Kode Iklan anda yang ingin ada di sebelah kiri disini
Kode Iklan anda yang ingin ada di sebelah kanan disini
Beberapa
ciri dari jaman kali (Kali yuga) adalah : bahwa sebagian besar manusia telah
mengabaikan arti penting dari spiritualitas. Manusia berumur pendek, terjadi
kekacauan sistem kehidupan sehingga menimbulkan aneka bencana, kebanyakan kelahiran
akan didominasi oleh perempuan, laki-laki dan perempuan bertingkah terbalik,
dan diatas semuanya itu, mereka tidak hirau akan ujar-ujar kitab suci dan
mengagungkan harta sebagai raja. Canakya nitisastra VII.4 menyebutkan bahwa manusia
seharusnya berpuas diri terhadap 3 hal yakni : pasangan sendiri, harta, dan
kuasa. Tetapi untuk 3 hal lainnya yang menyangkut spiritualitas yakni berderma,
mempelajari ilmu pengetahuan, dan berjapa / memuji nama-nama suci Tuhan,
hendaknya manusia tidak pernah merasa puas. Namun apa yang dilakukan
manusia sekarang justru sudah berbalik arah dengan memuaskan diri pada hal
spiritual dan tamak akan hal-hal duniawi.
APA YANG
TERJADI PADA SANG JIWA SETELAH KELAHIRANNYA JIKA IA KEMBALI TIDAK MENYADARI
TUJUAN HIDUPNYA DIKIRIM KE BHUMI? . Bagi pemeluk agama yang menganut paham
hidup linear dalam garis lurus, akan berpendapat bahwa sang jiwa setelah
mengakhiri kegiatannya di bhumi (badan yang ditempatinya mati) akan tinggal di
suatu tempat sampai saat datangnya hari kiamat dan pengadilan akhirat digelar
untuk menentukan kemanakah sang jiwa dibawa setelah itu sesuai dengan hasil
perbuatannya di bhumi. Apakah akan dikirim ke sorga dan hidup dengan para
malaikat ataukah dilempar ke neraka sebagai ganjaran atas kegiatannya sebagai pendosa.
Hal ini tentu masih menyisakan pertanyaan mendasar, apakah akan ada penciptaan
lagi setelah hari kiamat itu ?, sehingga para jiwa yang masih terbalut dosa
akan mendapat kesempatan guna memperbaiki diri pada kehidupan selanjutnya.
Sehingga pada akhirnya semua jiwa yang nota bene berasal dari Tuhan, bisa
kembali menikmati kebahagiaan abadi di Nirvana. namun, bagi penganut keyakinan
akan adanya reinkarnasi (kelahiran kembali). dengan jelas menegaskan adanya
hukum karma phala yang menyebabkan proses kelahiran kembali setelah sang jiwa
meninggalkan badan wadag sebelumnya. Pertanyaan tentang badan wadag apakah yang
akan didapatkannya setelah kelahirannya kembali, tentu akan berpulang pada
jenis kegiatan apa yang telah dilakukan semasa hidupnya dulu atau apakah yang
diingatnya saat ajal menjemput. Tak ada yang dapat memastikan bahwa sang jiwa
akan tetap mendapatkan atau terlahir dalam wujud manusia pada kehidupannya yang
akan datang jika pahala dari karmanya tidak mengijinkan untuk itu. karena
semuanya telah diatur oleh hukum Tuhan. Pandangan yang menganggap bahwa sang
jiwa / roh hanya akan terlahir dan menurun dalam lingkup keluarganya saja,
bahwa sang roh memilih sendiri waktu, tempat, wujud, dan orang tua baginya
adalah pandangan yang keliru. Sang jiwa yang masih terikat oleh karma wasananya
tak kan berdaya untuk menolak hasil dari kegiatannya yang menentukan jadi apa
dan bagaimana suratan takdirnya di kehidupannya yang akan datang.
Sri Krishna menyabdakan dalam Bhagavad Gita 8.6
Yam-yam vapi smaran bhavam
Tyajanti ante kalewaram
Tam-tam evaiti kaunteya
Sada tad bhava-bhavitah
Keadaan manapun yang diingat seseorang pada saat meninggalkan
badannya, pasti keadaan itulah yang akan dicapainya
wahai putra kunti”
Ini berarti
bahwa jika seseorang hanya ingat pada keluarganya / kekasihnya saat meninggal,
tentu saja sang jiwa akan terikat oleh ikatan itu yang memaksanya harus
terlahir diantara mereka kembali entah dengan perasaan kasih ataukah kebencian.
Tergantung perasaan yang melatar belakangi kematiannya terdahulu. Oleh karena
itu, manusia yang menginginkan pembebasan seharusnya hanya menyembah dan
memusatkan pikiran pada Yang Maha Kuasa, saat ajal menjemput. Karena hanya
beliaulah satu-satunya sang Juru selamat yang bisa memberikan mukti / pembebasan.
Yanti devan vrata devan
Pitrn yanti pitr vratah
Bhutáni yanti bhutejya
yanti mad yajino ‘pi mam
(Bhagavad.Gita : 9.25)
Orang yang
memuja dewa-dewa, akan dilahirkan diantara para dewa. Orang yang memuja
leluhur, akan pergi ke tempat para leluhur, orang yang memuja hantu / berhala
akan dilahirkan diantara mahluk seperti itu, tetapi orang yang menyembah-Ku
akan hidup bersama-Ku.
Pernyataan ini mengungkapkan dengan jelas bahwa Tuhan, dewa, leluhur, para
sidha / malaikat, apalagi mahluk-mahluk gaib, itu tidak sama. Seperti halnya
air laut yang menguap menjadi mendung lalu Turun menjadi hujan, tertampung
menjadi air payau, atau air danau, mengalir menjadi aliran sungai atau bahkan
air bah / banjir. Kita tidak bisa mengatakan bahwa kualitas semua air itu sama
walaupun berasal dari satu sumber yakni lautan. Tujuan akhir yang menjadi
cita-cita penganut keyakinan sanatana dharma adalah tercapainya moksa / mukti.
Hindu tidak mengajarkan umatnya untuk berhenti pada tingkatan leluhur, atau
sebatas menikmati kebahagiaan sesaat di alam para dewa (sorga loka), apalagi
menjadi pelayan para hantu. umat hindu yang benar-benar menyelami tujuan
agamanya hanya akan menginginkan kembali pulang ke kerajaan Tuhan yang kekal
abadi. Selama ini orang mungkin berfikir bahwa dengan berbuat baik saja mereka
akan bisa menikmati kehidupan yang lebih baik dengan ditempatkan diantara para
leluhur ataupun alam para dewa. Tetapi sesungguhnya kehormatan dan kebahagiaan
di alam seperti itupun hanya bersifat sementara, sebatas mana pahala dari karma
kita mencukupi untuk itu. Ibarat orang yang memiliki banyak tabungan (pahala
dari karma baik) tentu akan mendapat kesempatan dan diperkenankan untuk tinggal
di hotel mewah dengan jamuan makan, minum, tidur serta kehidupan yang terasa
jauh lebih baik dari kepuasan yang didapatinya di rumah. Tapi begitu sisa
uangnya menipis, maka ia harus rela melepaskan kesenangan itu untuk kemudian
pulang ke rumah, bekerja keras lagi mengumpulkan uang agar bisa menikmati
kemewahan hotel seperti sebelumnya. Jadi biarpun sorga telah dicapai, tapi
inipun tidak menjamin bahwa sang jiwa tidak akan diturunkan lagi ke bhumi.
Sepanjang mukti / pembebasan belum dicapai, maka selama itu pula tumibal lahir
mati harus dialami sang jiwa yang masih terikat karma wasana. Ia yang masih
mempunyai sisa karma baik dan diturunkan dari sorga akan terlahir dalam
keluarga saleh atau keluarga terpandang, memiliki rupa yang baik dan juga
tingkah laku yang sopan. Sebaliknya para pendosa, oleh karena belas kasih
Tuhan, juga akan dipanggil dari neraka untuk menjalani sisa hukumannya di
bhumi, ia akan diturunkan ke bhumi guna memberinya kesempatan memperbaiki diri
dan mulat sarira tetapi karena mereka masih menangung hutang karma buruk, dan
ditarik dari alam neraka, biasanya mereka akan ditempatkan di keluarga yang
keadaan ekonominya parah, lahir tanpa kasih sayang orang tua, ataupun karena
kejahatannya di masa lalu membuatnya harus terlahir dalam keadaan tidak
sempurna. sehingga dengan keadaannya seperti itu mereka diharapkan mulai bisa
introspeksi lalu membelajarkan diri tentang bagaimana caranya menghargai hidup
yang harus dipergunakan sebaik mungkin untuk saling membantu dan menghargai
bukan dipakai untuk menghina, mengejek, menyusahkan ataupun mengumbar keburukan
orang lain. sehingga pada kehidupan selanjutnya mereka tidak semakin turun pada
taraf kehidupan yang lebih rendah.
Mari lihat diri kita Sekarang. Adakah ciri-ciri kelahiran sorga
atau malah sebaliknya. Jangan sampai setelah mendapatkan badan manusia sebagai
evolusi puncak dari mahluk hidup, diberikan wajah yang menawan, hidup kaya,
jabatan tinggi, dan memiliki popularitas, kita malah takabur, bangga, dan terlalu
mabuk olehnya, sehingga lupa bahwa tujuan kita dikirim ke bhumi bukanlah hanya
sekedar untuk mengisi perut, mengumpulkan kekayaan, ataupun memenuhi kebutuhan
biologis saja lalu mati sia-sia seperti anjing dan kucing
Tidak ada komentar:
Posting Komentar