Selama
sungai-sungai masih mengalirkan airnya dan semasih gunung-gunung tegak berdiri,
maka kisah Ramayana dan Mahabharata akan tetap dikenang dan dijadikan teladan
hidup bagi masyarakat manusia. Begitulah 2 epos besar yang masuk dalam kelompok
Itihasa ini dipuja oleh Dewa Brahma. Kenyataannya bahwa 2 Wiracarita besar ini
memang tidak pernah lekang oleh waktu sampai saat sekarang, Ia dituturkan dari
generasi ke generasi dengan sajian yang sangat beragam, mulai dari penyampaian
kisah kehidupan ini dalam proses belajar antara guru dan murid, dengan
membuatnya sebagai syair untuk dinyanyikan, dibuatkan sebagai pertunjukan
drama, Sendratari atau pewayangan sampai dengan cara modern yakni mengemasnya
sebagai film kolosal.
Mahabharata
sebagaimana namanya merupakan cerita dan gambaran kehidupan manusia yang begitu
kompleks. Karena mengandung unsur yang
sangat lengkap, mendetail, dan disertai pemaparan dialog dan kisah yang sangat
masuk akal serta tetap bisa diterima logika walaupun kisah itu terjadi sudah
hampir puluhan ribu tahun silam. Mahabharata memberikan gambaran nyata tentang
kehidupan manusia sehari-hari yang selalu diwarnai oleh dualitas, oleh rasa
suka dan tidak suka, kebahagiaan dan penderitaan, maupun kebaikan dan
kejahatan. Maka demikianlah ketika kisah ini kembali disajikan dalam format
film yang lebih modern dengan didukung oleh para pemain yang telah menguasai
dunia acting dengan baik, kisah Mahabharata yang ditayangkan oleh salah satu TV
swasta di Indonesia ini mampu menyedot perhatian masyarakat nusantara walaupun
jam tayangnya begitu larut malam. Insting diri sebagai jiwa yang pernah
mengenal peradaban Sanatana Dharma seakan ditarik muncul ke permukaan walaupun
sekarang mereka telah mengimani keyakinan lain dari apa yang pernah dianut
nenek moyangnya dulu. Terlepas dari status social, gender, maupun agama yang
dianutnya, Mahabharata telah sukses menjadi pemersatu bangsa dalam melihat
agungnya peradaban dan ajaran Vedanta. Oleh karena itu tentu akan menjadi hal
yang memalukan jika kita sebagai umat hindu sebagai pewaris dari ajaran ini
justru mengabaikan hal tersebut dengan menganggap dan menikmati kisah ini hanya
sebagai tontonan semata dan bukannya sebagai tuntunan hidup.