Kode Iklan anda yang ingin ada di sebelah kiri disini
Kode Iklan anda yang ingin ada di sebelah kanan disini
Masih ingatkah anda dengan berbagai
berita yang mengulas tentang kesesatan agama ? kira-kira di umat agama apa
berita ini paling ramai di perbincangkan ? jawabannya ternyata memang agama
mayoritas di negeri ini. Saking besar dan banyaknya pengikut agama dimaksud,
sehingga mungkin sulit untuk memantau berbagai tafsir yang muncul dari beberapa
orang yang merasa diri sebagai agamawan sohid yang lalu karena keegoannya
sebagai orang yang terdidik dan terpelajar apalagi yang sudah pernah menempa
pendidikan agama di luar negeri lalu berani memberikan ulasan tambahan dan
penafsiran lain tentang kitab suci agamanya sehingga melahirkan persepsi baru
di kalangan umat yang beragama sambil lalu saja. Ahmadiyah, Lembaga Dakwah
Islam Indonesia (LDII), aliran Syi’ah, dan lain-lain adalah contoh nyata hal
ini yang mana akhirnya menjadi masalah besar bagi kaumnya karena mereka
terlabel sebagai aliran sesat padahal kesemuanya itu adalah organisasi
keagamaan dari umat yang sama yang melabel dirinya sebagai muslim. Begitu pula
dengan saudara kita di Kristen yang menangkap ‘Lia Aminudien’ sebagai pemimpin
kesesatan dalam ranah keyakinan Kristus.
Sementara 2 agama besar ini sibuk
mengurusi kesesatan yang muncul dari kaumnya sendiri, umat minoritas ternyata
masih adem-adem saja karena mereka lebih banyak mengurusi diri sendiri
ketimbang sibuk mengkonversi keyakinan lain atas nama penyelamatan kepada umat
yang sudah memiliki keyakinannya sendiri. Memang fanatisme terhadap agama dan
keyakinan sendiri itu mutlak harus dijalani tetapi yang jadi permasalahan
adalah ketika kita ingin memaksakan (dengan cara halus terselubung ataupun
invasi terang-terangan) untuk keyakinan kita agar diterima oleh orang lain yang
menurut kita telah salah mengambil langkah alias tersesat lantaran mereka tidak
mau bergabung dalam kawanan / kelompok kita. Mari kita sama-sama merenung
sejenak untuk apa yang telah mencuci otak kita sehingga menjadi pribadi yang
sok paling tahu rencana Tuhan, kinerja Tuhan, pertimbangan dan keputusan Tuhan,
sehingga kita dengan pongah telah berani menawarkan apa yang kita anggap baik
dan benar kepada mereka yang belum kita tahu pasti tingkat kedalaman spiritual
keagamaannya. Karena bagaimanapun maksud baik tidak akan selamanya membawa
kebaikan bagi orang lain. Ini akan sangat tergantung kepada siapa, dengan cara
apa, dimana, mengapa, dan puluhan pertanyaan lain untuk dilengkapi jika kita
mau membuat link sejalan dengan objek sasaran kita. Misalkan saja kita
bersikukuh ingin memberitahu bahwa judi itu haram hukumnya dan bertentangan
dengan norma agama serta norma hokum. Pernyataan ini tidak diragukan lagi
kebenarannya tapi jika kita menyuarakan kebenaran ini di tempat sabungan ayam,
bisa jadi kita bukan dapat berkah malah ketiban musibah dibacok pake clurit.
Sama halnya dengan semangat untuk mewartakan isi kitab suci kita kepada orang
yang belum tahu. Hal ini saya dukung sebagai upaya untuk membukakan mata hati
orang yang belum mendapat siar kerohanian. “yang penting esensinya adalah untuk
mengabarkan nilai kebenaran” tetapi jika lantas maksud mulia ini ditunggangi
dengan niat pengkonversian sebuah keyakinan agar mereka masuk ke dalam kelompok
kita. Ini yang tidak Pas.
Benar memang bahwa Yang Mulia Yesus
mengilustrasikan bahwa Ia sedang mencari domba-domba yang keluar dari kawanan
untuk bisa dibawa pulang agar bisa berkumpul untuk mendapatkan kasih sayang
sang Gembala.tetapi inipun mesti dilihat dengan baik konteksnya. Kenapa Yesus
melakukan hal demikian ? Bagaimana keadaan masyarakat pada waktu itu
mengartikan kehidupan beragamanya ? Dimana dan kepada siapa missi pengkabaran
ini harus dilakukan menurut beliau ? ada berpuluh-puluh pertanyaan yang harus
dicarikan jawab secara bijaksana sebelum kita mulai melangkah melakukan sesuatu
yang kita anggap benar, hanya karena bait pernyataan tentang hal dimaksud
tersirat dan tersurat dalam kitab suci.
Ambillah contoh saudara kita umat
muslim (Saya tetap ingin menganggapnya sodara walaupun mungkin bagi mereka,
golongan di luar kaumnya adalah kafir/ fasik ), pada waktu Tuhan mengutus Nabi
SAW untuk melakukan pembenahan di wilayah sono (daerah yang akan menjadi tempat
di wahyukannya qur’an), kita tau jaman itu dan wilayah itu bagaimana, sehingga
adalah benar jika akhirnya beberapa ayat qur’an berisi beberapa larangan/
perintah yang tampaknya berseberangan dengan isi kitab suci agama lain. Misalnya
dalam hal pencitraan Tuhan yang di agama lain dianggap wajar tetapi di agama
islam malah dianggap tindakan syirik yang kurang ajar karena terlalu berani
menyekutukan manusia dengan Tuhan. Tentu ini akan sangat berpengaruh pada
historical / sejarah diturunkannya kitab suci itu sendiri. Demikian halnya
dengan cara sembahyang umat muslim dengan memakai pengeras suara yang banyak.
Masalahnya itu daerah gurun yang jarak antar rumah yang satu dengan yang
lainnya itu lumayan jauh (dulu) dan lagi masyarakatnya adalah homogen
(Sama-sama orang muslim) jadi tidak masalah jika pake corong keras-keras
walaupun sehari suntuk. Tetapi tentu kemudian akan menjadi masalah jika apa
yang telah dianggap benar ini diterapkan di tempat yang kurang benar, dalam
artian di tempat yang masyarakatnya sudah heterogen (terdiri dari beberapa
orang yang memiliki keyakinan berbeda) jelas saja maksud baik akhirnya hanya
membikin orang ngedumel, nyakit hati lalu nyumpahin biar load speakernya
disambar gledek lantaran sudah mengganggu jatah tidur orang lain “Memangnya
Tuhan tuli apa !” gerutu-gerutu kecil yang pastinya akan mengurangi nilai
amalan bakti kita. Tidakkah dalam satu riwayat dijelaskan bagaimana seorang
muslim yang sangat taat beribadah pada suatu ketika menghardik para pembantunya
yang tetap tertidur sehingga tidak bisa melakukan sholat, tapi kemudian
tindakan ini disalahkan oleh bapaknya dengan menegur “Nak! Janganlah engkau
kurangi amalan bhaktimu kepada Allah dengan memaksa orang-orang yang begitu
kelelahan karena pekerjaannya sehingga tertidur pulas dan tidak bisa menunaikan
ibadah sholat. Cobalah perbaiki diri sendiri terlebih dahulu dan biarkan orang
lain mencontoh kita sesudahnya “
Sungguh sebuah kata-kata bijak dari
seorang bapak kepada anaknya yang penuh dengan makna “ To be, To do, To Tell ).
Seharusnya semua dari kita harus bisa menjadi contoh / teladan terlebih dahulu
dengan melakukan apa yang kita katakan sebelum akhirnya memberitahu orang lain.
Sebab jikalaupun kita tidak melakukan siar agama, jika kita sudah bisa menjadi
seperti apa yang diperintahkan Tuhan, maka kita sendiri akan tampak sebagai
pribadi yang memancarkan sinar ke-Ilahian, sehingga amanat Tuhan tanpa
ditawarkanpun akan didekati sendiri oleh orang-orang yang karena karma masa
lalunya mengijinkan sinar Tuhan memasuki pintu hatinya yang mulai
terbuka.kuncinya adalah bagaimana kita bisa menjadi pribadi yang dipantaskan
dan layak bagi Tuhan untuk menjadi pembawa siar kebenaran-Truth Messanger / Not
to be Missioner-yang layak atau tidaknya hanya ditentukan dari pandangan
manusia saja. Tak usahlah kita lagi berfikir bahwa mengurusi keyakinan orang
adalah tugasku. Sebaliknya perbaikilah diri sendiri terlebih dahulu. Cintai dan
raihlah kasih Tuhan sebanyak mungkin sehingga itu akan bertumbuh di hati kita
menjadi pohon besar yang rimbun sehingga kawanan domba yang hilang secara tidak
langsung akan menuju kepada kita guna mencari keteduhan. Urusan memanggil dan
memilih adalah tanggung jawab penuh Tuhan dengan sejuta pertimbangannya yang
tak mungkin bagi manusia untuk menelaahnya, akan melakukan segala sesuatunya
secara sempurna. Ketimbang menyibukkan diri mencari domba yang hilang lalu
tidak menyadari bekal kita yang telah jatuh entah dimana. Lagipula domba yang
dianggap hilang itu kalau memang belum saatnya harus tergabung dalam kelompok
yang sama, toh setelah ia berusaha digiring ke dalam kawanan, akan ngacir
sendiri mencari atau kembali ke dalam kawanannya yang sesungguhnya. Ingatlah
bahwa dunia ini begitu luas. Dan Tuhan tidak hanya mengirim satu Gembala pintar
untuk seluruh daerah, karena tengoklah juga olehmu ada gembala lain yang
bernama Gopala Krishna bagi pemeluk hindu. Krishna dan Kristus mempunyai misi
yang sama dan sungguh bodoh jika kita sebagai domba menganggap bahwa dua
gembala ini seperti gembala/tukang angon bebek di dunia yang akan berebut lahan
dan jumlah ternak untuk memenuhi keegoannya.(Kalau kita sampai berfikir
demikian, tidakkah ini tanda kemunafikan karena kita telah membatasi gerak dan
kemaha kuasaan Tuhan )
“Ketika mentari pagi bersinar, tidak
semua kuntum teratai di danau akan mekar, hanya mereka yang telah siap untuk
mekar saja yang berkesempatan untuk menerima kehangatan sinar mentari pada saat
itu, yang lainnya harus menunggu waktu yang tepat baginya untuk dapat menerima
kehangatan kasih sang mentari. Namun begitu, semua kuntum teratai itu
ditakdirkan untuk mekar.” Kasih Tuhan ibarat sinar mentari yang dengan setia menunggu
di depan pintu kamar, jika sedikit saja kita mau membuka pintu maka sinar
mentari akan melesat masuk melalui celah yang paling kecil sekalipun.
Cukuplah sudah kita memelihara sikap
arogan, sikap sok tahu, paling baik dan paling benar daripada yang lain hanya
berdasarkan penilaian sepihak (berdasarkan kitab agama sendiri) tanpa mau tahu
kebenaran yang disuratkan dalam kitab agama lain yang kita anggap keliru.
Bersikukuh dan meributkan sesuatu yang kita tidak tahu sendiri kebenarannya,
bukanlah tanda orang bijaksana. Mereka yang seperti ini tidak lebih baik dari
seekor anjing yang ikut menggonggong ketika temannya di luar menggonggong
walaupun ia sendiri tak tahu dan tak mengerti apa yang diributkan temannya dan
kenapa mereka menggonggong.
Wassalam !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar