Di
dunia ini tidak ada tapa yang lebih tinggi daripada ketabahan (yaitu kemampuan
untuk menguasai diri dan tetap tenang serta berani dalam menghadapi kesulitan
dan penderitaan), tidak ada kebahagiaan yang lebih besar daripada kepuasan
batin, tidak ada perbuatan baik yang lebih suci daripada belas kasihan, tidak
ada senjata yang lebih ampuh daripada kesabaran.
Abdi
Tuhan harus menganggap badan sebagai ladang dan perbuatan baik sebagai
benihnya. Tanam dan budidayakanlah nama Tuhan, biarlah hatimu menjadi
petaninya. Kemudian engkau akan menuai hasilnya, yaitu Tuhan sendiri. Tetapi,
bagaimana engkau dapat memperoleh panen tanpa mengusahakan tanamannya? Seperti
krim yang berada dalam susu, seperti api yang terkandung dalam kayu,
demikianlah Tuhan berada dalam segala sesuatu. Percayalah sepenuhnya pada hal
ini. Seperti susunya, demikian pula krimnya; seperti kayunya, demikian pula
apinya; sebagaimana latihan spiritual yang dilakukan, demikian pula kesadaran
Tuhan yang dihayati seseorang. Sekalipun engkau tidak mencapai kebebasan
sebagai hasil langsung dari usaha untuk mengingat dan mengulang-ulang nama
Tuhan, ada empat hasil jalan akan didapat oleh mereka yang melakukan latihan
ini yaitu:
1. Pergaulan dengan orang-orang
yang baik
2. Kebenaran
3. Kepuasan batin
4. Pengendalian indera
Di
antara keempat gerbang ini, pintu manapun yang kau masuki pastilah akan
membawamu kepada Tuhan, entah engkau seorang yang berumah tangga, pertapa, atau
golongan lainnya. Ini adalah suatu kepastian. Manusia sangat mengharapkan
kesenangan duniawi. Bila dianalisis sebagaimana mestinya, keinginan ini sendiri
merupakan penyakit. Penderitaanmu adalah obat yang kau makan. Bila manusia
hidup dalam kesenangan-kesenangan duniawi, jaranglah ia mempunyai keinginan
untuk mencapai Tuhan.
Di
samping mengulang-ulang nama Tuhan, peminat kehidupan rohani harus menganalisis
dan memilah-milah yang baik dan yang buruk sebelum ia mengambil tindakan.
Semangat penyangkalan diri timbul dari analisis semacam itu, Tanpa wiweka,
sulitlah mencapai penyangkalan diri. Kikir adalah seperti kelakuan anjing;
sifat pelit ini harus diubah. Kemarahan adalah musuh nomor satu bagi sadhaka.
Sifat ini seperti air ludah dan harus diperlakukan demikian. Dan kebohongan?
Ini bahkan lebih menjijikkan. Ketidakjujuran menghancurkan seluruh daya hidup.
Sifat ini harus diperlakukan sebagai hewan pemakan bangkai. Pencurian
menghancurkan hidup. Kehidupan manusia yang tidak ternilai harganya,
direndahkan oleh kejahatan ini sehingga menjadi lebih murah dari uang sen. Ini
seperti bangkai yang berbau busuk.
Makan
sekedarnya, tidur secukupnya, ketabahan, dan kasih, semua ini akan membantu
memelihara kesehatan badan dan pikiran. Siapa pun juga engkau, bagaimana pun
juga keadaanmu, jangan putus asa. Bila engkau tidak berkecil hati, bila engkau
tidak mengenal takut, bila engkau ingat pada Tuhan dengan iman yang tidak
tergoyahkan dan tanpa pamrih, segala penderitaan dan kesusahan akan menjauhimu.
Tuhan tidak akan pernah menanyakan tentang kasta, kebangsaan, atau bahkan
tentang jalan spiritual yang kau tempuh.
Bakti
tidaklah berarti mengenakan pakaian pertapa, menyelenggarakan ritual doa yang
mewah, melakukan upacara pengurbanan, mencukur gundul kepalamu, membawa kendi
tempa air, membiarkan rambut tumbuh panjang dan kusut, atau penonjolan
tanda-tanda lahiriah lainnya. Bakta yang sejati memiliki kesadaran batin yang
murni; ia selalu merenungkan Tuhan dengan tiada putusnya, tidak menjadi soal
apa pun juga yang sedang dilakukannya. Ia merasa bahwa segala sesuatu adalah
ciptaan Tuhan dan karena itu Esa. Ia juga tidak melekat pada obyek-obyek
indera, memiliki kasih yang seimbang pada semua makhluk, dan selalu benar dalam
pembicaraannya.
Dia
antara aneka ragam jenis bakti, yang terbaik adalah namasmarana bakti,
yaitu mengingat dan mengulang-ulang nama Tuhan (japa atau zikir)
dengan tiada putusnya. Pada zaman Kali Yuga ini, nama Tuhan adalah jalan untuk
mencapai keselamatan. Jayadewa, Gouranga, Thyagaraja, Tukaram, Kabir, Ramdas,
semua orang suci yang agung ini mencapai kesadaran Tuhan hanya dengan satu nama
saja. Mengapa membicarakan ribuan hal lainnya? Prahlada dan Dhruva memperoleh
karunia sehingga dapat melihat, menyentuh, dan mendengarkan Tuhan, hanya dengan
mengingat nama-Nya terus menerus. Praktek ini saja sudah cukup untuk
mendatangkan hasil tersebut. Karena itu, bila engkau menganggap nama Tuhan
sebagai napas hidupmu, bila engkau percaya sepenuhnya pada perbuatan yang baik
dan pikiran yang luhur, bila engkau mengembangkan semangat pengabdian dan kasih
yang sama bagi semua, maka tidak akan ada jalan yang lebih baik untuk mencapai
kebebasan. Sebaliknya, bila engkau duduk menyepi di suatu tempat yang sunyi dan
menahan napasmu, bagaimana engkau dapat menguasai sifat-sifat bawaanmu?
Bagaimana engkau dapat mengetahui bahwa engkau telah menguasainya? Kombinasi
bakti seperti Ambarisha dan tindakan seperti Durvasa hanya akan menghasilkan
nasib seperti yang dialami oleh Durvasa. Akhirnya Durvasa harus bersujud di
kaki Ambarisha. Semoga engkau terhindar dari keadaan seperti Thrisanku. Semoga
engkau menghayati kebenaran yang sejati dan mencapai kenyataan dirimu yang
sesungguhnya.(Sathya Narayana)