dewa) merupakan satu
mahaayuga. Seribu mahaayuga merupakan satu hari bagi Brahma! Dalam setiap hari
Brahma ini terdapat 14 Manu yang menguasai dunia. Dengan demikian, setiap Manu
berkuasa selama lebih dari 0 mahaayuga. Kisah para Manu ini dan keturunannya
disebut manvantara."
"Tanda
berikutnya yang terdapat dalam Puraana adalah uuti. Uuti berarti akibat
perbuatan; pengaruhnya yang kuat pada sifat dan karier seseorang. Sifat setiap
kehidupan ditentukan oleh pengaruh berbagai kehidupannya yang lampau. Hal itu
tidak diberikan atau ditentukan oleh Tuhan yang (bersifat) semaunya sendiri.
Semua diperlakukan sama oleh Tuhan: nasib manusia yang berbeda-beda
dibentuk-nya sendiri dengan kelakuannya yang sulit dikendalikan dan
perbuatannya yang disengaja. Aspek ini dibahas dalam uuti."
"Ishaanucarita
merupakan aspek lain yang dibahas dalam Puraana. Kata itu berarti kemuliaan
Isha atau Tuhan dan berbagai cara manusia mengalami kekuasaan, kebesaran,
keindahan, serta terang kemuliaan itu."
"Kemudian
dalam Puraana kita dapati aspek yang membahas nirodha atau 'penyerapan'. Segala
kemuliaan yang ditampilkan atau diwujudkan oleh Tuhan, diserap-Nya kembali ke
dalam diri-Nya sendiri; kemudian ia masuk dalam keadaan tidur yoga hingga
dorongan ketuhanan untuk mewujud lagi mengganggu keseimbangan suci. ini."
"Topik
lain yang diuraikan dalam semua Puraana adalah mukti. Ini berarti dibebaskannya
manusia dari belenggu ajnaana 'kekaburan batin' yang membuatnya terkurung.
Dengan kata lain, manusia harus dibebaskan dari anggapan bahwa ia adalah tubuh.
Tubuh itu hanyalah wadahnya. Manusia harus disadarkan bahwa ia adalah atma,
jiwa, yaitu kenyataan sejati yang terkurung (di dalam tubuh)."
"Asraya
merupakan aspek terakhir yang dibahas dalam Puraana. Asraya berarti
pertolongan, bantuan, dukungan. Tanpa pertolongan, kebebasan tidak dapat
dicapai. Tuhan Yang Mahakuasa merupakan penopang alam semesta. Paramaatma
'Tuhan Yang Mahabesar' merupakan asal segala sesuatu, segala sesuatu berada di
dalam-Nya, dan segala sesuatu akan manunggal kembali ke dalam-Nya; Ialah yang
menolong manusia mencapai kebebasan. Orang yang mengetahui aadhibhautika,
aadhidaivkam, dan aadhiaatmika, dengan pengetahuan itu juga akan mengetahui
asraya atau Paramaatma. "Di sini Parikshit menyela sang resi dan memohon,
"Resi Yang Agung! Mohon jelaskan kepada saya, apakah aadhibhautika,
aadhidaivikam, dan aadhiaatmika itu."
Resi
Shuka senang pertanyaan itu diajukan oleh Pariikshit. Disiapkannya dirinya
menjawab hal itu. "Oh Maharaja! Saya melihat sesuatu. Sesuatu itu merupakan
aadhi-bhautika. Akan tetapi, apakah sebenarnya yang melihat hal itu? Mungkin
Tuanku mengatakan matalah yang melihatnya. Dari mana kemampuan melihat itu
didapat oleh mata? Pikirkan hal itu! Dewa yang menguasai mata adalah Surya.
Suryalah yang memberikan kemampuan melihat kepada mata. Tanpa Surya, dalam
kegelapan, mata tidak dapat melihat, bukan? Karena itu matahari merupakan
aadhidaivikam. Dalam proses ini ada lagi satu faktor utama yaitu jivi
'individu' yang berada di balik semua indra, di balik mata, telinga, dan
lain-lainnya. Individu itulah atma, sang aadhi-aatma. Sang atma, Tuhan, adalah
kesadaran yang menimbulkan pengertian mengenai semua ini; tanpa ini, proses
tersebut tidak dapat berlangsung. Atma merupakan saksi."
"Sekarang
sudah saya beritahukan kepada Maharaja kesepuluh ciri khas Bhaagavata dan
Puraana lainnya. Katakan, apa lagi yang ingin Tuanku ketahui dari saya, akan
saya jelaskan dengan senang hati. Saya selalu siap," kata sang resi.
Mendengar
ini, Pariiskhit berkata, "Maharesi! Saya mengerti kesepuluh tanda Puraana;
saya baru tahu bahwa Paramaatma yang berada dalam setiap makhluk sebagai atma,
menyaksikan ruang, waktu, dan sebab akibat. Saksi abadi itu telah mengambil
berbagai wujud demi kepentingan dunia dan menegakkan moralitas serta keadilan.
Saya ingin mendengarkan kisah suci inkarnasi ini: Raama, Krishna, serta Avatar
lainnya, dan mengenai misteri mereka yang lebih mendalam. Jangan merasa bahwa
waktunya singkat. Biarlah saya menyucikan setiap saat yang masih tersisa dalam
hidup saya dengan menyimak kisah kejadian yang menimbulkan inspirasi ini. Saya
mohon agar dengan restu Maharesi, dahaga saya dapat terpuaskan dan hati saya
dianugerahi sukacita."
Resi
Shuka menjawab, "Oh Maharaja, saya juga sampai pada cerita itu. Jadi
dengarkan. Setiap perwujudan Tuhan yang kongkrit itu penting; tidak ada yang
lebih tinggi atau lebih rendah. Kisah setiap Avatar meluhurkan budi. Setiap
Avatar merupakan perwujudan yang lengkap. Mungkin mendengarkan kisah ini akan
membuat Tuanku merasa bahwa perwujudan yang satu lebih agung dan lebih luhur
daripada lainnya. Akan tampak seakan-akan Tuanku memperoleh lebih banyak
inspirasi dari satu Avatar daripada lainnya, tetapi semua sama misteriusnya dan
mempunyai sifat ketuhanan yang sama. Perwujudan Tuhan disesuaikan dengan waktu,
tugas, situasi, dan kebutuhan (pada masa itu); wujud yang diambil disesuaikan
dengan tujuannya."
"Dengarkan
oh Maharaja. Tuhan itu Mahakuasa, bagi-Nya tidak ada perbedaan antara yang
mungkin dan tidak mungkin. Kemukjizat-an, kesenangan, permainan, dan senda
gurau-Nya tidak dapat dilukiskan dengan perbendaharaan kata manusia. Walaupun
Tuhan tidak berwujud, Beliau dapat mengambil wujud pribadi universal, mencakup
segala ciptaan dalam wujud-Nya. Tuhan itu Maha Esa, tetapi membuat diri-Nya
sendiri beraneka. Matsya, Varaaha, Narasimha, Vaamana, Parashuraama, Raama,
Krishna, Buddha, Kalki, orang-orang saling menceritakan bahwa inilah wujud suci
yang dikenakan Tuhan, tetapi itu tidak melukiskan kebesaran Beliau. Kita harus
melihat segala wujud sebagai wujud Tuhan; daya hidup setiap makhluk merupakan
napas-Nya. Singkatnya, setiap bagian yang terkecil dalam ciptaan adalah Tuhan,
perwujudan kehendak-Nya. Tiada apa pun yang berbeda atau terpisah dari
Tuhan."
"Meskipun
demikian, untuk melindungi dunia, untuk menegakkan darma, dan untuk memenuhi
kerinduan pada bakta, Tuhan berkehendak secara khusus, mengambil wujud khusus,
dan hidup di dunia. Beliau menganugerahkan kegembiraan yang besar kepada para
bakta dengan berbagai tindakan ketuhanan yang membuat umat mempercayai
kedatangan Beliau. Dengan cara itu, keyakinan mereka diperteguh dan mereka
terdorong mengabdikan segala kegiatannya kepada Tuhan; dengan demikian mereka
menyelamatkan dan membebaskan dirinya sendiri. Karena itu, wujud Tuhan yang
dikenakan untuk tujuan ini, dianggap suci secara khusus oleh umat. Mereka
memuja Tuhan dalam wujud-wujud pengejawantahan tersebut."
"Pada
beberapa kesempatan tertentu, untuk menyelesaikan beberapa krisis yang
mendesak, Tuhan telah menjelma dengan wujud yang merupakan pengejawantahan
sebagian dari sifat-sifat ketuhanan. Beliau, dengan sejumlah kekuasaan dan
kemampuan ketuhanan. Cukup banyak contoh inkarnasi semacam itu untuk melindungi
dunia."
Ketika
Resi Shuka mengatakan hal itu, Pariikshit menengadahkan wajahnya yang berseri
dengan sukacita yang tidak lazim dan berseru. "Oh, apakah Tuhan yang
menawan mengambil wujud-wujud semacam itu dengan sebagian dari diri Beliau?
Tentu saja semua itu hanyalah permainan bagi Beliau. Ceritakan kepada saya
mengenai wujud-wujud yang dikenakan Tuhan untuk melindungi dunia; buatlah saya
senang dengan mendengarkan kisah itu." Sambil memohon, Pariikshit bersujud
di hadapan sang guru.
Resi
Shuka melanjutkan, "Dengarkan oh Maharaja! Kapila, Dattatreya, Sanaka,
Sananda, Sanatkumaara, Sanatsujata, dan para resi lain: Rshabha,
Nara-Naaraayana, Vishnu, Dhruva, Hayagriiva, Prthu, Kashyapa, Dhanvantari,
Hamsa, Manu, Balaraama, Vyaasa, dan banyak pribadi suci semacam itu, tidak lain
adalah nama dan wujud yang dikenakan Tuhan untuk memberi anugerah kepada para
bakta, untuk menyelamatkan dunia dari kehancuran, untuk menetapkan aturan
moralitas serta perilaku yang benar bagi umat manusia, dan untuk memulihkan
ideal sertta tata cara tradisional yang sudah mapan di antara umat manusia.
Masih banyak lagi Amsha-Avataara 'pengejawantahan sebagian dari kemuliaan dan
kekuasaan Tuhan' semacam itu, tetapi kita tidak punya waktu untuk
menceritakannya satu demi satu secara rinci. Lagi pula mereka tidak sedemikian
penting untuk dipertimbangkan sampai ke detailnya. Saya menanggapi permintaan
Tuanku karena saya rasa tinjauan singkat sudah cukup."
Meskipun
demikian, Pariikshit menyela, katanya, "Resi Yang Agung! Ceritakan kepada
saya, setidak-tidaknya secara singkat sekali, mengapa Tuhan menjelma seperti
itu, walaupun hanya sebagian dari diri Beliau yang mengejawantah, seperti
misalnya Kapila, Dhruva, Dattaatreya, Hayagriiva, Dhanvantari, dan sebagainya.
Ceritakan kepada saya tentang prestasi yang mereka capai dan makna setiap
kedatangan tersebut. Itu akan memberi saya terang yang memurnikan."
Resi
Shuka berkata, "Oh Maharaja! Devahuuti, istri Prajaapati Kardama mempunyai
sembilan putri dan wujud Kapila lahir sebagai anaknya yang kesepuluh. Tuhan
yang mengejawantah sebagai Kapila, menjadi guru dan pembimbing rohani bagi
ibunya, Devahuuti! Beliau ajarkan kepada Devahuuti, rahasia untuk mencapai
kebebasan, dan Beliau berikan ajaran untuk mencapai kebebasan akhir."
"Anasuuya,
istri Resi Atri, berdoa mohon agar Tuhan lahir sebagai anak dari rahimnya dan
Tuhan menjawab, "Dikabulkan (datta)". Karena nama ayahnya Atri, putra
itu disebut Datta-atreya atau Dattaatreya. Beliau melimpahkan harta agung
kebijaksanaan yoga kepada Kaartaviiryaarjuna dan Yadu, para maharaja yang
sangat termasyhur dan mulia."
"Pada
awal zaman ini Tuhan menjelma dan hidup sebagai empat resi bocah: Sanaka,
Sanandana, Sanatkumaara, dan Sanaatana. Mereka senantiasa (seperti bocah)
berusia lima tahun, demikian lugu sehingga tidak mengenakan pakaian, mereka
memang bersifat ketuhanan sehingga memancarkan kebijaksanaan dan kedamaian ke
sekitarnya."
"Tuhan
menjelma sebagai saudara kembar Nara-Naaraayana. Mereka tinggal di hutan-hutan
sekitar Badri di Himalaya, melakukan tapa. Ibu mereka adalah Muurtidevi.
"Tuhan
menghargai tapa Dhruva yang sangat keras, Beliau menganugerahinya karunia
penampakan Beliau dalam wujud konkret dan menyucikan hidup orang tua Dhruva.
Tuhan menobatkannya sebagai penguasa wilayah kutub dan menempatkannya di
angkasa sebagai Bintang Kutub."
"Ketika
Vena yang bejat dan jahat dikutuk serta dibinasakan oleh para resi, dan ketika
tubuhnya diaduk, muncullah penguasa tertinggi yang pertama di dunia, karena
Tuhan mengambil wujud tersebut. Beliau adalah Prithu, penguasa (lishvara)
pertama bagi bumi (prithvii). Dengan tirakad dan kelakuannya yang baik, Prithu
menyelamatkan ayahnya dari neraka. Beliau memulihkan kemakmuran dan moralitas
di seluruh dunia. Beliau membangun pedesaan, kota-kota kecil dan besar di bumi,
dan memerintahkan agar manusia tinggal dengan damai di situ, setiap orang
melaksanakan tugas yang ditetapkan baginya dalam kerja sama yang penuh kasih
dengan lain-lainnya."
"Tuhan
menjelma lagi sebagai Nabhi dan Sudevi. Beliau mewujudkan diri sebagai
Paramahamsa, orang bijak yang telah mencapai kesadaran diri sejati. Beliau
mengajarkan obat yang paling mujarab bagi segala penyakit yaitu
ketidakterikatan dan cara-cara untuk meningkatkannya."
"Kemudian
Tuhan mengambil wujud sebagai yajna dalam suatu Brahma-yajna, dan karena dari
leher ke atas Beliau mengenakan wujud kuda, Beliau disebut Haya-griiva "
'Berkepala kuda'. Napas Hayagriiva mewujud sebagai Weda"
"Sementara
itu Weda dicuri oleh Somaka, raksasa yang licik, dan disembunyikan dalam banjir
pralaya 'penghancuran besar-besaran' yang menggelora. Karena itu, Tuhan harus
mengambil wujud seekor ikan dan mencari Weda di kedalaman lautan. Si raksasa
dibinasakan oleh Beliau. Dengan demikian, cara-cara hidup yang digariskan Weda,
dan tujuan hidup yang ditunjukkannya, Beliau tegakkan kembali di dunia
ini."
"Demikianlah
Tuhan telah mengenakan berbagai wujud sesuai dengan kebutuhan masa itu dan
menampilkan diri dalam berbagai saat kritis yang tidak terhitung jumlahnya
untuk mencurahkan rahmat Beliau kepada dunia. Beliau telah memusnahkan rasa
takut dan penderitaan umat manusia; Beliau selamatkan mereka yang baik dan
saleh. Kisah kedatangan Tuhan semacam itu sudah tidak terhitung lagi, maka
bodohlah jika alasan yang mendorong penjelmaan Beliau itu diselidiki.
Mereka
yang berusaha mengetahui atau menetapkan sebab-sebabnya mengapa Tuhan
menghendaki suatu cara dan bukan cara lain, benar-benar orang bodoh yang
berusaha melakukan petualangan kurang ajar; demikian pula mereka yang
menyatakan bahwa kekuasaan dan rencana Tuhan mempunyai ciri khas, sifat, dan
pembatasan begini atau begitu, dan mereka yang menyatakan tahu bahwa Tuhan
hanya akan bertindak dengan suatu cara tertentu, atau mereka yang mengatakan
bahwa prinsip ketuhanan itu bersifat begini dan tidak begitu!"
"Tidak
ada yang dapat membatasi atau merintangi kehendak Tuhan. Tidak ada yang dapat
membatasi manifestasi kekuasaan serta kemuliaan Beliau. Tuhan membuat segala
yang Beliau kehendaki berhasil dengan baik. Tuhan dapat menampilkan diri dalam
wujud apa pun yang Beliau kehendaki. Tuhan itu unik, tiada bandingnya, hanya
sepadan dengan diri Beliau sendiri. Tuhanlah ukuran, saksi, dan wewenang untuk
diri Beliau sendiri."
"Suatu
kali Tuhan sangat terharu oleh ketulusan bakti Naarada kepada Beliau sehingga
Beliau mengambil wujud hamsa 'angsa surgawi' untuk memberi pelajaran kepada
Naarada. Sifat bakta, Tuhan, dan hubungan antara keduanya, Beliau uraikan agar
semua peminat kehidupan rohani dapat dibimbing dan mencapai kebebasan.
Kebijaksanaan dan jalan (untuk mencapainya) Beliau letakkan pada landasan yang
cukup kuat sehingga dapat bertahan hingga akhir zaman, ini, tanpa khawatir akan
kegagalan atau kemerosotan. Ketujuh loka Beliau buat terkenal dalam kesucian
dan kecemerlangan, dengan kemasyhuran Beliau yang tak bercela."
"Pada
waktu lautan susu diaduk secara besar-besaran, Tuhan mengambil wujud kura-kura
untuk mengangkat Gunung Mandara yang digunakan sebagai tongkat pengaduk. Pada
saat yang sama Tuhan juga mengambil wujud yang lain sebagai Dhanvantari untuk
membawa wadah surgawi yang penuh amrit 'madu pemberi kekekalan'. Sebagai
Dhanvantari Beliau mengajarkan berbagai cara mengalahkan penyakit sehingga
manusia dapat mengobati penyakit-penyakit jasmaninya. Belai membuat banyak
orang menjadi terkenal sebagai tabib dan dokter yang ahli dalam diagnosa dan
pengobatan."
"Masih
banyak lagi yang dilakukan Tuhan, oh Maharaja. Sebelumnya para tabib dan dokter
tidak berhak menerima bagian dari sesaji yang dipersembahkan kepada para dewa
dalam yajna. Dhanvantari menetapkan bahwa mereka harus diberi bagian dan dengan
demikian Beliau mengangkat status mereka dalam masyarakat."
"Apakah
Tuanku perhatikan permainan gaib Tuhan yang tidak dapat dipahami, ditunjukkan
secara nyata dalam berbagai perwujudan ini? Tuhan! Hanya Tuhanlah yang
mengetahui cara-cara Tuhan. Bagaimana lainnya dapat menduga kemuliaan dan
kebesaran Beliau? Bagaimana mereka dapat mengukur hal itu dengan perlengkapan
akal budi dan imajinasinya yang tidak berarti? Manusia terikat oleh belenggu
ajnaana 'ketidaktahuan; mengira tubuh sebagai diri sejati' maka mereka berdebat
dan berbicara panjang lebar, lama, dan keras mengenai Tuhan serta sifat Beliau,
dan berkubang dalam dosa sakrilegi."
"Sebaliknya,
manusia dapat memperoleh rahmat Tuhan jika ia membuang segala keraguan pada
waktu melihat perwujudan Tuhan; bila citranya mengenai Tuhan tidak dicemari
oleh suasana hati dan berbagai kejadian yang sifatnya hanya sepintas lalu; jika
ia mengubah suasana hati dan tindakannya sendiri sesuai dengan perwujudan Tuhan
yang beruntung disaksikannya." Bila ia bertindak sebaliknya, ia tidak
dapat berharap memperoleh rahmat Tuhan atau mengenyam kebahagiaan jiwa."
"Di
antara semua inkarnasi ini, Raama dan Krishna paling bermakna bagi umat manusia
karena manusia dapat memahami teladan mereka, mengikuti cara mereka
menyelesaikan berbagai persoalan, dan memperoleh kebahagiaan dengan merenungkan
keunggulan serta ajaran mereka. Kedua Avatar ini telah menyemayamkan diri dalam
hati umat manusia dan menerima kasih serta hormat bakti mereka. Akan saya
ceritakan kepada Maharaja beberapa kejadian penting yang patut dicamkan dalam
karir kedua Avatar ini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar