Kode Iklan anda yang ingin ada di sebelah kiri disini
Kode Iklan anda yang ingin ada di sebelah kanan disini
Wanita adalah penyelenggara rumah
tangga pembentuk bangsa dan dunia. Kalian adalah para ibu yang membina
generasi. Kalian harus menyemayamkan dorongan rohani ke arah cahaya dan kasih.
Kebijaksanaan dan kebahagiaan dalam hatimu.
Prinsip kewanitaan dinyatakan
sebagai Ilusi yang dikenakan oleh Tuhan pada dirinya sendiri sebagai energy.
Inilah maya yang merupakan wujud peminim Tuhan. Itulah sebabnya wanita dianggap
sebagai perwujudan kekuatan Tuhan. Ia adalah pendamping setia bagi pria dan
merupakan peruntungannya. Karena wanita adalah perwujudan kehendak Tuhan, maka
ia adalah mystery, keajaiban, perwujudan dari prinsip yang bersifat melindungi.
Ratu dalam rumah tangga si pria. Sumber keberuntungannya, dan cahaya yang
menerangi rumahnya. Wanita yang merupakan ajang penyimpanan kekuatan Tuhan sama
sekali tidak lebih rendah daripada Pria. Betapa saratnya sifat wanita itu
dengan ketabahan, kesabaran, dan kasih yang murni. Kemampuan mereka untuk
mengendalikan diri jarang dapat disamai oleh pria. Bagi pria, wanita merupakan
teladan dan pembimbing dalam menempuh kehidupan rohani. Kasih yang murni dan
tidak mementingkan diri sendiri merupakan sifat bawaan dalam diri wanita.
Wanita yang berpengetahuan, berbudaya, dan yang diikat dengan kasih akan selalu
waspada mempertimbangkan apakah perbuatan dan perkataannya sudah selaras dengan
dharma. Wanita semacam itu ibarat Dewi Laksmi, dewi kekayaan yang membawa
kegembiraan dan keberuntungan bagi rumah tangganya. Rumah tangga tempat suami
dan istri terikat satu sama lain oleh cinta yang suci. Tempat keduanya asyik
membaca buku-buku santapan rohani. Tempat nama Tuhan selalu dinyanyikan dan
kemuliaannya selalu dikenang. Rumah tangga semacam itu benar-benar merupakan
persemayaman Tuhan. Wanita yang terikat kepada suaminya dengan cinta kasih,
benar-benar merupakan sekuntum bunga yang langka yang menebarkan keharuman. Ia
adalah permata yang memancarkan cahayanya dalam keluarga. Seorang istri yang
memiliki kebajikan sungguh merupakan permata yang cemerlang. Sifat-sifat
seperti kesopanan, kerendahan hati, dan bhakti kepada Tuhan, adalah perhiasan
yang sejati bagi wanita. Wanita memelihara nilai-nilai tradisional suatu
kebudayaan dan menjaga agar bangsanya tetap stabil dan seimbang. Di rumah,
wanita dihormati sebagai dewi laksmi. Sebagai pendamping dalam peziarahan
menuju Tuhan. Dan kesadaran diri yang sejati. Juga sebagai ratu rumah tangga.
Bila para wanita di suatu Negara bahagia, sehat, dan suci, kaum pria di Negara
itu akan kuat, jujur, dan bahagia. Aku lebih suka bila para gadis mengetahui
tehnik ketenangan bhatin, harmoni sosial, pengabdian tanpa pamerih dan kepuasan
ekonomi daripada jika mereka mempelajari geografi negara lain. Biarlah mereka
mengembangkan rasa takut untuk berdusta dan takut melanggar susila. Itu lebih
penting daripada mengembangkan rasa takut kepada hukum Tuhan. Biarlah mereka
juga mengetahui betapa besar kebahagiaan yang timbul bila mereka menolong
orang-orang yang sedih dan menderita. Menolong tanpa memikirkan balas budhi
atas simpati yang diperlihatkan. Biarlah mereka belajar mengesampingkan egoisme
yang meracuni pengabdian tanpa pamerih itu. Kelak para gadis akan menjadi
ibu
suatu peran yang paling mulia dan
penuh tanggung jawab. Ibu adalah tiang rumah tangga masyarakat, bangsa, dan
karenanya juga tiang yang menopang umat manusia. Kaum ibu harus mengetahui
rahasia ketentraman hati, kedamaian bhatin, keberanian spiritual dan kepuasan
(seperti apa adanya). Yang merupakan kekayaan terbesar. Mereka juga harus
mengetahui disiplin rohani yang memberikan suka cita abadi. Kebajikan dan
kesucian merupakan ideal bagi setiap wanita. Dengan kekuatan yang berasal dari
keutamaan itu, mereka dapat mencapai apa saja. Kebajikan dan kesucian merupakan
mahkota wanita. Itulah keutamaan yang paling terpuji pada wanita. Manfaat yang
ditimbulkannya tidak dapat dilukiskan. Kesucian merupakan nafas kehidupan
wanita. Dengan kebajikan, kesucian, serta kekuatan yang berasal dari semua itu,
ia dapat menyelamatkan suaminya dari bencana. Dengan kebajikan dan kesucian
itu, wanita menyelamatkan dirinya sendiri dan kelak pasti mencapai sorga.
Kesopanan dan kerendahan hati sangat penting bagi wanita. Kebajikan ini
merupakan perhiasannya yang tidak ternilai. Berlawanan dengan dharmalah bila
wanita melanggar batas-batas kesopanan. Hal itu akan mendatangkan berbagai
macam bencana. Bahkan keagungan sifat wanita itu sendiri akan hancur. Tanpa
kesopanan dan kerendahan hati, kemurnian pikiran, tata krama, kesabaran,
kelembutan hati dipadu dengan cita-cita yang luhur, kepekaan dan watak yang
menyenangkan serta ramah, gabungan semua sifat ini adalah kesopanan dan
kerendahan hati.
Dengan bimbingan rasa kepatutan
dalam dirinya, wanita yang sopan dan rendah hati akan menjaga diri agar selalu
berada dalam batas. Secara otomatis ia akan tahu mana tingkah laku yang pantas
dan mana yang tidak pantas. Ia hanya akan berpegang teguh pada perbuatan dan
tingkah laku yang bajik. Kesopanan dan kerendahan hati adalah ujian bagi
keagungan wanita. Wanita yang tidak memiliki 2 hal tersebut merugikan
kepentingan kaum wanita dan meruntuhkan kepribadiannya sendiri. Ia akan seperti
bunga tanpa keharuman, bunga yang tidak disukai atau dihormati oleh dunia.
Bahkan tidak diterima. Tiadanya kesopanan dan kerendahan hati membuat kehidupan
kaum wanita menjadi sia-sia dan hampa walau mungkin ia berprestasi dan sukses
dalam berbagai hal. Kesopanan dan kerendahan hati akan mengangkatnya menuju
puncak kesucian yang luhur. Wanita yang sopan dan rendah hati memiliki wewenang
yang baik di lingkungan rumah tangganya sendiri maupun di luarnya. Dalam
masyarakat maupun di dunia ramai. Mungkin ada yang menyela dan bertanya :
tetapi wanita yang telah mencampakkan kesopanan, dewasa ini masih tetap
dihormati. Mereka berkeliaran dengan pongah tanpa rasa malu dan penghormatan
dunia kepada mereka tidak berkurang sedikitpun. Tentang ini, Aku tidak perlu
mengikuti kegiatan dunia masa kini. Aku tidak berurusan dengan wanita seperti
itu. Mungkin mereka menerima kehormatan dan penghargaan tetapi penghormatan itu
tidak pada tempatnya dan tidak layak. Bila penghormatan diberikan pada orang
yang tidak layak menerimanya, hal itu sama dengan penghinaan.
Menerima penghormatan yang tidak
layak semacam itu berarti merendahkan pemberian tersebut. Hal itu sebenarnya
bukan penghormatan melainkan sanjungan yang bersifat menjilat yang diberikan
kepada perempuan yang tidak sopan oleh orang-orang yang egoist dan serakah.
Penghormatan semacam itu seperti ludah kotor dan menjijikkan. Tentu saja wanita
yang sopan dan rendah hati tidak akan menginginkan kehormatan atau sanjungan.
Perhatiannya selalu tertuju pada batas-batas yang tidak boleh dilanggarnya.
Penghormatan dan pujian akan datang dengan sendirinya tanpa diminta dan tanpa
diketahuinya. Madu yang ada dalam bunga teratai tidak mendambakan datangnya
sang kumbang. Mereka tidak memohon-mohon agar kumbang datang mengunjunginya.
Karena kumbang telah merasakan manisnya madu, maka mereka sendiri yang mencari
bunga-bunga itu dan bergegas mendapatkannya. Kumbang datang karena ada suatu
ikatan antara diri mereka dengan rasa manis.demikian pula hubungan antara
wanita yang tahu batas penghormatan yang timbul atau diberikan kepadanya.
Bila seekor katak duduk di atas
bunga teratai dan menyiarkan hal itu ke seluruh dunia apakah itu berarti ia
mengetahui nilai keindahan atau rasa manis bunga itu? Apakah iatelah
merasakannya? Munkin si katak memuji-muji sang bunga,tetapi setidaknyasudahkah
ia mengetahui apa yang di miliki bunga itu? Dewasa ini kehormatan dan
penghargaan semacam inilah yang diberikan kepada wanita, dan diberikan oleh
orang-orang yang tidak tahuapa yang harus dihargai serta bagaimana cara
menghargainya. Mereka tidak mengetahui standar penilaiannya, mereka tidak
memiliki keyakinan pada nilai-nilai yang tertinggi, mereka tidak menghormati
hal-hal yang benar-benar baik dan agung, bagaimana kita dapat menyebut hal yang
mereka berikan itu sebagai kehormatan atau penghargaan? Yang mereka berikan itu
hanya dapat disebut penyakit atau paling tidak sekedar sopan santun belaka.
Wanita yang sopan dan rendah
hati tidak akan merendahkan martabatnya untuk memperoleh pujian dn
penghormatan yang tidak ada maknanya, sebaliknya ia lebih suka mencari harga
diri yang jauh lebih memuaskan. Itulah ciri khas yang membuatnya menjadi Dewi
Lakshmi bagi rumah tangganya. Itulah sebabnya seorang istri disebut Dewi
Kemakmuran dalam rumah tangganya. Istri yang tidak memiliki sifat-sifat baik
semacam itu akan membuat rumah tangganya penuh kebobrokan.
Wanita merupakan soko guru rumah
tannga dan kepercayaan kepada Tuhan. Ialah yang menanamkan dan membantu
perkembangan kepercayaan itu atau mengeringkan dan melenyapkannya. Wanita
mempunyai kemampuan alamiah untuk percaya dan melakukan usaha kerohanian.
Wanita yang memiliki bakti pada Tuhan, iman,dan kelembutan hati, dapat menuntun
pria di jalan yang menuju Tuhan dan dalam pelaksanaan kebajikan- kebajikan yang
suci. Mereka akan bangun dini hari sebelum fajar, membersihkan rumah, dan
setelah mandi dan sebagainya, duduk sebentar untuk mekakukan japa atau meditasi.
Di rumahnya mereka akan mmenyediakan sebuah ruang khusus untuk bersembahyang.
Di ruang itu di pajangnya patung-patung perwujudan Tuhan dan berbagai gambar
orang suci. Mereka akan menganggap ruang itu suci dan memenuhinya dengan doa-
doa baik pada pagi maupun sore hari, juga pada hari-hari perayaan keagamaan.
Wanita yang melakukan semua ini dengan tekun akan mampu mengubah suaminya
yang atheis sekalipun. Ia akan membujuk suaminya agar ikut bersembahyang,
melakukan suatu kegiatan yang baik atau bhakti social yang dijiwai oleh
semangat pengabdian kepada Tuhan. Sesungguhnya wanitalah yang memelihara rumah
tangga. Itulah misinya. Ia adalah perwujudan kemampuan, vitalitas, keberanian,
dan kecerdasan. Sebaliknya bila istri berusaha menjauhkan suaminya dari jalan Tuhan,
bila ia beusaha menyeret suaminya dari tingkat spiritual ke taraf sensual atau
suami memperlakukan isteri yang cenderung mencari kebahagiaan dari usaha
kerohanian sebagai orang sesat dan berusaha menjauhkannya dari jalan TUhan,
maka rumah tangga orang semacam itu tidak layak disebut sebagai rumah tangga.
Itu bukanlah tempat tinggal. Rumah semacam itu lebih layak disebut neraka
tempat iblis dan roh jahat bersuka ria. Wanita adalah pembimbing serta
pendamping suaminya dan juga guru pertama bagi anak-anaknya. Ialah yang menjadi
teladan sikap social mereka. Member contoh cara berbicara dan menjaga kesehatan
serta kebahagiaan mental mereka. Bila kaum wanita jujur, berani, baik hati,
penuh belas kasihan, memiliki sifat-sifat yang bajik dan saleh, dunia akan
mengalami era kedamaian dan suka cita. Dewasa ini makin banyak wanita yang
menempuh pendidikan modern. Mereka bekerja di kantor, sekolah, dan pabrik.
Mereka juga mencapai kedudukan yang tinggi dalam berbagai bidang lain. Tetapi
sebagian besar dari mereka bekerja karena terdorong oleh keinginan untuk
meningkatkan kekayaan, kedudukan, dan kepentingan pribadi bukannya karena ingin
melaksanakan ideal pelayanan tanpa pamerih.
Bila wanita mengejar pekerjaan,
siapa yang akan mengurus rumah tangga, bila ayah dan ibu keduanya bekerja di
kantor mencari uang, bagaimana anak-anak mereka nanti. Bila sang ibu
menghabiskan waktunya untuk mempelajari buku-buku, siapa yang akan bekerja di
dapur. Mungkin mereka akan memperoleh uang yang lebih banyak, tetapi hal itu
hanya akan menambah kecemasan, kegelisahan, dan kerugian. Wanita yang bekerja
akan mendapati bahwa mereka tidak benar-benar bahagia. Wanita yang terpelajar
harus menggunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk mengasuh anak-anaknya
sehingga mereka akan tumbuh menjadi kaum muda yang sehat, bajik, dan
berdisiplin. Yang berguna bagi nusa bangsa, kebudayaan, dan masyarakat.
Mendapatkan uang bukankah tujuan akhir pendidikan. Ketamakan untuk memperoleh
uang dengan segala cara dan secepat mungkin telah menyebabkan berbagai
kejahatan yang dewasa ini kita lihat dalam masyarakat. Uang menimbulkan rasa
sombong yang mana akhirnya akan menimbulkan rasa benci. Sesungguhnya wanita
harus berusaha memperoleh pengetahuan tentang jiwa dan setiap saat hidup dalam
kesadaran bahwa dirinya yang sesungguhnya adalah atma. Ia harus selalu memiliki
kerinduan untuk manunggal dengan kesadaran Tuhan. Rumah tangga yang dihuni oleh
wanita seperti itu, tempat suami istri menempuh hidupnya dalam naungan
cita-cita yang mulia. Tempat mereka bersama-sama menyanyikan keagungan nama
Tuhan dan melewatkan hidup mereka dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang
baik. Tempat yang dijiwai oleh kebenaran, kedamaian, dan kasih. Tempat mereka
biasa membaca kitab-kitab kerohanian secara teratur. Tempat nafsu-nafsu jasmani
dikendalikan dan tempat semua mahluk diperlakukan sama berdasarkan pengetahuan
tentang kesatuan dasar segala ciptaan. Rumah tangga semacam itu benar-benar
merupakan surga di dunia. Istri yang mempunyai sifat-sifat semacam itu patut
disebut istri. Ia harus memiliki cinta yang sejati kepada suaminya. Hanya
dengan demikianlah ia dapat menjadi pendamping suaminya dalam memenuhi
kewajiban dan haknya dalam hidup perkawinan sebagai orang yang berumah tangga.
Wanita yang mengetahui isi hati suaminya dan manis serta lemah lembut budhi
bahasanya adalah teman sejati. Bahkan kadang-kadang bila istri harus
menunjukkan jalan dharma kepada suaminya, iapun dapat berperan sebagai ayah.
Ketika suaminya jatuh sakit, istri bisa berperan sebagai ibu.
Wanita harus mengutamakan pelayanan
kepada suaminya. Itulah ibadah yang sejati baginya. Sembahyang, ibadah, dan
pemujaan dapat ditunda dan diselesaikan belakangan tanpa mengabdi kepada
suaminya, seorang istri tidak dapat memperoleh kebahagiaan dalam doa dan
meditasinya. Sesungguhnya Tuhan harus dianggap sebagai menjelma dalam diri
suami dan segala pengabdian yang diberikan kepada sang suami harus diluhurkan
ke taraf bhakti. Itulah kewajibannya yang sejati. Bila dalam setiap kegiatan
dilakukan seakan-akan demi atma dan demi manunggalnya kesadaran dengan Tuhan,
maka kegiatan itu menjadi pengabdian kepada Tuhan. Semua kegiatan semacam itu
akan membawa keselamatan semakin mengikat. Tidak menjadi soal betapa jahat atau
rendahnya ahlak sang suami, dengan kasihnya seorang istri harus membuatnya
insyaf. Meluruskan jalan yang ditempuhnya dan menolongnya agar memperoleh
rahmat Tuhan. Tidak benarlah jika istri beranggapan bahwa kemajuan dirinya saja
yang terpenting lalu ia tidak memperdulikan perbaikan atau kemajuan suaminya.
Sebaliknya ia harus merasa bahwa kesejahteraan, kegembiraan, keinginan, atau
harapan dan keselamatan jiwa suaminya merupakan obat yang mujarab pula baginya.
Wanita semacam itu dengan sendirinya akan memperoleh rahmat Tuhan tanpa harus
bersusah payah mendapatkannya. Berkat itu akan terlimpah kepadanya. Tuhan akan
selalu menyertainya dan menolongnya dalam segala hal. Dengan kebajikannya,
keselamatan suaminya akan terjamin. Sebagai wanita harus menganggap seorang
pria saja sebagai panutan dan suaminya. Priapun harus setia pada satu wanita
saja sebagai pendamping dan istrinya. Wanita harus menganggap suaminya sebagai
perwujudan Tuhan. Memujanya, melayaninya dan mengikuti keinginannya. Untuk
memenuhi kewajibannya sebagai istri. Pria juga harus menghormati istrinya
sebagai seorang ratu rumah tangga dan bertindak sesuai dengan keinginannya
karena istri adalah dewi kemakmuran dalam rumah tangganya. Karena dengan
demikianlah ia layak disebut pria. Negara hanya akan dapat diangkat menuju
kebesaran dan kejayaannya yang semula bila kaum wanitanya menguasai ilmu untuk
menyadari kenyataan yang sejati. Jika kita ingin agar Negara makmur dan damai
selamanya, maka kaum wanitanya harus dibina melalui suatu system pendidikan
yang menitik beratkan budi pekerti dan kwalitas moral. Dewasa ini standar moral
runtuh dan tidak ada kedamaian social karena aspek-aspek ini telah diabaikan
dalam pendidikan wanita. Tidak ada bangsa yang dapat membangun tanpa membina
perkembangan phisik, mental, serta spiritual kaum wanitanya. Generasi penerus
dibentuk oleh para ibu masa kini. Generasi sekarang ini penuh kebejatan dan
ketidak adilan karena kaum ibu yang membesarkan mereka tidak cukup waspada dan
cerdas.
“Yah yang telah lalu biarlah
berlalu. Setidak-tidaknya untuk menyelamatkan generasi mendatang, kaum wanita
harus diberi peringatan pada waktunya dan dihimbau agar meneladani kaum wanita
jaman dahulu. Pada masa lalu, masa kini, ataupun masa yang akan datang,
sepanjang masa kaum wanita merupakan tulang punggung kemajuan, ibarat jantung
dan nafas bagi bangsanya. Wanita memainkan peran utama dalam drama kehidupan di
dunia ini. Satu peran penting yang sarat dengan kesucian. Misinya adalah
meletakkan dasar bagi norma-norma kebenaran, kebajikan, dan moralitas. Ia harus
membekali anak-anaknya dengan pembinaan moral dan spiritual. Bila sang ibu
dijiwai oleh kebajikan dan moralitas, anak-anak juga akan dijiwai dengan
semangat yang sama. bila sang ibu memegang teguh moralitas, anak-anaknyapun
akan belajar menjadi orang yang baik budhi. Kegiatan dan kelakuannya merupakan
factor yang menentukan.
Dewasa ini wanita yang terpelajar
tidak bisa apa-apa dalam urusan rumah tangga. Bagi mereka, rumah itu hanya
sekedar hotel. Mereka sangat tergantung dengan tukang masak dan pembantu rumah
tangga. Wanita terpelajar masa kini tidak lebih dari sekedar boneka yang
dipulas menjadi hiasan rumah modern. Ia menjadi penghalang bagi suaminya,
merupakan beban yang menggelantung di lehernya. Sang suami dicekik dengan
tuntutan-tuntutan yang tiada hentinya untuk membelanjakan uang buat segala macam
keinginan. Sekarang ini tingkah laku wanita yang jalang dan tidak
bersusila telah menyelubungi dunia dalam suasana yang diliputi oleh kemerosotan
dharma. Wanita merugikan dan membahayakan diri mereka sendiri demi untuk
mengejar kesenangan yang bersifat sementara tanpa memperdulikan perlunya
mengembangkan watak yang baik serta sifat-sifat yang luhur. Mereka tergila-gila
pada kebebasan semu yang memuaskan ketakaburannya. Apakah sebenarnya
tanda-tanda wanita yang terpelajar: apakah mereka yang mempunyai pekerjaan
tetap sebagai wanita karier? Memiliki gelar, dan bergaul dengan semua orang
tanpa pertimbangan, apakah ia adalah orang yang tidak gentar melakukan dosa ?
yang selalu mengabaikan himbauan dan saran orang baik ? ia yang memaksa
suaminya agar menuruti segala keinginannya serta tidak pernah menyesal untuk
kesalahan-kesalahan yang diperbuatnya, inikah tanda-tanda seorang wanita yang
terdidik dan terpelajar? BUKAN! Semua itu adalah tanda-tanda kekaburan bhatin.
Tanda tiadanya pengetahuan rohani. Itu adalah sikap egois orang yang tidak
terpelajar yang membuat manusia menjadi buruk dan memuakkan.
Bila istri merasa bahwa rumah tangga
suaminya suci, maka rumah tangga itu akan memberinya segala keterampilan dan
kepandaian. Tidak ada tempat lain yang mengungguli rumah tangga semacam itu
baginya. Seorang penyair yang suci menggubah lagu yang menyatakan bahwa rumah
tangga semacam itu adalah tempat ibadat bagi istri, sekolahnya, gelanggang
bermainnya, arena politiknya, lapangan pengorbanan serta pertapaannya. Wanita
yang terpelajar dapat memberikan jasa yang bermanfaat bagi masyarakat
sekelilingnya dengan ketrampilan, cita rasa, kecenderungan, dan keinginan,
watak, tingkat pendidikan, cara hidup, bidang ilmu yang ditekuninya ataupun
dengan gelar kesarjanaannya. Wanita harus menjaga jarak agar jangan sampai
mencemarkan nama baik orang tuanya, keluarganya, atau dirinya sendiri. Wanita
tanpa watak yang baik sama buruknya dengan orang mati, karena itu wanita harus
selalu waspada dalam pergaulan dan kegiatan mereka di dunia ramai. Mereka harus
menghindari percakapan-percakapan yang dangkal, sembrono, tidak senonoh, atau
pergaulan yang bebas. Wanita yang arif hanya akan melakukan kegiatan yang
meningkatkan kemasyuran dan kehormatan suaminya dan bukan melakukan perbuatan
yang justru mencemarkan nama baik suaminya. Itulah sebabnya dikatakan “
sifat-sifat yang baik adalah ciri khas orang yang terpelajar” hal yang membuat
pendidikan itu patut dihargai. Dalam hal ini tidaklah berarti bahwa wanita
tidak usah menempuh pendidikan atau bahwa mereka tidak boleh bergaul dalam
masyarakat. Dimanapun kaum wanita melakukan kegiatan, jika mereka telah
berbekal sifat-sifat baik, mengikuti aturan darma yang abadi dalam menempuh
kehidupan yang bajik, spiritual, dan berdisiplin, maka masyarakat tentu akan
memperoleh faedahnya.
Daya tarik yang sejati bagi wanita
terletak pada watak yang baik, moralitas adalah nagasnya, kesopanan dan
kerendahan hati adalah kekuatan hidupnya; mengikuti kebenaran adalah
kewajibannya setiap hari. Ia harus menanamkan benih-benih rasa takut melanggar
amanat Tuhan, serta takut berhubungan dengan dosa, serta memupuk daya tarik
yang berasal dari kerendahan hati. Dalam bidang agama, moral, dan phisik. Ia
harus mengikuti petunjuk Darma yang ketat, menerima, serta melaksanakannya
sebagai intisari segala pendidikan. Ia bahkan harus bersedia mengorbankan
hidupnya untuk mempertahankan kehormatannya. Ia harus memelihara dan menjaga
kesuciannya serta kasih dan bhaktinya kepada sang suami. Inilah kewajiban utama
bagi kaum wanita. Karena tugas dan kemuliaan itulah maka ia dilahirkan sebagai
wanita.
Dalam aspek kewanitaan kita harus
mengamati dan memperhatikan suatu sifat mulia yang dapat dilukiskan sebagai
belas kasihan, dan kemampuan untuk berkorban. Sifat wanita itu sedemikian rupa
sehingga ia akan memberikan perlindungan walaupun (anaknya) memiliki banyak
kesalahan. Ia juga dapat diibaratkan dengan suatu perguruan dan ia akan
mengajar dengan sabar bagaikan seorang guru yang baik, sekalipun muridnya
enggan belajar. Wanita juga dapat dilukiskan sebagai rumah tangga yang bahagia,
tempat ia mengatur segala sesuatu tanpa memikirkan hal yang tidak menyenangkan
bagi dirinya sendiri. Kita juga dapat membayangkan sosok seorang wanita sebagai
pribadi yang memiliki kekuatan spiritual cukup besar sehingga ia dapat membuat
Tuhan sendiri bermain seperti seorang anak dihadapannya. Namun kini sifat-sifat
wanita yang suci seperti ini sudah sangat banyak disimpangkan padahal nama baik
seluruh keluarga bahkan seluruh bangsa sangat tergantung kepada bagaimana
wanita itu diperlakukan dan bagaimana ia menghargai dirinya sendiri. ( Sathya
Narayana Svami; 1978)
Sebab di tempat dimana kaum
wanitanya tidak dihargai, maka tempat itu akan mengalami banyak masalah dan
bahkan kehancuran. Kita bisa belajar dari sejarah Ramayana maupun epos besar
Mahabharata. Kedua perang besar yang menghancurkan suku raksasa di pihak
Rahwana, dan juga kehancuran wangsa Korawa di bawah pimpinan Duryodana adalah
karena dilecehkannya wanita pada saat itu (Ibu Dewi Sita sebagai perlambang
kesetiaan seorang istri, diculik oleh Rahwana si pengejawantahan nafsu.
Begitupun Dewi Drupadi yang ingin dilecehkan dan dipermalukan dalam sidang
besar wangsa kuru, yang kesemuanya membuat air mata wanita mulia seperti itu
terjatuh). Lantas bagaimana halnya dengan gambaran wanita di jaman sekarang
yang bahkan telah menghancurkan harga diri mereka sendiri dengan pakaian
seronok dan pergaulan bebas? Kemanakah kehancuran itu harus ditimpakan?
Modernisasi dan informasi yang
berjalan cepat memang acap kali membuat seorang wanita goyah untuk
mempertahankan sifat-sifat mulia yang menjadi pembawaannya sejak lahir. wanita
menjadi sosok mahluk Tuhan dengan perasaannya yang sangat sensitive. Sehingga
mereka seringkali tidak berdaya menghadapi tutur kata yang lembut menggoda dari
laki-laki sebagaimana halnya mereka juga tidak akan tahan menerima penghinaan,
kritikan, ataupun omongan yang bernada merendahkan martabat mereka. Misalnya
jika mereka dianggap tidak berguna karena telah menyia-nyiakan pendidikan atau
gelar yang dimilikinya hanya sebagai Ibu rumah tangga, dan bukannya berkarir
mengejar prestasi serta prestise seperti wanita modern lainnya. Modernisasi
hanya dilihat dari gaya hidup, seperti cara berpakaian, potongan rambut, mode
pakaian dan lain lain yang tidak menyentuh akar persoalan sebagai wanita ideal
bagi dunia. Maka demikianlah bahwa kesetaraan perempuan yang selalu
didengung-dengungkan kaum wanita sebagai sebuah emansipasi di dunia modern
akhirnya membawa mereka semakin melupakan kodrat kewanitaannya sebagai
penunjang kehidupan Negara dan dunia dengan kewajiban hakiki yang seharusnya
diemban dalam perannya sebagai Dewi bagi rumah tangga si pria. Sekarang ini,
memiliki pendidikan tinggi dan gelar yang cukup baik tetapi hanya tinggal di
rumah sebagai Ibu rumah tangga selalu menjadi bahan olok-olok yang sangat
menakutkan bagi wanita. Oleh karena itulah mereka berontak dan ingin
membuktikan diri bahwa mereka juga bisa. Namun banyak dari mereka lupa bahwa
takdir sebenarnya tidak mengharuskan mereka demikian sebab kalau mau jujur
mengakui, segala pekerjaan yang dibebankan kepadanya sebagai wanita soleh
pengemban misi keluarga amatlah banyak dan rumit mulai dari bangun pagi sampai
dengan larut malam. Padahal laki-laki kalau bekerja paling hanya 8 jam lalu
beristirahat. Tetapi lihatlah kaum wanita apalagi yang sedang memiliki bayi,
pekerjaannya akan sangat banyak. Sebuah pekerjaan yang sebenarnya sangat mulia
karena laki-laki tak kan mungkin dapat menggantikannya. Bahkan jika dinilai
dengan uang, mungkin gaji yang harus mereka terima untuk pekerjaan
sehari-harinya melebihi dari apa yang suaminya dapatkan.
Oleh karena itu, janganlah wanita
minder bahwa ia hanya menjadi ibu yang mengasuh anak-anaknya, seorang istri
yang harus mengabdi kepada sang suami tanpa mendapatkan gaji apa-apa. Ingatlah
bahwa sebenarnya pintu sorga telah dibukakan lebar-lebar bagi kaumnya yang mau
melaksanakan perintah Tuhan sebagai wanita ideal bagi agama dan Negara. Inilah
jihad bagi kaum perempuan. Ia hanya harus berdoa agar suaminya selalu sehat dan
mendapatkan cukup rejeki untuk menghidupi dirinya dan keluarga. (tetapi untuk
kasus tertentu dimana sang suami sakit dan tidak dapat menghidupi keluarga,
sang istri masih diperbolehkan bekerja di luar rumah dengan catatan harus
seijin suaminya.) Lihatlah kebobrokan jaman sekarang yang terjadi karena
dibiarkannya wanita bekerja di luar rumah tanpa kontrol. Pelecehan dan
perselingkuhan menjadi gambaran nyata yang semakin mendekatkan dunia ini pada
aspek kehancuran. Bukankah segala bencana yang terjadi di muka bhumi lebih
banyak datang karena persoalan semakin runtuhnya moralitas manusia terutama
kaum perempuannya. Bom Bali yang meletus di Legian Kuta, sebuah kawasan wisata
yang sekarang banyak menyuguhkan tarian tanpa busana yang sama sekali tidak
pernah dikenal oleh masyarakat Bali. Serta puluhan café remang-remang yang
menjual kemolekan pesona perempuan juga ambil bagian didalamnya. Sungguh sebuah
hal yang tak wajar bagi tempat yang dihubungkan dengan nilai ketuhanan (Bali
Pulau Dewata) yang seharusnya bermakna bahwa Bali harusnya dihuni oleh
orang-orang yang berprilaku seperti dewa. Demikian halnya serambi Mekkah Aceh,
yang semestinya menjadi teras rumah Tuhan, namun kenyataan malah dikotori oleh
tingkah para perempuannya yang banyak mengartikan kebebasan berekspresi sebagai
tindakan kebablasan agar tampil seksi. Maka demikianlah bahwa untuk
mengingatkan, menyadarkan, dan mengembalikan kesucian tempat dimaksud agar
sesuai namanya, Alam akan melakukan pembersihan dengan aneka bencana yang siap
datang kapan saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar