prosesi dari perayaan ini biasanya dimulai dengan
upacara mandi pagi hari sebelum matahari terbit, lalu berpakaian yang bersih. Mempersiapkan
air suci yang bisa didapat dari sumber mata air (Kelebutan), sungai-sungai
suci, ataupun dengan menyucikannya menjadi tirta lalu dipakai untuk memandikan
arca Shiva atau lingam setelah itu para bhakta biasanya berjalan mengelilingi
arca tiga kali, tujuh kali atau bahkan ada yang sampai 21 kali sambil
meneriakkan pujian keagungan kepada deva Shiva “Hara Hara Mahadeva”. Disamping itu
para bhakta biasanya juga melakukan upavasa (Berpuasa dengan tidak makan ataupun minum), melakukan jagra (Begadang
atau tidak tidur) dan juga Maunam (Tirakat diam utamanya menghentikkan
pembicaraan yang tidak ada hubungannya dengan spiritualitas.) pada malam
harinya dilakukan berbagai kegiatan suci untuk tetap bisa mengarahkan pikiran
kepada aspek ketuhanan Shiva. Seperti misalnya dengan melakukan persembahyangan,
melantunkan kidung puja atas kemahakuasaan Shiva, menyanyikan lagu-lagu pujian
untuk dewa Shiva, berjapa Pancaaksara “OM Namah Shivaya”, menchantingkan
mantram Rudram, dan diakhiri dengan Abhiseka Linggam yang dibarengi dengan
pembacaan Linggastakam. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan anugerah dalam praktek Yoga
dan meditasi , guna mencapai kebaikan tertinggi dalam
hidup sebab pada hari dimaksud , posisi planet di belahan bumi utara bertindak sebagai
katalis yang
sangat ampuh untuk
membantu seseorang meningkatkan energi spiritualnya dengan mudah .
Menurut Shiva Purana , pemujaan lingam pada saat Maha Shivaratri harus memasukkan enam item yakni
:
1. Memandikan Shiva Lingga dengan air , susu dan madu . Kayu, apel atau daun bel juga bisa ditambahkan kedalam ritual ini , yang merupakan perlambang dari pemurnian jiwa
1. Memandikan Shiva Lingga dengan air , susu dan madu . Kayu, apel atau daun bel juga bisa ditambahkan kedalam ritual ini , yang merupakan perlambang dari pemurnian jiwa
2. pasta cendana yang dikenakan pada Shiva Lingga setelah upacara
abhiseka. Merupakan perlambang
untuk memperoleh kebajikan.
3. Persembahan aneka buah-buahan , dimaksudkan sebagai
permohonan untuk memperoleh
umur panjang dan pemuasan keinginan
4. Persembahan dupa, dimaksudkan dengan harapan untuk mendapatkan
kemakmuran
5. Persembahan dipa
(api) dimaksudkan bagi pencapaian pengetahuan
6. Dan persembahan daun sirih dimaksudkan sebagai
perlambang bagi harapan untuk memperoleh kepuasan dan kebahagiaan duniawi.
Tripundra mengacu pada tiga garis horizontal abu suci yang ditempatkan pada dahi oleh penyembah Dewa Siwa . Garis-garis ini melambangkan pengetahuan spiritual , kemurnian dan penebusan dosa hal itu juga melambangkan mata ketiga Shiva (Mata kebijaksanaan)
Tripundra mengacu pada tiga garis horizontal abu suci yang ditempatkan pada dahi oleh penyembah Dewa Siwa . Garis-garis ini melambangkan pengetahuan spiritual , kemurnian dan penebusan dosa hal itu juga melambangkan mata ketiga Shiva (Mata kebijaksanaan)
MAHA
SHIVARATRI DALAM TRADISI VAISNAVA
Seorang Ācāryas agung Vaisnava merekomendasikan ketaatan untuk melakukan Siva ratri sebagaimana
kutipan dari Siva-tattva yang diterbitkan oleh Gaudiya Vedanta publication:
Kami menghormati Lord Siva sebagai Vaisnava besar dan sebagai guru . Kami tidak menyembah beliau secara terpisah dari Sri Vishnu. dan kita memuliakan Dia dalam kaitannya dengan Sri Krsna . Srila Sanatana Gosvami telah menulis dalam bukunya Hari - bhakti - Vilasa bahwa semua Vaisnava harus menjalankan Siva - caturdaśī ( Siva - ratri ) . Lord Siva , yang mempunyai semua kualitas yang baik , tentu harus dihormati dengan penghormatan yang layak pada hari ini .
Kami mempersembahkan rasa hormat kepada Tuhan Siva dengan doa seperti ini
vṛndāvanāvani - pate ! jaya soma soma – maule
Sanaka - sanandana - Sanatana - nāradeḍya
gopīśvara ! Vraja - vilāsi - yugāṅghri – padme
prema prayaccha nirupādhi namo Namas te
Sankalpa - kalpadruma , 103
O penjaga gerbang Vrndavana ! O Soma , semua kemuliaan kepada Anda ! O Anda yang dahi-Nya dihiasi dengan bulan sabit , dan siapa yang dipuja oleh orang bijak yang dipimpin oleh Sanaka , Sanandana , Sanatana dan Narada ! O Gopīśvara ! kami memohon agar Anda memberikan kepada saya anugrah prema bhakti untuk bisa focus pada kaki padma Śrī Sri Radha - Madhava , yang telah menunjukkan leela kebahagiaan di Vraja-Dhama, saya mempersembahkan rasa hormat saya.
Kami menghormati Lord Siva sebagai Vaisnava besar dan sebagai guru . Kami tidak menyembah beliau secara terpisah dari Sri Vishnu. dan kita memuliakan Dia dalam kaitannya dengan Sri Krsna . Srila Sanatana Gosvami telah menulis dalam bukunya Hari - bhakti - Vilasa bahwa semua Vaisnava harus menjalankan Siva - caturdaśī ( Siva - ratri ) . Lord Siva , yang mempunyai semua kualitas yang baik , tentu harus dihormati dengan penghormatan yang layak pada hari ini .
Kami mempersembahkan rasa hormat kepada Tuhan Siva dengan doa seperti ini
vṛndāvanāvani - pate ! jaya soma soma – maule
Sanaka - sanandana - Sanatana - nāradeḍya
gopīśvara ! Vraja - vilāsi - yugāṅghri – padme
prema prayaccha nirupādhi namo Namas te
Sankalpa - kalpadruma , 103
O penjaga gerbang Vrndavana ! O Soma , semua kemuliaan kepada Anda ! O Anda yang dahi-Nya dihiasi dengan bulan sabit , dan siapa yang dipuja oleh orang bijak yang dipimpin oleh Sanaka , Sanandana , Sanatana dan Narada ! O Gopīśvara ! kami memohon agar Anda memberikan kepada saya anugrah prema bhakti untuk bisa focus pada kaki padma Śrī Sri Radha - Madhava , yang telah menunjukkan leela kebahagiaan di Vraja-Dhama, saya mempersembahkan rasa hormat saya.
"Dalam perjalanan waktu , pemburu ini jatuh sakit dan akhirnya tidak
tertolong sampai ia menghembuskan napas terakhirnya . Para
utusan Yama ( Malaikat kematian ) tiba di samping tempat tidurnya untuk membawa jiwanya
ke Yama
loka ( tempat tinggal Yama ) . namun pada
saat yang sama utusan Dewa Shiva juga tiba bersamaan untuk membawa roh Si
Suwarna ke Kailash.
Karena
sama-sama merasa berhak untuk mengambil sang Jiwa, maka ada pertarungan hebat antara utusan Yama dan utusan dewa
Shiva untuk memperebutkan roh Sang pemburu, akhirnya setelah beberapa waktu
Dewa Shiva mengutus Nandini untuk menengahi permasalahan tersebut dan
menjelaskan keagungan Mahashiva ratri yang telah dijalankan oleh Suwarna. Sehingga
melayakkan dirinya guna mendapatkan pengampunan sekaligus berkah untuk bisa
tinggal di kediaman Dewa Shiva. Demikianlah kisah masa lalu kehidupan saya
sehingga sekarang saya diingatkan untuk melakukan vrata yang sama di hari suci
Maha Shivaratri ini. Kata Raja Chitrabanu menyudahi kisah kehidupannya di
kelahiran terdahulu. (Kisah ini tersurat dalam Garuda Purana).
Di Bali sendiri,
cerita yang sama dengan tema central seorang pemburu bernama Lubdaka juga terkemas
dalam karya sastra Mpu Tanakung yang hampir seluruh alurnya memiliki kesamaan. Tentu
dalam hal ini, kisah demikian tidak bisa ditelan mentah-mentah saja sebab
menurut Bhagavan Sri Sathya Sai Baba, kacita, kebahagiaan, dan kegembiraan. Jika engkau dapat
mengembangkan rasa sukacita dan kegembiraan dalam pikiranmu, maka hatimu
sendiri adalah Kailasa dimana Shiva tinggal. Bagaimana bisa seseorang
mendapatkan sukacita ini? Sukacita datang dan tetap bersamamu ketika engkau
mengembangkan kemurnian, kemantapan dan kesucian. Tidak ada gunanya hanya
menjalankan Maha Shivarathri setahun sekali. Setiap menit, setiap hari, setiap
malam, engkau seharusnya berpikir tentang Ketuhanan dan menyucikan waktumu,
karena Shiva sendiri adalah Sang Pengatur Waktu.
MAKNA
SIMBOLIK CERITA LUBDAKA ATAU KISAH PEMBURU SUVARNA.
Mengingat karya
sastra Lubdaka ini bersifat Shivaistik, maka penafsiran atas symbul-symbulnya
jg akan sy ulas berdasarkan kitab serupa yakni Vrespati tatva, Shiva tattwa,
Bhuana kosa,dll. oke kita mulai dr makna Shivaratri. kata Ratri berarti
"malam" sedangkan Shiva artinya Baik hati, suka memaafkan, pemberi
harapan, dan membahagiakan.jd Shivaratri berarti "malam utk memuja Shiva
utk melebur kegelapan hati guna mendapatkan pengampunan, pengharapan baik serta
kebahagiaan". lalu hal apa sj yg harus kita lakukan pd saat itu..??
Menurut Brata Shiva Ratri, ada 3 hal penting yg mesti kita lakoni yakni : 1)
Upavasa - bukan hanya dlm artian Berpuasa atau tidak makan dan minum, tetapi
upavasa lebih jauh merupakan perlambang dari pengendalian lidah (Aharalagava)
spy tidak asal makan (A3) tapi harus tetap mempertimbangkan Satvik atau
tidaknya makanan itu sbgmana istilah tetangga kita Halal apa Haram. disamping
itu, Upavasa jg mengandung makna Upa-Dekat dan Vasa - Penguasa (Tuhan) jd
upavasa adalah usaha untuk mendekatkan diri dgn Tuhan. bagaimana caranya ?
Lihat dan baca kembali 9 cara bhakti atau Nava vidya bhakti yg diajarkan
Dewarsi Narada kpd Prahlada.
Brata kedua (2)
adalah MONA - Diam atau tdk bicara. ini maksudnya bukan Sok bisu tetapi lebih
kepada mengontrol pembicaraan keluar dan lebih banyak berbicara kedalam (mulat
sarire). Hal ini sangat penting ditekankan mengingat sekarang banyak orang yg
membuang-buang energinya utk bicara yg sama sekali tdk perlu bagi pengembangan
spiritualnya. mendebat opini orang dgn komentar yg sama sekali tdk ada nafas
spiritual atau nilai positifnya. oleh karena itulah Rsi Canakya pernah berucap
"Priyamapyahitam na vaktavyam" - jangan mengucapkan kata-kata manis
menarik tetapi tidak mengandung kebaikan dan kebenaran. Brata Ketiga (3) adalah
Jagra - Sadar, melek, atau bergadang. inipun bukan berarti ASAL TIDAK TIDUR
lalu minum kopi, dan keluyuran semau gue. tapi jagra disini lebih dimaksudkan
agar kita sadar sepenuhnya tentang siapa diri kita, apa tujuan hidup kita, dan
jika badan ini mati lalu kemana sang penghuni badan akan pergi. inilah sptnya
yg mesti kita renungkan di malam Shiva ratri ini, karena jika ingin mencapai
Shiva maka kita harus lebih banyak melakukan Seva (pelayanan) sehingga manusia
tdk terkesan hidup sebagai Sava (mayat).
Lanjut ke makna
Lubdaka, menurut istilah Sansekerta ia berarti Pemburu. ini melambangkan diri
kita sendiri karena semua dari kita adalah seorang pemburu (ada Pemburu harta,
pemburu kuasa, pemburu kama, pemburu Dharma, dll). dlm kisah ini, Lubdaka
adalah seseorang yg telah mampu membunuh sifat-sifat kebinatangannya. Ia
tinggal di daerah pegunungan. inipun kadang bisa dimaknai bahwa si Lubdaka
sesungguhnya adalah seorang Rsi yg tinggal dekat dgn kediaman Shiva. karena
kita tahu sendiri Shiva berstana di puncak gunung (Kailash). Gunung jg sering
disebut Acala yg berarti tidak bergerak. Lingga acala - lingga yg tidak
bergerak. senjata perburuan si Lubdaka adalah Panah (mengacu kpd manah -
pikiran) utk bisa mendapatkan Budhi satva yg disimbulkan dgn binatang babi
(varaha - vara nugraha - berkah). kemudian dikisahkan bahwa Lubdaka naik pohon
Bila. pohon dlm bahasa bali disebut punyan KAYU - Kayun - manah / pikiran.
sedangkan maja atau vilva (bile) selanjutnya menjadi WIRA. (menurut hukum Van
der Toek,huruf PBW = RDL) maka kata WIRA dpt berarti Perwira, sifat teguh hati,
pemberani, dan Tekun. shg dengan demikian arti mendalam dari naik pohon Bilva
adalah simbul perjuangan utk meningkatkan kwalitas hidup dari Manava (manusia)
menjadi Madhava (Tuhan). Makna takut jatuh dan memetik
daun bilva, secara filosofis hal ini dpt diartikan bahwa Nanang Lubdaka takut
mengalami tumibal lahir kembali alias reinkarnasi karena Ia telah sadar
sepenuhnya bahwa hidup itu lebih banyak penderitaannya dan bahwa dunia ini
adalah Asukham Anityam Lokam sbgmana Sabda Tuhan Sri Krishna dlm Gita. oleh
karena itulah Lubdaka akhirnya memetik daun dan menjatuhkannya shg mengenai
Shiva Linggam. jumlah daun yg 108 bukan tanpa arti. ini adalah simbolik dr
kegiatan manas utk melakukan likita japam (sesuai dgn jumlah biji
tasbih/genitri/japa orang Hindu yg berisi 108 butir.) maka wajar sj jk diakhir
hayatnya Lubdaka dijemput oleh Vidyadara-Vidyadari (Vidya - pengetahuan, Dhara
- pemegang / yg mempunyai) karena ia memang telah mendapatkan pengetahuan
sejati tentang sang diri (roh/atman yg sesungguhnya adalah bagian tak
terpisahkan dari Hyang Paramatma - Tuhan) jadi spt janji Tuhan dlm B. Gita Bab
8.5 maka siapapun yg meninggalkan badannya sambil ingat kepada-Ku segera akan
mencapai sifat-Ku. kenyataan ini tak bisa diragukan wahai putra partha.