Kode Iklan anda yang ingin ada di sebelah kiri disini
Kode Iklan anda yang ingin ada di sebelah kanan disini
Sang juru selamatkah ? |
Siapa yang akan menyelamatkan jiwa
anda jika kelak ajal telah datang?, Saudara-saudara di umat Kristen sangat
yakin bahwa mereka akan diselamatkan oleh Yesus, sang juru selamat. Mereka
sangat yakin bahwa hanya ada satu juru selamat yang pernah dikirim ke bhumi. Dan
diluar itu, tidak ada keselamatan. Umat muslim pun ternyata memiliki klaim yang
hampir sama walaupun nama sang juru selamatnya berbeda. Saudara di islam
berkeyakinan bahwa mereka akan diselamatkan oleh Nabi Muhamad. Di luar
islam, tidak ada jalan keselamatan.
Terlepas dari mana yang paling
benar, apakah mungkin keselamatan itu bisa dimonopoli dan dikuasai seperti itu?
Lalu dimana letak sifat kemaha kuasaan dan keadilan Tuhan. Apakah sekarang
Tuhan sudah kehilangan daya? Tentu saja ini adalah pemikiran yang sangat keliru
kalau tidak mau dibilang menyesatkan. Dalam kitab suci Hindu (Bhagavad Gita)
mengamanatkan, bahwa jika kebenaran hampir musnah dan hal-hal yang bertentangan
dengan Dharma atau kejahatan merajalela, maka Tuhan akan mengutus hamba-Nya atau
beliau akan turun sendiri ke dunia guna mengembalikan pelaksanaan dari
prinsip-prinsip kebenaran. Inilah yang disebut dengan Avatara (Tuhan dengan
kemaha kuasaan-Nya turun ke bhumi mewujudkan diri mengambil bentuk yang beliau
kehendaki guna memberikan bimbingan, contoh dan suri tauladan kepada manusia
agar kembali ke jalan yang benar seperti yang disuratkan dalam berbagai kitab
suci agama). Inilah sang juru selamat. Dia akan menyelamatkan siapa saja yang
berada di jalan kebenaran (Dharma) dan melenyapkan orang-orang jahat (Adharma).
Tidak ada embel-embel agama atau keyakinan dan data demografi apapun dalam
keselamatan itu. Yang ada hanyalah buah atas karma atau perbuatan yang harus
dipanen. Tapi apakah kita mesti menunggu turunnya sang Awatara untuk menyelamatkan
diri kita ? apakah kita dapat meyakinkan diri bahwasannya kita tergolong
orang-orang yang akan diselamatkan atau justru sebaliknya kita menjadi golongan
orang-orang yang harus dieliminasi.
Kitab Sarasamuscaya menyadarkan
bahwa keselamatan sesungguhnya adalah tanggung jawab sendiri. Sebab bagaimana
mungkin kita berharap datangnya keselamatan jika perbuatan kita senantiasa
membikin orang lain susah dan menderita (Tafsir keliru terhadap Hindu:I.Wayan
Suja : 1999:144).
Sungguh sebuah phenomena yang cukup menggelikan
yang terkadang saking ambisinya guna merekrut warga baru, beberapa misionaris
agama berkelakuan seperti pedangang obat yang mewartakan produknya dengan
statement-statement yang terkadang sulit diterima logika alias tidak masuk
akal. Bayangkan saja misalnya si Parno karena lahir dalam keluarga broken home
akhirnya bertumbuh menjadi pribadi yang keras, ia dibesarkan oleh lingkungan
yang tidak baik. Judi, minuman keras, dan zina adalah hal yang sudah biasa
dilakukannya bahkan ketika ia tidak memiliki cukup uang untuk membeli minuman
keras ia tidak segan-segan melakukan pencurian atau memeras orang agar mau
memberinya uang. Pendeknya perbuatan si Parno menurut norma hokum dan agama,
sudah sangat mendukung baginya untuk menjadi calon warga penghuni Neraka. Namun
aneh bahwa ketika hari-hari terakhirnya di bhumi akan tiba, ia bertemu dengan
seorang Misionaris yang mengabarinya bahwa Ia akan terbebas dari siksa neraka
lalu ditempatkan di kerajaan Allah jika mau mengakui Yesus sebagai satu-satunya
juru selamat baginya. Sedangkan di waktu berlainan, seseorang juga datang lalu
membujuknya agar mau mengatakan kata syahadat dan mengimani diri sebagai
pengikut Nabi Muhamad sambil bertobat mengakui segala perbuatan tidak baiknya,
agar sesudahnya segala dosa yang pernah diperbuatnya bisa diputihkan. Sama
halnya dengan orang yang wafat di tempat suci saat menunaikan ibadah Haji.
Benarkah surga yang dijanjikan
itu memang demikian mudahnya untuk didapatkan? Lalu apa gunanya kita berbuat
baik kalau pada akhirnya semua orang yang mengakui beliau sebagai juru selamat
(walaupun dalam masa hidupnya penuh kejahatan) juga bisa mendapatkan tempat
yang sama seperti orang-orang yang telah melaksanakan perintah agama dari sejak
dini. Tidakkah lebih baik jika manusia berhura-hura dan menikmati segala
kemewahan dunia seperti kehidupan yang glamor, free sex, judi, mabuk, tamasya,
dan lain-lainnya lalu sesudah puas di masa tua baru bertobat dan mengimani sang
juru selamat. Toh jalan keselamatannya juga sama dan tidak akan ada reinkarnasi
yang bisa menyeret sang jiwa (Penghuni badan) guna berbenah atau merasakan efek
dari perbuatannya di kehidupan yang akan datang. Sebab rumpun agama Abrahamik
yang menjanjikan pencapaian surga itu tidak menyakini adanya kelahiran kembali.
Bagi mereka hidup hanya sekali. Mahluk hidup dilahirkan, ia bertumbuh dan
melakukan kegiatan baik atau buruk, lalu mati dan menunggu di alam kubur sampai
datangnya hari kiamat ketika pengadilan akhirat besar-besaran akan digelar
untuk menentukan apakah amalan kegiatan hidup mereka di bhumi akan
menjadikannya penghuni Sorga ataukah penghuni Neraka abadi. Memang sungguh
sangat kasihan membayangkan para jiwa atau manusia-manusia yang telah lama
sekali mati, misalnya orang-orang jahat pada jamannya Nabi Adam yang sampai
hari ini masih tersekap dalam ruang sempit di alam kubur sambil menunggu
datangnya hari kiamat yang tak kunjung tiba karena ternyata dari hari ke hari
masih terus ada puluhan bahkan mungkin ratusan mahluk hidup seperti manusia,
tumbuhan, bakteri, virus, dan lain lain yang muncul atau diciptakan. entah
darimana sumbernya padahal semua jiwa yang sudah mati (menurut keyakinan agama
Abrahamik ini) tetap berada di liang kuburnya masing-masing. Selain itu, orang
yang lahir pada H-1 sebelum hari kiamat tentu akan menjadi orang paling
beruntung karena ia tidak usah menerima siksa yang begitu lama di alam dunia
dan akhirat, karena hanya beberapa saat saja sejak ia dilahirkan, ia pasti
sudah langsung ikut modar bersamaan dengan datangnya hari kiamat walaupun belum
sempat berbuat apa-apa untuk menentukan amalannya.(Kira-kira orang seperti itu
nantinya masuk wilayah sorga apa neraka, ) Atau jika ada seseorang yang
memperoleh kekayaan dengan cara tidak benar lalu dipakai untuk berangkat naik
haji kemudian mati kepanasan disana karena kondisinya yang sudah tua apa sudah
dijamin masuk sorga? Kalau jawabannya “Ya” maka tentu nanti akan semakin banyak
koruptor di negeri ini yang akan menempuh jalur mengasyikkan ini yang tidak
pakai ribet tapi hasil yang dicapai cukup maksimal.
Teringat oleh saya sebuah syair lagu
dari Crishye yang menanyakan “….Jika sorga dan Neraka tak pernah ada, masihkan
engkau sujud kepada-Nya?”. Pertanyaan yang sama juga seketika muncul dalam
pikiran saya, seandainya sorga itu memang hanya gambaran keadaan pikiran saja,
apakah kita tidak akan berbuat baik kepada sesama? Apakah kita tidak akan
sholat atau berbhakti memuja kebesarannya? Apakah kita mengakui Yesus atau Nabi
Muhamad hanya demi mendapatkan kaplingan surgaNya?.
Menurut keyakinan Hindu, tujuan
hidup yang ditanamkan oleh agama kepada penganutnya adalah untuk mencapai
“Mokshartam jagadhita ya ca iti Dharma” yakni tercapainya kebahagiaan di dunia
berupa terpenuhinya harta atau kemakmuran yang didapatkan berdasarkan Dharma
atau jalan kebenaran, sehingga mendorong keinginan (kama) guna mencapai
Pembebasan Abadi (Moksa). Agama hindu tidak menganjurkan umatnya untuk berhenti
dan puas pada taraf pencapaian Sorga atau lapisan ketiga dari susunan alam
semesta dimana para dewa dan malaikat menikmati kehidupan mewahnya yang
skalanya 1000 kali lipat dari semua kenikmatan yang ada di dunia. Surga
hanyalah sebuah hotel berbintang yang tidak bisa disamakan dengan Villa pribadi
dengan kwalitas mega bintang. Analoginya adalah seperti ini.
Saya tinggal di daerah transmigrasi
di pelosok pedesaan yang miskin dimana makanan, tempat tidur, pakaian dan
segala fasilitas hidup yang saya miliki sangat sederhana. Tapi karena saya
rajin bekerja menanam kelapa sawit dan mengolah perkebunan akhirnya setelah
perkebunan itu menghasilkan, saya dapat memanen hasil kebun itu dan memperoleh
uang yang banyak. Uang itu akhirnya saya pergunakan untuk berlibur ke Bali dan
menginap di hotel berbintang.
Disana kehidupan saya sangat nyaman,
sangat jauh dari gambaran kehidupan saya di daerah transmigrasi. Di hotel
makanan yang saya makan sangat enak dan berharga ratusan ribu, pakaian, dan
tempat tidurpun sangat bagus, pokoknya segala keperluan hidup terpenuhi. Kalau
mau makan tinggal angkat telpon maka seseorang akan membawakan makanan enak
seperti keinginan saya, tempat tidur ada yang merapikan, cucian ada yang
menangani, kemana-mana selalu disapa seperti seorang raja, inilah surga
duniawi. Tapi sampai kapan saya bisa menikmati kemewahan hidup ini. Tentu saja
selama saya masih punya cukup uang untuk menjamin kehidupan disitu. Sebab
jika saya sudah tidak punya uang dan malah bersikeras tinggal disana,
bisa-bisa saya dipanggilkan satpam lalu dikeluarkan dengan paksa dari hotel.
Begitu pula dengan bekal pahala dari segala perbuatan baik kita akan terakumulasi
dalam system komputerisasi Tuhan yang memungkinkan kita dapat memasuki dan
tinggal di daerah sorga tanpa harus meminta tolong sang juru selamat. Karena
bekal karma itu saja sudah cukup sebagai prasyarat untuk bisa tinggal
(sementara) di alam kedewataan. Namun sebagaimana analogi tadi bahwa kehidupan
di sorga bukanlah alam kekal yang bisa ditempati selamanya. Sebab enak bener
orang-orang yang punya pahala karma baik sedikit tapi diberikan keluangan untuk
tinggal berlama-lama di Sorga sebagaimana orang yang telah mengumpulkan amalan
baiknya dengan bersusah payah. Kalau ini terjadi, maka Tuhan tidak pantas lagi
bernama Al-Alim atau maha Adil.
Nah bagaimana caranya agar tetap
bisa menikmati kehidupan ala hotel mega bintang tanpa harus menghadapi resiko
kehabisan bekal lalu dikeluarkan paksa? Tentu saja kita harus membangun Villa
Pribadi yang mempunyai kemewahan melebihi hotel berbintang itu. (inilah yang
umat hindu sebut sebagai pencapaian akhir atau moksa walaupun moksa yang
sesungguhnya memang tidak pernah bisa dipersamakan dengan gambaran Villa
pribadi ini, sebab Villa pribadi yang mewah sekalipun kemungkinan hancur atau
terjual masih bisa terjadi.
Tapi dunia pembebasan atau mukti adalah sesuatu
yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Ibarat rasa manis dalam gula yang
tak terkejawantahkan, kita hanya bisa tahu jika kita sudah mengalaminya
sendiri). lantas bagaimana saya bisa menjelaskan sesuatu yang hampir tidak bisa
terbayangkan ini ? jawaban tentu ada dalam kitab suci agama. Khususnya bisa
dilihat dalam penjelasan Tuhan Sri Krishna dalam kitab Bhagavad Gita. tentang
suatu alam yang tidak akan pernah termusnahkan.
Paras tasmat tu bhavo ‘nyo
// ‘vyakto ‘vyaktat sanatanah
Ah sa sarvedu bhutesu //
nasyatsu na vinasyati
“Namun ada alam lain yang tidak
berwujud, kekal dan melampaui alam ini yang berwujud dan tidak berwujud.
Alam itu bersifat utama dan tidak pernah bisa dihancurkan. Bila seluruh susunan
alam ini terlebur, bagian itu tetap dalam kedudukannya “ (Bhagavad Gita.
8.20)
Avyakto ‘ksara ity uktas
// tam ahuh paramam gatim
Yam prapya na
nivartante // tad dhama paramam mama
“Yang diuraikan sebagai yang tidak
berwujud dan tidak pernah gagal oleh para ahli wedanta, yang dikenal sebagai
tujuan tertinggi, dan sesudah mencapai tempat itu, seseorang tidak akan kembali
lagi – itulah tempat tinggal-Ku yang paling tinggi” (Bhagavad Gita. 8.21)
Selanjutnya tempat tinggal yang
paling tinggi milik kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Krishna diuraikan dalam
Brahma samhita sebagai cintamani-dhama, tempat segala keinginan dipenuhi.
Tempat tinggal Sri Krishna yang paling utama, yang bernama Goloka Vrndavana,
penuh istana-istana yang terbuat ari batu Cintamani (permata yang berkilauan
seperti emas) ada pohon Kalpa-vrksa atau pohon yang dapat memenuhi segala
keinginan, yang mampu menyediakan segala macam makanan ataupun minuman seperti
permohonan. Ada pula sapi bernama Surabhi yang mampu menyediakan susu dalam
jumlah yang tidak terbatas. Di tempat tinggal ini, Tuhan Sri Krishna dilayani
oleh beratus-ratus ribu dewi keberuntungan dan beliau dikenal dengan nama
Govinda, Tuhan Yang Maha abadi dan sebab dari segala sebab. Bentuk rohani
beliau adalah bentuk yang paling menarik sehingga Dewa Brahma mengatakan bahwa
ketampanan beliau melebihi beribu-ribu dewa asmara. Beliau memakai kain
berwarna kuning keemasan, kalungan bunga segar pada leher-Nya, dan bulu merak
di rambut-Nya. Dalam Bhagavad Gita, Sri Krishna hanya memberikan petunjuk kecil
tentang tempat tinggal beliau yang kekal di Goloka Vrndavan, yang merupakan
alam tertinggi dari kesemua susunan alam semesta yang ada (Bhumi tempat manusia
dan mahluk lainnya tinggal adalah alam Bhur tingkat tengah. Ada tujuh lapisan
alam semesta bawah yang merupakan alam neraka. Sedangkan Sorga atau Svah Loka
tempat tinggal para dewa atau malaikat hanya berada 2 tingkat diatas alam
manusia.).
Sebagaimana diuraikan diatas,
kesemua susunan alam semesta ini, pada satu waktu akan dileburkan atau
dipralaya dengan moment yang dikenal dengan nama kiamat. Namun pada waktu itu,
ada satu bagian alam yang tetap berada dalam kedudukannya. Alam itulah yang
disebut dengan Goloka Vrndavan atau Krishna Loka.
A-brahma-bhuvanal lokah //
punar avartino ‘rjuna
Mam upetya tu kaunteya
// punar janma na vidyate.
“Dari planet atau alam semesta
tertinggi di dunia material (Planet tempat Dewa Brahma) sampai dengan planet
yang paling rendah (planet Neraka) semuanya merupakan tempat kesengsaraan,
tempat kelahiran dan kematian dialami berulang kali. Tetapi orang yang mencapai
tempat tinggal-Ku, tidak akan pernah dilahirkan lagi, wahai putra kunti”
(Bhagavad Gita. 8.16)
Sebagaimana pernyataan Sri Krishna
sendiri bahwa beliau sesungguhnya adalah Ayah atau sumber benih dari semua
kehidupan ini (Pitaham asya jagato) beliau adalah juga ibu serta kakek/leluhur
yang merupakan asal mula kehidupan (Mata dhata pitamahah)-B.Gita 9.17 yang mana
kemudian dipertegas kembali dalam bab 14 sloka 4 kitab yang sama.
Sarva yonisu kaunteya
// murtayah sambhavanti yah
Tasam brahma mahad
yonir // aham bija-pradah pita
“Hendaknya dimengerti bahwa segala
jenis kehidupan dimungkinkan oleh kelahiran di alam material ini, dan bahwa
Akulah Ayah yang memberi benih, wahai putra Kunti”
Dari sini jelas bahwa sebagai orang
tua (ayah dan Ibu), Sri Krishna mengingatkan bahwa kehidupan yang sejati artinya
hidup tanpa kematian dan kelahiran kembali. Dan hal itu hanya bisa dimungkinkan
jika kita sudah bisa berkumpul bersama orang tua Ilahi kita di tempat beliau
yang kekal. Tinggal di rumah orang tua sendiri adalah wujud nyata tercapainya
keadaan Moksa. Hal ini bisa diperoleh hanya dengan usaha dan kerja keras
sendiri mengamalkan cinta kasih kepada sesama, berbuat baik yang sesuai dengan
prinsip-prinsip agama sambil terus mengingat Tuhan sebagai orang tua kita
dengan penuh bhakti. Bukankah Sri Krishna menganjurkan Arjuna agar tetap
bertempur melaksanakan tugas kewajibannya sebagai seorang Ksatriya, dan
bukannya menyuruh Arjuna untuk mundur dari medan perang lalu pergi ke hutan dan
mencari Tuhan dalam kesunyian. Orang tidak akan serta merta mendapatkan rahmat
Ilahi dan diberikan pegangan dalam tangan “Sang juru selamat” jika kita tidak
memiliki kumpulan pahala atau amal perbuatan baik yang mencukupi. Bukan hanya
karena mau mengakui lalu mengimani “sang juru selamat” dalam sekejap maka pintu
sorga secara otomatis akan dibukakan ataupun segala dosanya akan diputihkan dan
dimusnahkan. Segala sesuatunya dilihat dari kesungguhan dan usaha kita untuk
berjuang mendapatkan tempat di Kerajaan Tuhan.
Ye yatha mam prapadyante Tams tathaiva bhajamy aham
Mama vartmanuvartante //
manusyah partha sarvasah
“Sejauh mana seseorang
menyerahkan diri kepada-Ku, Aku menganugrahinya sesuai dengan penyerahan
dirinya itu. Semua orang menempuh jalan-Ku dalam segala hal, wahai putra Kunti”
(Bhagavad Gita. 4.11)
Penyerahan diri disini bukan hanya
dimaksudkan sebagai mengakui beliau sebagai Tuhan dalam kata-kata saja. Dan
juga dipertegas bahwa ada banyak jalan yang ditempuh oleh semua mahluk
khususnya manusia guna memperoleh tempat di kerajaan Tuhan, dan dimasing-masing
jalan itu juga Karunia Tuhan selalu aka nada sejauh penyerahan diri yang
dilakukan oleh orang bersangkutan. Jadi sangat tidak benar dan masuk akalnya
jika ada yang mengklaim bahwa hanya dengan cara dalam kelompoknya saja jalan
keselamatan itu ada. Kelompok agama Abrahamik bukanlah satu-satunya yang
mengeluarkan Klaim seperti ini. Penganut Taoisme, dan beberapa mazab atau
kelompok keyakinan agama juga sering menyerukan hal demikian. Namun sangat
disayangkan bahwa orang-orang dalam golongan seperti itu seringkali
terbawa emosi untuk memaksakan kebenaran mereka kepada keyakinan lain yang
sebenarnya juga telah memiliki hal yang sama walaupun dikemas dengan nama yang
berbeda.
Sekali lagi, jalan keselamatan telah
diberikan oleh Tuhan dalam semua cara dan keyakinan yang orang pilih. Beliau
telah meletakkan berbagai tongkat pegangan berupa “juru selamat” di
masing-masing jalan pengembaraan itu. Selanjutnya terserah sang pengembara
apakah Ia akan mempergunakan tongkat pegangan itu untuk mempercepat langkahnya
ataukah ia hanya ingin mengandalkan kemampuannya untuk mencapai garis akhir.
ARTI PENYERAHAN DIRI.
Mengapa engkau sangat bersusah hati?
Biarkan Aku mengambil alih semua kekhawatiranmu. Aku akan mengurus semuanya.
Aku mengambil alih (kesusahanmu)
hanya bila engkau sanggup menyerahkan diri sepenuhnya kepada-Ku. Ini adalah
sesuatu yang berharga yang sedang Aku nantikan.
Bila engkau berserah diri sepenuhnya
kepada-Ku, engkau seharusnya tidak perlu lagi merasa khawatir tentang apapun.
Singkirkan semua rasa takut dan kebingunganmu.
Engkau boleh saja mengatakan bahwa
engkau tidak percaya kepada-Ku. Itu tidak masalah! Namun begitu, sebaliknya
engkau harus percaya pada dirimu sendiri sepenuhnya.
Menyerahkan diri diartikan sebagai
kemampuan menjauhkan pikiran dari rasa khawatir, dari begitu banyak kesulitan
yang harus engkau hadapi dan dari begitu banyak masalah yang engkau harus
lalui.
Serahkan semua masalah ini kepada-Ku
dan katakanlah…..” Oh Tuhan, ambillah semuanya dan biarlah semua terjadi
seperti kehendak-Mu!” yang mana ini bisa diartikan “ Terima kasih Tuhan,
dengan segala sesuatunya sudah berada di tangan-Mu, aku tahu bahwa semua itu
akan menjadi yang terbaik bagiku”
Penyerahan diri berarti tidak perlu
berharap, dan tidak usah kecewa bila yang terjadi berbeda dari apa yang engkau
harapkan. Sebab bila engkau masih memiliki rasa khawatir, hal itu menunjukkan
bahwa engkau belum percaya sepenuhnya bahwa engkau dicintai dan dihargai. Bahwa
Aku berkuasa atas hidupmu dan bahwa tidak aka nada sesuatupun yang akan
terlewatkan oleh-Ku.
Jangan berpikir tentang apa yang
akan terjadi dan bagaimana segala sesuatunya akan berproses. Sikap lemahmu yang
seperti ini memperlihatkan bahwa engkau tidak memiliki rasa percaya yang penuh
kepada-Ku.
Engkau ingin Aku mengambil alih
kesusahanmu atau tidak? Jika “Ya” engkau hanya perlu
berhenti khawatir! Aku akan membimbingmu bila engkau benar-benar telah berserah
diri kepada-Ku. Dan bila Aku mengarahkanmu di jalan yang sama sekali berbeda
dari yang engkau harapkan, maka Aku sendiri yang akan menggendongmu.
Pikiranmulah yang menjadi sumber
penyebab kegelisahanmu. Seperti pikiran dan kekhawatiran serta keinginan untuk
menyelesaikan segala sesuatunya sendiri tanpa bantuan orang lain atau
bantuan-Ku.
Kalau engkau tahu, sesungguhnya
seringkali Aku ikut campur tangan dalam banyak keperluanmu untuk hal material
ataupun spiritual sebelum akhirnya engkau berpaling kepada-Ku dan dalam hati
berkata “Tuhan aku tak kuasa, ambillah semuanya ini!”. Namun setelah penyerahan
beban ini, engkau tetap tidak akan merasakan manfaatnya jika engkau belum
menyerahkan diri secara total kepada-Ku.
Ketika engkau sedang dalam
penderitaan, engkau berdo’a meminta bantuan-Ku, tetapi yang engkau minta adalah
sesuatu yang sesuai dengan keinginanmu sendiri; engkau tidak mempercayakan
dirimu kepada-Ku; melainkan engkau ingin agar Aku menyesuaikan diri-Ku dengan
keinginanmu. Engkau seperti pasien yang memberitahu dokter tentang obat apa
yang engkau perlukan dan bukannya bertanya tentang obat apa yang seharusnya
diperlukan. Jangan bersikap seperti itu.
Bahkan pada masa-masa sulitpun
seharusnya engkau berkata :
“Puji Tuhan dan bersyukur atas
masalah yang harus aku hadapi. Mohon buat segala sesuatunya layak seperti yang
Engkau anggap paling baik untuk semua yang bersifat sementara di dunia ini.
Engkau mengetahui apa yang diperlukan tepat pada waktunya.”
Bila engkau berkata dengan tulus,
“Terjadilah seperti kehendak-Mu” yang juga berarti “Biarlah Engkau yang
mengambil alih” semua ini, maka Aku akan terlibat dengan segenap kemampuan-Ku
guna memecahkan masalah yang sulit bahkan yang menurutmu sangat mustahil.
Kadangkala, apakah engkau merasakan
bahwa sepertinya kemalanganmu justru bertambah dan bukannya berkurang walaupun
engkau telah berdoa kepada-Ku? Percayalah bahwa apapun itu, segala sesuatu yang
kulakukan hanyalah untuk kebaikanmu. Aku hanya memikirkan hal baik buat
anak-anakKu. Sama sekali tidak ada kebencian dan marah dalam diri-Ku.
Janganlah lagi merasa risau,
pejamkan matamu dan dengan penuh keyakinan ucapkan kata-kata ini; “Tuhan!
Engkaulah yang mengambil alih, terjadilah seperti kehendak-Mu!” maka dengan
begitu, Aku akan mengatasinya. Dan bila diperlukan, Aku juga akan membuat
sebuah keajaiban. Aku senantiasa memikirkanmu dan Aku hanya bisa membantumu
bila engkau telah mempercayakan dirimu sepenuhnya kepada-Ku (Sathya Narayana)
Dibawah ini adalah kisah nyata yang
terjadi yang menggambarkan tentang kebaikan Tuhan sebagai orang kepada anaknya
guna menguji kadar penyerahan diri sang anak.
Ada
seorang hamba Tuhan (yang berasal dari Surabaya), yang menceritakan kejadian
seorang ibu penjual tempe. Peristiwanya terjadi di sebuah desa di Jawa.
Pada suatu hari, seperti biasanya, pada saat ia akan pergi ke pasar untuk
menjual tempenya, ternyata pagi itu, tempe yang terbuat dari kacang kedele itu
masih belum jadi tempe alias masih setengah jadi. Ibu ini sangat sedih hatinya.
Sebab jika dalam suasana hatinya yang sedih, si ibu yang memang aktif beribadah
teringat akan firman Tuhan yang menyatakan bahwa Tuhan dapat melakukan
perkara-perkara ajaib, bahwa bagi Tuhan tiada yang mustahil. Lalu iapun
mengangkat kedua tangannya berdoa diantara beberapa batangan kedele yang masih
dibungkus dengan daun pisang tersebut.
Tuhan, aku mohon kepadaMu agar kedele ini menjadi tempe, Amin. Demikian doa singkat si Ibu yang dipanjatkannya dengan sepenuh hatinya. Ia yakin dan percaya pasti Tuhan menjawab doanya. Lalu, dengan tenang ia menekan-nekan dengan ujung jarinya bungkusan bakal tempe tersebut. Dengan hati yang deg-deg-an ia membuka bungkusan tempe itu, tapi apa yang dilihatnya? bungkusan tempe itu masih utuh sebagai tempe yang belum jadi. tapi si Ibu tidak kecewa. Ia berpikir bahwa mungkin doanya kurang jelas didengar Tuhan. Lalu kembali ia mengangkat kedua tangannya berdoa diantara beberapa batangan kedele tersebut. “Tuhan, aku tahu bahwa bagiMu tiada yang mustahil. Tolonglah aku supaya hari ini aku bisa berdagang tempe karena itulah mata pencaharianku Aku mohon Tuhan jadilah ini menjadi tempe" Dengan berharap iapun kembali membuka sedikit bungkusan tersebut. Lalu apa yang terjadi? Dengan kaget ia melihat bahwa kacang kedele tersebut?????..
tempe tersebut masih tetap begitu!, Sementara hari semakin siang dimana pasar tentunya akan semakin ramai. Si ibu dengan tidak merasa kecewa atas doanya yang belum terkabul, merasa bahwa bagaimanapun sebagai langkah iman ia akan tetap pergi ke pasar membawa keranjang berisi barang dagangannya itu. Ia berpikir mungkin mujijat Tuhan akan terjadi di tengah perjalanan saat ia pergi ke pasar. Lalu iapun bersiap-siap untuk berangkat ke pasar.
Semua keperluannya untuk berjualan tempe seperti biasanya sudah disiapkannya. Sebelum beranjak dari rumahnya, ia sempatkan mengangkat kedua tangannya untuk berdoa. “Tuhan, aku percaya, Engkau akan mengabulkan doaku. Sementara aku berjalan menuju pasar, Engkau akan mengadakan Mujijat buatku, Amin”. Lalu ia pun berangkat. Di sepanjang perjalanan ia tidak lupa membaca doa dalam hati.
Tidak lama kemudian sampailah ia di pasar. Dan seperti biasanya ia mengambil tempat untuk menggelar barang dagangannya. Ia yakin bahwa tempenya sekarang pasti sudah jadi. Lalu iapun membuka keranjangnya dan pelan-pelan menekan-nekan dengan jarinya bungkusan tiap bungkusan yang ada.
Tuhan, aku mohon kepadaMu agar kedele ini menjadi tempe, Amin. Demikian doa singkat si Ibu yang dipanjatkannya dengan sepenuh hatinya. Ia yakin dan percaya pasti Tuhan menjawab doanya. Lalu, dengan tenang ia menekan-nekan dengan ujung jarinya bungkusan bakal tempe tersebut. Dengan hati yang deg-deg-an ia membuka bungkusan tempe itu, tapi apa yang dilihatnya? bungkusan tempe itu masih utuh sebagai tempe yang belum jadi. tapi si Ibu tidak kecewa. Ia berpikir bahwa mungkin doanya kurang jelas didengar Tuhan. Lalu kembali ia mengangkat kedua tangannya berdoa diantara beberapa batangan kedele tersebut. “Tuhan, aku tahu bahwa bagiMu tiada yang mustahil. Tolonglah aku supaya hari ini aku bisa berdagang tempe karena itulah mata pencaharianku Aku mohon Tuhan jadilah ini menjadi tempe" Dengan berharap iapun kembali membuka sedikit bungkusan tersebut. Lalu apa yang terjadi? Dengan kaget ia melihat bahwa kacang kedele tersebut?????..
tempe tersebut masih tetap begitu!, Sementara hari semakin siang dimana pasar tentunya akan semakin ramai. Si ibu dengan tidak merasa kecewa atas doanya yang belum terkabul, merasa bahwa bagaimanapun sebagai langkah iman ia akan tetap pergi ke pasar membawa keranjang berisi barang dagangannya itu. Ia berpikir mungkin mujijat Tuhan akan terjadi di tengah perjalanan saat ia pergi ke pasar. Lalu iapun bersiap-siap untuk berangkat ke pasar.
Semua keperluannya untuk berjualan tempe seperti biasanya sudah disiapkannya. Sebelum beranjak dari rumahnya, ia sempatkan mengangkat kedua tangannya untuk berdoa. “Tuhan, aku percaya, Engkau akan mengabulkan doaku. Sementara aku berjalan menuju pasar, Engkau akan mengadakan Mujijat buatku, Amin”. Lalu ia pun berangkat. Di sepanjang perjalanan ia tidak lupa membaca doa dalam hati.
Tidak lama kemudian sampailah ia di pasar. Dan seperti biasanya ia mengambil tempat untuk menggelar barang dagangannya. Ia yakin bahwa tempenya sekarang pasti sudah jadi. Lalu iapun membuka keranjangnya dan pelan-pelan menekan-nekan dengan jarinya bungkusan tiap bungkusan yang ada.
Perlahan ia membuka sedikit daun pembungkusnya dan melihat isinya. Apa yang
terjadi? Ternyata saudara - saudara ??? tempenya benar-benar?? belum jadi!
Si Ibu menelan ludahnya. Ia tarik napas dalam-dalam. Ia mulai kecewa pada Tuhan karena doanya tidak dikabulkan. Ia merasa Tuhan tidak adil.
Tuhan tidak kasihan kepadanya. Ia hidup hanya mengandalkan hasil menjual tempe saja. Selanjutnya, ia hanya duduk saja tanpa menggelar dagangannya karena ia tahu bahwa mana ada orang mau membeli tempe yang masih setengah jadi.
Sementara hari semakin siang dan pasar sudah mulai sepi dengan pembeli. Ia melihat dagangan teman-temannya sesama penjual tempe yang Tempenya sudah hampir habis. Rata-rata tinggal sedikit lagi tersisa.
Si ibu tertunduk lesu. Ia seperti tidak sanggup menghadapi kenyataan hidupnya hari itu. Ia hanya bisa termenung dengan rasa kecewa yang dalam. Yang ia tahu bahwa hari itu ia tidak akan mengantongi uang sepeserpun.
Tiba-tiba ia dikejutkan dengan sapaan seorang wanita. “Bu…?..! Maaf ya…, saya mau tanya. Apakah ibu menjual tempe yang belum jadi??”. Soalnya dari tadi saya sudah keliling pasar mencarinya. Seketika si ibu tadi terperangah. Ia kaget.
Sebelum ia menjawab sapaan wanita di depannya itu, dalam hati cepat-cepat ia berdoa “Tuhan?.saat ini aku tidak butuh tempe lagi. Aku tidak butuh lagi. Biarlah daganganku ini tetap seperti semula,Amin”.
Tapi kemudian, ia tidak berani menjawab wanita itu. Ia berpikir jangan-jangan selagi ia duduk-duduk termenung tadi, tempenya sudah jadi. Jadi ia sendiri saat itu dalam posisi ragu-ragu untuk menjawab ya kepada wanita itu. “Bagaimana nih ?” ia pikir. “Kalau aku katakan iya, jangan-jangan tempenya sudah jadi. Siapa tahu tadi sudah terjadi mujijat Tuhan?” Ia kembali berdoa dalam hatinya, “Ya, Tuhan, biarlah tempeku ini tidak usah jadi tempe lagi. Sudah ada orang yang kelihatannya mau beli. Tuhan tolonglah aku kali ini. Tuhan dengarkanlah doaku ini..” ujarnya berkali-kali.
Lalu, sebelum ia menjawab wanita itu, ia pun membuka sedikit daun penutupnya. Lalu??apa yang dilihatnya Saudara-Saudara….???..? Ternyata…. memang benar tempenya belum jadi Ia bersorak senang dalam hatinya. “Alhamdulillah”, katanya.
Singkat cerita wanita tersebut memborong semua dagangan si ibu itu. Sebelum wanita itu pergi, ia penasaran kenapa ada orang yang mau beli tempe yang belum jadi. Ia bertanya kepada si wanita.
Dan wanita itu mengatakan bahwa anaknya di Yogya mau tempe yang berasal dari desa itu. Berhubung tempenya akan dikirim ke Yogya jadi ia harus membeli tempe yang belum jadi, supaya agar setibanya disana, tempenya sudah jadi. Kalau Apa yang bisa kita simpulkan dari kejadian ini ?
Pertama : Kita sering memaksakan kehendak kita kepada Tuhan pada waktu kita berdoa padahal sebenarnya Tuhan lebih mengetahui apa yang kita perlukan.
Kedua : Tuhan menolong kita dengan caraNya yang sama sekali di luar perkiraan kita sebelumnya.
Ketiga : Tiada yang mustahil bagi Tuhan
Keempat: Percayalah bahwa Tuhan akan menjawab doa kita sesuai dengan rancanganNya
Si Ibu menelan ludahnya. Ia tarik napas dalam-dalam. Ia mulai kecewa pada Tuhan karena doanya tidak dikabulkan. Ia merasa Tuhan tidak adil.
Tuhan tidak kasihan kepadanya. Ia hidup hanya mengandalkan hasil menjual tempe saja. Selanjutnya, ia hanya duduk saja tanpa menggelar dagangannya karena ia tahu bahwa mana ada orang mau membeli tempe yang masih setengah jadi.
Sementara hari semakin siang dan pasar sudah mulai sepi dengan pembeli. Ia melihat dagangan teman-temannya sesama penjual tempe yang Tempenya sudah hampir habis. Rata-rata tinggal sedikit lagi tersisa.
Si ibu tertunduk lesu. Ia seperti tidak sanggup menghadapi kenyataan hidupnya hari itu. Ia hanya bisa termenung dengan rasa kecewa yang dalam. Yang ia tahu bahwa hari itu ia tidak akan mengantongi uang sepeserpun.
Tiba-tiba ia dikejutkan dengan sapaan seorang wanita. “Bu…?..! Maaf ya…, saya mau tanya. Apakah ibu menjual tempe yang belum jadi??”. Soalnya dari tadi saya sudah keliling pasar mencarinya. Seketika si ibu tadi terperangah. Ia kaget.
Sebelum ia menjawab sapaan wanita di depannya itu, dalam hati cepat-cepat ia berdoa “Tuhan?.saat ini aku tidak butuh tempe lagi. Aku tidak butuh lagi. Biarlah daganganku ini tetap seperti semula,Amin”.
Tapi kemudian, ia tidak berani menjawab wanita itu. Ia berpikir jangan-jangan selagi ia duduk-duduk termenung tadi, tempenya sudah jadi. Jadi ia sendiri saat itu dalam posisi ragu-ragu untuk menjawab ya kepada wanita itu. “Bagaimana nih ?” ia pikir. “Kalau aku katakan iya, jangan-jangan tempenya sudah jadi. Siapa tahu tadi sudah terjadi mujijat Tuhan?” Ia kembali berdoa dalam hatinya, “Ya, Tuhan, biarlah tempeku ini tidak usah jadi tempe lagi. Sudah ada orang yang kelihatannya mau beli. Tuhan tolonglah aku kali ini. Tuhan dengarkanlah doaku ini..” ujarnya berkali-kali.
Lalu, sebelum ia menjawab wanita itu, ia pun membuka sedikit daun penutupnya. Lalu??apa yang dilihatnya Saudara-Saudara….???..? Ternyata…. memang benar tempenya belum jadi Ia bersorak senang dalam hatinya. “Alhamdulillah”, katanya.
Singkat cerita wanita tersebut memborong semua dagangan si ibu itu. Sebelum wanita itu pergi, ia penasaran kenapa ada orang yang mau beli tempe yang belum jadi. Ia bertanya kepada si wanita.
Dan wanita itu mengatakan bahwa anaknya di Yogya mau tempe yang berasal dari desa itu. Berhubung tempenya akan dikirim ke Yogya jadi ia harus membeli tempe yang belum jadi, supaya agar setibanya disana, tempenya sudah jadi. Kalau Apa yang bisa kita simpulkan dari kejadian ini ?
Pertama : Kita sering memaksakan kehendak kita kepada Tuhan pada waktu kita berdoa padahal sebenarnya Tuhan lebih mengetahui apa yang kita perlukan.
Kedua : Tuhan menolong kita dengan caraNya yang sama sekali di luar perkiraan kita sebelumnya.
Ketiga : Tiada yang mustahil bagi Tuhan
Keempat: Percayalah bahwa Tuhan akan menjawab doa kita sesuai dengan rancanganNya
Jay...Ram!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar